Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Indonesia ke-11, Boediono menyebut kondisi perekonomian dunia saat ini begitu rentan terhadap instabilitas maupun krisis ekonomi. Hal itu karena gejolak perekonomian secara global merupakan pasar dari kapitalisme.
"Oleh sebab itu rawan terhadap krisis. Kalau di ekonomi nasional kita punya institusi mengkoordinasikan secara baik, dari fiskal, moneter dan lain-lain itu yang sebenarnya bisa menurunkan risiko instabilitas terhadap ekonomi. Di dalam global tidak ada yang bertanggung jawab kalau menjurus ke krisis. Tidak ada yang mau mengkoordinir," papar dia di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Boediono mengatakan, dalam keadaan seperti ini yang perlu dilakukan pemerintah adalah mewaspadai dan mengantisipasinya. Caranya, dengan mencermati berbagai faktor variabel yang erat kaitannya dengan indikator krisis ke depan.
"Apa yang kita lihat sekarang masalah trade war pelaku pasar pasti punya dampak negatif terhadap perekonomian dunia," dia menambahkan.
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu mengatakan, antisipasi perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan China menjadi penting. Sebab secara dampak perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia pun akan kena imbasnya.
"Negatif bisa saja ekspor kita secara umum menurun. Karena negara penghasil barang bisa masuk ke Amerika karena ada rambu-rambu tarif mereka mencari pasar baru salah satunya ke kita," pungkasnya.
Bos BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat Jadi 3,7 Persen di 2019
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi ekonomi global sepanjang 2018 hanya tumbuh 3,73 persen. Sedangkan pada 2019, pertumbuhan ekonomi global melambat ke level 3,70 persen.
"Pertumbuhan ekonomi dunia yang pada tahun 2018 diperkirakan sekitar 3,73 persen kemungkinan akan melandai ke 3,70 persen pada 2019," ujar Perry dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia di JCC, Jakarta, Selasa (27/11).
Perry mengatakan, ekonomi Amerika Serikat (AS) yang tahun ini tumbuh tinggi, diperkirakan akan menurun pada 2019. Sementara, ekonomi Uni Eropa dan China akan tumbuh melandai dari tahun 2018 ke 2019.
Perkembangan tersebut, kata Perry, mendorong volume perdagangan dan harga komoditas dunia yang tetap rendah. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mendorong ekspor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi.
"Karenanya menjadi tantangan bagi upaya kita untuk menjadikan ekspor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, tekanan inflasi mulai tinggi di AS dan cenderung akan meningkat di Uni Eropa dan sejumlah negara lain," tandasnya.
Advertisement