Liputan6.com, Jakarta - Jawa Barat kini sudah memiliki bandara, tepatnya berada di Kertajati, Majalengka. Bandara tersebut diberi nama Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Bandara yang dibangun dengan dana tidak sedikit tersebut menghasilkan sebuah bangunan yang megah dan mewah. Bahkan, tidak jauh berbeda dengan Bandara Internasional Soekarno Hatta di Tangerang.
Namun sayangnya, enam bulan pasca diresmikan, Bandara berdesain unik dan modern tersebut masih sepi. Bangunan mewah tersebut tampak lengang tanpa adanya aktivitas penumpang lalu lalang. Counter check in pesawat pun tampak sepi, tidak ada antrian penumpang yang hendak mencetak tiket atau memasukkan bagasinya.
Direktur Operasi dan Pengembangan Strategi Bisnis BIJB Agus Sugeng Widodo mengatakan pihaknya saat ini terus berusaha meningkatkan pertumbuhan baik dari sisi penumpang maupun pesawat yang akan beroperasi. Namun, dengan usia yang masih seumur jagung ini BIJB ternyata menemui kesulitan yang tidak sedikit.
Advertisement
Sepinya penumpang di BIJB Kertajati tak terlepas dari masih sedikitnya penerbangan di sana. Tercatat sampai sekarang baru ada Citilink dengan rute penerbangan Kertajati-Surabaya dengan penerbangan hanya satu kali dalam sehari.
"Ini kemudian sama seperti menentukan mana lebih dulu ayam atau telur. Maskapai bertanya mana penumpangnya kemudian penumpang bertanya mana penerbangannya. Ini yang jadi tantangan buat kami di sini," kata Agus di BIJB Kertajati, Jumat (2/11/2018).
Hal lain yang menjadi permasalahan sepinya penumpang di BIJB Kertajati adalah masih terbatasnya akses menuju lokasi dari Jakarta dan Bandung. Keberadaan jalan provinsi yang masih belum memadai turut menjadi penyebab sulitnya akses dari Jakarta dan Bandung menuju BIJB Kertajati.
"Jalan provinsi yang sebagian masih semak belukar jadi problem. Pertanyaannya siapa yang merawat dan jadi aset siapa karena dibangun oleh Kementerian PUPR, lahan punya Pemprov Jabar dan dibiayai BIJB," ujar Agus.
Agus menerangkan, akses dari Bandung ke BIJB Kertajati pun cukup sulit karena harus melewati Tol Cipularang-Cikampek-Cipali yang cukup memakan waktu. Diharapkan jalan Tol Cisumdawu segera rampung agar publik Bandung dapat dengan mudah menuju BIJB Kertajati.
"Kalau dari Cisumdawu ke Bandung kurang lebih jadinya 40 menit karena tinggal 62 kilometer," ungkapnya.
Â
Strategi
Sejumlah strategi telah diterapkan manajemen BIJB untuk mengatasi hal tersebut. Agus menyebutkan setidaknya ada empat strategi yang dilakukan untuk meramaikan bandara dengan total investasi mencapai Rp 4,8 triliun."Pertama kami memberikan kebijakan insentif kepada maskapai dengan tidak memberikan landing fee, parking fee, dan promosi bersama-sama lewat media sosial dan media massa," ujarnya.
Untuk sisi darat non aeronautika, BJIB juha meningkatkan jumlah penyewa gerai. Pihaknya memberikan diskon untuk menyewa tempat usaha di sana. Selain itu juga mengurangi jumlah revenue sharing dengan para calon penyewa gerai.
Tak hanya itu, Agus juga menyampaikan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan yang bekerja di sektor perjalanan pariwisata seperti ASITA dan PHRI untuk semakin meningkatkan kesadaran terhadap keberadaan BIJB Kertajati.
"Kami juga bekerjasama dengan pemerintah kota setempat dan bertemu dengan kepala daerahnya dan dinas pariwisata untuk menyampaikan bahwa bandara ini sangat mendukung pertumbuhan ekonomi di Ciayu Majakuning (Cirebon Indramayu Majalengka Kuningan)," ujarnya.
Strategi lainnya untuk meningkatkan penggunaan BIJB Kertajati adalah dengan menggelar berbagai macam acara seperti Kertajati Funbike dan lain sebagainya."Ini agar orang tertatik ke sini, lihat-lihat pameran-pameran di sini agar masyarakat tahu dan foto-foto di sini," ujarnya.
Di sisi lain, Agus juga mengungkapkan bahwa kendala utama yang menyebabkan sepinya BIJB Kertajati sampai saat ini. Kendala tersebut adalah masih dibukanya Bandara Husein Sastranegara di Bandung.
"Kendala utama cuma satu, itu Bandung belum ditutup karena Tol Cisumdawu juga belum jadi. Kalau (Bandara) Bandung sudah ditutup maka permasalahan Kertajati akan selesai semua," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement