Liputan6.com, Jakarta Indonesia negara kaya sudah bukan lagi rahasia. Kekayaan sumber daya alam terbentang dari Sabang hingga Merauke.
Ketidakmampuan Indonesia dalam menggali potensi SDA ini membuat pemerintah terdahulu mengundang asing ikut mengelola. Besarnya dana investasi membuat asing bercokol lama.
Advertisement
Baca Juga
Saban tahun, Indonesia harus rela melihat kekayaan alamnya dinikmati negara dunia. Apalagi saat harga komoditas dunia meningkat, membuat Indonesia semakin merana. Sebab, tidak bisa meraup maksimal hasil kekayaan alamnya.
Kini, saat Indonesia berusia 74 tahun, telah terdapat sejumlah titik tambang yang kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Meski tak sepenuhnya dinasionalisasi, namun, setidaknya Indonesia kini bisa berbangga karena mendapat pembagian keuntungan paling besar.
Berikut daftar aset nasional yang berhasil direbut kembali oleh negara:
Freeport
Salah satu konsesi yang kembali ke pangkuan Indonesia adalah Freeport. Freeport merupakan tambang emas terbesar di dunia. Tak hanya emas, tambang gunung Grasberg ini juga memiliki kandungan bijih lain, yakni tembaga dan perak.
Kontrak karya ditandatangani pertama kali pada 1967 berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pertambangan. Berikutnya pada 1991 kontrak karya kedua kembali diteken dan berlaku 30 tahun mendatang, dengan opsi perpanjangan dua kali, masing-masing 10 tahun.
Pemerintah sempat meminta renegosiasi kontrak karya itu. Sebab beleid baru tentang pertambangan sudah lahir, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Namun Freeport tidak mau mengubah kontrak sesuai akta itu.
Polemik keberadaan Freeport Indonesia di Tanah Air kemudian menemui babak baru. Pemerintah yang memiliki ambisi merebut Freeport kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara(Minerba).
Intinya, melalui aturan ini, pemerintah membuka peluang perusahaan tambang untuk ekspor konsentrat dengan syarat mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK. Selain itu harus tetap membayar bea keluar.
Meski awalnya sempat menolak, Freeport akhirnya takluk dan menyetujui aturan main pemerintah. Inalum ditugaskan membeli sisa saham agar kepemilikan negara menjadi 51 persen. Sebelumnya, Indonesia hanya memiliki 9,36 persen saham perusahaan asal Amerika Serikat (AS).
Menurut Presiden Jokowi, hal ini merupakan momen yang bersejarah, setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973.
"Bahwa nantinya income pendapatan baik pajak, non-pajak, royalti lebih baik. Dan inilah kita tunggu. Mendapat laporan terkait lingkungan yang berkaitan dengan smelter telah terselesaikan dan sudah disepakati. Artinya semuanya sudah komplit dan tinggal bekerja saja."
Advertisement
Blok Rokan
Blok Rokan ditetapkan oleh pemerintah untuk dikelola oleh Pertamina pada 2021. Blok Rokan merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia dengan cadangan 500 juta sampai 1,5 miliar barel setara minyak.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan setelah diserahkan ke Pertamina mulai 2021, perusahaan tersebut akan berbagi hak partisipasi (Participating Interest/PI) ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan porsi 10 persen. "Untuk ke depannya selain diserahkan Pertamina, 10 persennya diserahkan hak partisipasi BUMD yang ditunjuk," tutur Arcandra.
Arcandra mengungkapkan, proposal yang diajukan Pertamina untuk mengelola Blok Rokan lebih baik dibandingkan Chevron. Pertamina telah menjanjikan beberapa hal yang menguntungkan negara. Dengan mekanisme bagi hasil migas gross split, negara akan mendapat porsi 48 persen. "48 persen ke pemerintah, split variabel banyak sekali lapangannya setiap lapangan beda-beda ada 104 lapangan," tuturnya.
Arcandra melanjutkan, setelah memenangkan Blok Rokan, negara mendapat bonus tanda tangan USD 784 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun, potensi pendapatan negara dari kegiatan produksi selama 20 tahun sejak 2021 sebesar USD 57 miliar atau Rp 825 triliun dan komitmen kerja pasti USD 500 juta atau Rp 7,2 triliun.
Blok Mahakam
Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam, Kalimantan Timur kepada PT Pertamina per 1 Januari 2018. Kontrak Blok Mahakam sendiri habis pada 2017 dari Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.
PT Pertamina (Persero) menyiapkan dana investasi senilai USD 180 juta atau setara Rp 2,33 triliun untuk mencukupi kebutuhan masa transisi pengambilalihan Blok Mahakam pada 2017. Investasi tersebut guna menjaga tingkat produksi blok tersebut setelah dilakukannya amandemen kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) Blok Mahakam.
Blok Mahakam adalah blok terbesar di negeri ini. Sudah cukup lama dikelola perusahaan minyak asing sekitar 50 tahun.
Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, mengatakan pengelolaan WK Mahakam sebagai produsen gas bumi terbesar di Indonesia dan menyumbang sekitar 13 persen produksi gas nasional, tidak dapat dilepas dari usaha keras operator sebelumnya.
"SKK Migas, Pertamina Hulu Mahakam, dan TEPI telah bekerjasama untuk proses alih kelola yang lancar sehingga terlaksananya kesinambungan operasi dan produksi migas dari Blok Mahakam," papar Amien.
Advertisement
Newmont
Pengambilalihan aset negara dari tangan asing juga terjadi pada perusahaan tambang asal Amerika Serikat PT Newmont Nusa Tenggara. Perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan tembaga di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut diambil alih oleh perusahaan energi nasional Medco Energi, setelah itu kemudian Newmont Nusa Tenggara diubah namanya menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara.
"Newmont, tambang emas terbesar di Nusa Tenggara ini diambil alih semuanya oleh pengusaha nasional," kata Jokowi dalam Kongres Ekonomi Umat dengan tema "Arus Baru Ekonomi Indonesia" yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
Menurut Presiden Jokowi, meski Newmont diakuisisi perusahaan swasta, tetap ada peran pemerintah dalam proses peralihan kepemilikan tersebut. Presiden Jokowi pun berharap ke depannya akan ada lagi aset negara yang dikuasai asing beralih ke pihak nasional.
Reporter : Harwanto Bimo Pratomo
Sumber : Merdeka.com