Menko Darmin: Sejak Merdeka Transaksi Berjalan Kita Sudah Defisit

Selama 7 tahun terakhir hingga akhir 2017 defisit bisa dikendalikan oleh pemerintah dengan mengandalkan surplus dari transaksi modal dan keuangan.

oleh Merdeka.com diperbarui 10 Nov 2018, 13:30 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2018, 13:30 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat menjadi pembicara dalam acara Bincang Ekonomi di Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, Kamis (2/3). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menanggapi pelebaran defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal III 2018 yang tercatat sebesar USD 8,8 miliar atau 3,37 persen terhadap PDB. Defisit ini terjadi karena ekspor Indonesia belum mampu berjalan melampaui laju impor.

"Impornya ini masih tinggi, tinggal ekspornya gimana karena memang kita tidak bisa duga itu harus lihat datanya. Kelihatannya ekspornya memang menunggu sehingga mau enggak mau defisitnya makin besar," ujar Darmin seperti ditulis Sabtu (10/11/2018).

Defisit transaksi berjalan bukan sesuatu hal baru. Sebab hal ini telah terjadi sejak Indonesia merdeka. Pada masa orde baru, defisit ini utamanya terjadi karena banyak barang yang dibutuhkan tetapi tidak mampu diproduksi dalam negeri.

"Jangan lupa sejak merdeka kita selalu defisit kita belum pernah (tak defisit). Pernah mungkin beberapa kuartal tidak defisit, tapi praktis selama paling tidak sejak orde baru lah, sejak 1997 transaksi berjalan kita itu pada dasarnya defisit karena terlalu banyak produk yang tidak kita hasilkan tapi kita perlu," jelasnya.

Beberapa barang yang pada masa tersebut masih diimpor antara lain, bahan baku, barang setengah jadi maupun barang modal. "Memang perlu waktu kalau ingin membenahi transaksi berjalannya," kata Menko Darmin.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, selama 7 tahun terakhir hingga akhir 2017 defisit bisa dikendalikan oleh pemerintah dengan mengandalkan surplus dari transaksi modal dan keuangan.

"Kalau bisa nutup tidak masalah, malah kalau dia lebih cadangan devisanya naik. Nah sekarang dia memang meningkat defisit transaksi berjalan nya dan kebijakan yang lalu dia kan periode nya sampai September itu ya, bukan sampai Oktober atau November," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Defisit Transaksi Berjalan 3,37 Persen dari PDB

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik. Defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2018 tercatat sebesar USD 8,8 miliar atau 3,37 persen dari  PDB. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan defisit kuartal sebelumnya sebesar USD 8 miliar atau 3,02 persen dari PDB.

Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga kuartal III 2018 tercatat 2,86 persen PDB sehingga masih berada dalam batas aman.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman menjelaskan, peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa. 

Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik.

"Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia," jelas dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (9/11/2018). 

Defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.

Meski demikian, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya