Mentan: Indonesia Bakal Makmur Jika Bisa Manfaatkan Air dari Langit

Apabila air cukup tersedia, planting indeks (indeks pertanaman) dari 1 kali bisa 3 kali.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 03 Okt 2019, 20:23 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2019, 20:23 WIB
Mentan: Terima Kasih Petani Indonesia Telah Bekerja Keras Tingkatkan Hasil Produksi
Amran mengungkapkan banyak terima kasihnya pada seluruh petani di Indonesia, karena telah bekerja keras meningkatkan hasil produksi beras.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap musim kemarau, beberapa daerah di Indonesia mengalami kekeringan. Kemarau panjang tidak hanya berdampak terjadinya krisis air bersih, lahan pertanian pun mengalami gagal panen akibat sumber mata air dan irigasi kering kerontang.

Untuk itu, Menteri Pertanian Amran Sulaeman meminta Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) memanen air hujan, yaitu mengumpulkan, menampung dan menyimpan air hujan. Salah satu metode konservasi air untuk mengairi lahan-lahan pertanian tertutama sawah tadah hujan adalah dengan Rainwater Harvesting System.

"Kata kuncinya jangan biarkan air hujan jatuh ke bumi lalu mengalir ke laut. Bagaimana caranya kita tahan air itu, kalau perlu didaur ulang 2-3 kali," kata Amran saat Simposium IX dan Kongres VIII Perhimpi di Bogor, Kamis (3/10/2019).

Ia meyakini sistem ini mampu meningkatkan produksi pertanian berlipat ganda. Apabila air cukup tersedia, planting indeks (indeks pertanaman) dari 1 kali bisa 3 kali.

"Belum lagi alat dan mesin pertanian yang terus bergerak setiap saat, termasuk petani yang terus bergerak untuk bertanam. Insya Allah akan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi," terangnya.

Amran mencontohkan bagaimana Negara Jerman bisa mendaur ulang dan memanfaatkan air yang ada hingga 40 kali. Demikian pula Taiwan dan Korea Selatan, membangun embung besar-besaran untuk kepentingan pertanian.

"Jika Indonesia bisa memanfaatkan air yang jatuh dari langit dan tidak membiarkan masuk ke lautan, Indonesia pasti makmur. Lumbung pangan dunia bisa lebih cepat kita raih," kata dia.

Selain untuk pertanian, air hujan yang dipanen dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat seperti mencuci, mandi dan bahkan dapat digunakan untuk memasak jika kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan.

"Saat ini embung sudah ada ribuan, tetapi belum cukup. Dari 40 juta hektar lahan pertanian idealnya 1 embung untuk 20 hektar," kata dia.

 

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Gerakan Panen

Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi Sepekan ke Depan
Awan mendung menggelayut di langit Jakarta, Kamis (1/2). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi curah hujan dari sedang hingga tinggi akan terjadi hingga 1 minggu ke depan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

 

Ketua Perhimpi, Fadjry Djufry mengatakan berencana melakukan berbagai aksi Gerakan Panen dan Hemat Air yang akan langsung dilakukan seluruh Indonesia.

"Memang inline dengan apa yang menjadi harapan Pak Menteri. Sudah sejak 25 tahun silam sampai sekarang, kita melakukan gerakan panen dan hemat air yang disosialisasikan di masyarakat," tutur Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) ini.

Gerakan pemanfaatan air yang jatuh ke bumi agar tidak langsung terbuang begitu saja akan terus dilakukan sehingga permasalahan kekeringan bisa teratasi.

"Nantinya air tersebut bisa digunakan untuk apa saja. Bisa untuk pertanian, peternakan dan lainnya," ujarnya.

Perhitungan pakar di Perhimpi, lanjut Fadjry, sekitar 50-60 persen air hujan yang jatuh ke tanah langsung mengalir sampai ke laut tanpa adanya tampungan.

"Rata-rata curah hujan di Indonesia, 2-3 ribu mm per tahun sedangkan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman pangan khususnya padi adalah 1500-200 mm per tiga bulan. Sehingga ketersediaan air untuk tanaman pangan masih tersedia jauh daripada kebutuhan tanaman pangan," terangnya.

Pembangunan fisik infrastruktur air seperti embung, long storage hingga dam parit memang menjadi solusi yang diharapkan bisa memanen air disaat musim penghujan dan dipergunakan ketika musim kemarau.

 

Strategi

Kabut Asap
Operasi pemadaman karhutla proses hujan buatan sukses dilakukan di Riau dan Kalimantan Tengah pada Rabu (18/9/2019). (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Namun begitu, perlu ada strategi untuk bisa memanfaatkan ketersediaan air, sebab ketersediaan dan keadaan curah hujan di masing-masing daerah.

"Curah hujan di tiap daerah memang tidak sama dan merata. Di NTT misalnya, ada curah hujan cuma 2 bulan saja, sisanya kering," tuturnya.

Karena itu, dalam program Perhimpi akan lebih banyak penerapan pola adaptasi terhadap ketersediaan air.

"Di Balitbangtan sendiri misalnya, kita membuat varietas unggul yang adaptif pada kondisi lingkungan yang ada. Termasuk budidayanya," tutur Fadjry.

Sehingga, Perhimpi tidak hanya bergerak untuk memanen air saja, tetapi juga berhemat air mengingat kondisi yang berbeda-beda di wilayah Indonesia.

Contohnya, di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki sumberdaya air yang sedikit. Sedangkan di Jawa Barat yang memiliki sumber air yang melimpah, paling penting adalah proses memanen airnya dengan ditampung di berbagai bentuk bangunan air seperti embung, long storage dan lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya