Perbaikan Izin Investasi Lebih Penting daripada Bentuk Kementerian Baru

Wacana pembentukan kementerian investasi ditanggapi berbagai kalangan

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Agu 2019, 15:30 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2019, 15:30 WIB
Sederet Makna Baju Adat yang Dikenakan Jokowi dalam Berbagai Kesempatan
Jokowi berbaju adat Sunda. (dok. Instagram @sekretariat.kabinet/https://www.instagram.com/p/Bto1KisAVZb/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pembentukan kementerian investasi tidak akan memberi kontribusi banyak terhadap perbaikan investasi di Indonesia. Kementerian investasi merupakan salah satu perubahan dalam susunan kabinet kerja jilid II Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Peneliti Indef, Eko Listianto mengatakan sebetulya yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk menggenjit investasi bukan pembentukan kementerian baru. Melainkan perbaikan sistem yang selama ini dianggap sebagai penghambat masuknya investasi.

"Memang sepertinya pemerintah arahnya kesitu (perbaikan investasi), tapi in detail kita belum lihat turunan-turunan regulasi yang diwacanakan, yang paling seru kan (malah pembentukan) Kementerian Investasi," kata dia dalam sebuah acar diskusi bertajuk RAPBN 2020: Solusi atas Perlambatan Ekonomi, di Kantor Indef, Jakarta, Senin (19/8/2019).

Selain itu, Eko menyebutkan pembentukan kementerian investasi tersebut belum diketahui sejauh apa keefektivannya dalam mengerek nilai investasi RI.

"Kelembagaan yang kita belum tahun kira-kira efektif engga," ujarnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perbaikan Birokrasi

Jokowi Rapat Bareng Menteri Kabinet Kerja
Presiden Jokowi saat akan memimpin Rapat Terbatas Evaluasi Proyek Strategis Nasional, Jakarta, Senin (16/4). Jokowi mengatakan proyek strategis nasional yang mulai dikerjakan pada 2018 agar segera dieksekusi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Padahal menurutnya, ada hal lain yang jauh lebih penting harus dilakukan. Yaitu perbaikan - perbaikan beberapa sektor yang selama ini selalu menjadi masalah dalam proses investasi. Salah satunya adalah birokrasi yang berbelit-belit terutama di tingkat pemerintah daerah.

"Kalau saya secara umum menyebut problem investasi bukan pada aspek apakah harus ada kementerian investasi atau gak, tapi fakatnya berkaitan dengan aspek ketenagakerjaan, aspek lahan, aspek berbelit-belitnya perizinan di daerah dan lain-lain," ujarnya.

Jika hal-hal tersebut tidak dibereskan, keberadaan kementerian investasi yang fokus pada bidang investasi pun dinilai tidak akan mendatangkan perbaikan yang signifikan.

"Secara umum mungkin gak banyak merubah kemampuam kita untuk mengundang investor," tutupnya.

Ekonom: Bentuk Kementerian Investasi Belum Tentu Selesaikan Masalah

Bersama Ma"ruf Amin, Jokowi Sampaikan Pidato Visi Indonesia
Presiden RI terpilih 2019-2014, Joko Widodo saat menyampaikan pidato Visi Indonesia di SICC, Sentul, Kab Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/7/2019). Acara ini dihadiri sejumlah menteri kabinet kerja serta Wakil Presiden terpilih 2019-2024, KH Ma’ruf Amin. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan susunan kabinet kerja jilid II periode 2019-2024 telah selesai dilakukan. Dalam susunan tersebut, Jokowi membocorkan akan ada kementerian yang dilebur dalam pemerintahan mendatang.

Salah satu perubahan adalah Jokowi akan membentuk kementerian yang fokus menangani investasi. Namun demikian, jumlah menteri tetap seperti saat ini yakni 34 kementerian.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, mengaku tidak sependapat mengenai adanya Kementerian Investasi. Sebab, dia menilai sudah ada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mengurusi masalah investasi.

"Tapi kita tunggu saja bagaimana bentuk Kementerian Investasi ini semoga menteri ini sekaligus juga sebagai Kepala BKPM," katanya saat dihubungi merdeka.com, Kamis, (15/8/2019).

Piter mengatakan, adanya Kementerian Investasi ini secara tujuan memang baik yakni mendorong investasi yang memang saat ini dibutuhkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi saat ini, pertumbuhan ekonomi nasional masih stagnan berada di kisaran 5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi 5 persen kita butuh lebih dari 6 persen agar bisa keluar dari middle income trap sekaligus memanfaatkan bonus demografi," imbuh dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya