Liputan6.com, Jakarta Harga ayam turun dalam beberapa hari terakhir. Peternak ayam di sejumlah daerah pun mengeluhkan kondisi harga hewan terrnaknya ini.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku masih akan mendalami anjloknya harga pangan tersebut. Langkahnya antara lain berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk melakukan pemeriksaan langsung.
"Saya juga bingung kenapa jadi jauh bedanya peternak dengan di pasar nggak tahu saya harus cek dulu," ujar dia di Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Advertisement
Menko Darmin mengatakan secara tren setelah Lebaran biasanya harga ayam stabil atau kemungkinan naik. Namun saat ini justru berbalik.
Itu sebabnya pemerintah akan turun tangan untuk melakukan pengecekan langsung. "Saya belum tahu seperti apa kejadiannya," imbuh Darmin.
Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Haryo Soekartono meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk memperhatikan kondisi harga pangan khususnya untuk ayam. Dari laporan yang diterimanya terdapat dua lokasi anjloknya harga ayam.
"Saya tadi sampaikan ke WA bapak ada harga pangan ayam, dari peternak Rp 7 ribu diterima, tapi dijual di pasar dengan harga Rp 29 ribu," kata Bambang Haryo di ruang sidang Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Seperti diketahui, anjloknya harga ayam ras, membuat peternak di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta gulung tikar. Jika dalam kondisi normal harga ayam mencapai Rp 40.000 per ekor, namun saat ini para peternak mengobral seharga Rp 25.000 per ekor dengan berat 2 kilogram (kg).
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) Jawa Tengah, Parjuni mengatakan, anjloknya harga daging ayam ras di pasaran terjadi sejak April lalu. Kondisi tersebut membuat para peternak mandiri di wilayah Jawa Tengah dan DIY gulung tikar.
"Menyikapi kondisi tersebut, kami menggelar aksi obral ayam di Jalan Adi Sucipto. Aksi ini sebagai bentuk protes kepada pemerintah, selama ini sudah banyak para peternak mandiri yang gulung tikar," ujar Parjuni, kemarin.
Parjuni menilai, anjloknya harga jual ayam ras di pasaran sudah berada di bawah biaya produksi yang dikeluarkan. Sebab harga pokok produksi (HPP) sebesar Rp 18.500 per kilogram, namun harga jual saat ini hanya diangka Rp8 ribu sampai 9 ribu per kilogram.
"Kerugian peternak sudah tidak terhitung lagi, jadi wajar kalau mereka banyak yang memilih menutup usaha," katanya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Harga Ayam Anjlok, Pengusaha Minta Pemerintah Benahi Sektor Hulu
Sejumlah asosiasi peternak ayam menginginkan agar pemerintah melakukan pembenahan dengan konkret di sektor hulu dalam rangka mengatasi kelebihan stok yang ditengarai menjadi penyebab utama menurunnya harga ayam.
"Sebenarnya sekarang sudah ada yang mengurangi, tapi tidak semua. Semestinya ada peraturan menteri yang mendasari kebijakan itu supaya lebih efektif. Kalau seperti ini cuma memberi harapan palsu saja," ujar Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Singgih Januratmoko seperti dikutip dari Antara, Rabu (26/6/2019).
Menurut Singgih, kebijakan yang telah ditetapkan di hilir itu tidak akan berjalan, jika kondisi dan kebijakan di hulu tidak dibenahi secara serius.
Â
BACA JUGA
Â
Singgih mengakui Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mengambil sikap dengan mengeluarkan instruksi untuk memangkas jumlah anak ayam (day old chicken/DOC) selama periode 24 Juni hingga 23 Juli mendatang. Pada masa tersebut, Kementan meminta pelaku usaha menarik 30 persen telur yang siap menetas.
Namun, menurut Singgih, sejak efektif per 24 Juni lalu, kebijakan tersebut dinilai belum terasa realisasinya di lapangan.
"Ini bisa dilihat dari harga jual ayam di beberapa daerah sentra sempat menyentuh Rp8.000 per kilogram, padahal biaya produksi yang dibutuhkan mencapai Rp18.500 per kilogram. Anehnya, ketika harga di peternak merosot tajam, harga jual ayam di pasar atau di tingkat konsumen tetap tinggi yakni berkisar Rp35.000 per kilogram. Masyarakat sebagai konsumen akhirnya juga ikut dirugikan karena membeli dengan harga tinggi," ungkapnya.
Sementara itu Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional, Ki Musbar Mesdi mengatakan anjloknya harga ayam di tingkat peternak telah menyebabkan kerugian besar, bahkan tidak sedikit peternak rakyat yang gulung tikar.
"(Anjloknya harga ayam) Bukan hanya mengancam, tapi sudah buat mereka gulung tikar. Para peternak sakit secara fisik, stres mikirin utang ratusan juta kerugiannya," ujarnya.
Â
Advertisement
Masalah Data Riil
Secara terpisah, pakar peternakan dari UGM Bambang Suwignyo mengatakan masalah harga sangat rendah ini berawal dari tidak adanya data yang riil dan akurat mengenai pasokan dan permintaan ayam di dalam negeri.
Menurut Bambang, kalaupun perusahaan besar memiliki data produksi dan penjualan, namun data-data itu belum tentu bisa diakses publik, atau bahkan sulit diakses pemerintah.
"Data yang diketahui itu peredaran ayam hidup di Indonesia sekitar 50 juta ekor per pekan," ucapnya. Ia menambahkan jika data sudah akurat, maka masalah ini harus diatasi mulai di hulu oleh kementerian terkait. Tanpa data yang akurat, lanjut dia, produksi pun tidak dilakukan dengan dasar yang jelas.
Pada sarana produksi, kata Bambang, tanggung jawabnya ada di Kementan karena terkait antara lain pakan, DOC, dan bibit.
Sedangkan terkait harga, maka kewenangannya ada di Kementerian Perdagangan yang sudah mengeluarkan Peraturan Mendag Nomor 96 Tahun 2018 yang mengatur tentang harga acuan dari peternak.