Liputan6.com, Jakarta - Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) periode November memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps.
Dengan begitu, GWM masing-masing menjadi 5,5 persen dan 4,0 persen, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0 persen. Keputusan ini berlaku efektif pada 2 Januari 2020.
Advertisement
Baca Juga
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan kebijakan ini diambil dengan tujuan untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam meningkatkan pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Dia menyebutkan penurunan ini akan mengguyur likuiditas senilai Rp 26 triliun.
"Penurunan GWM akan menambah likuiditas untuk seluruh bank. Untuk Bank Umum dengan penurunan GWM 50 bps akan menambah likuiditas Rp24,1 triliun, sementara untuk Bank Umum Syariah Rp1,9 triliun jadi dengan penurunan GWM seluruh bank Rp26 triliun," kata Perry, di kantornya, Jakarta, Kamis (21/11).
Dia juga memastkan ke depannya transmisi pelonggaran kebijakan moneter BI terus berlanjut didukung kecukupan likuiditas perbankan yang memadai serta pasar uang yang stabil dan efisien.
"Strategi operasi moneter juga terus diperkuat untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif," ujarnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Likuiditas Perbankan Baik
Secara keseluruhan BI mencatat kondisi likuiditas perbankan tetap baik, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang besar yakni 19,43 persen pada September 2019, tidak jauh berbeda dari kondisi Agustus 2019 sebesar 19,47 persen.
Sementara untuk Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan sendiri terpantau terus menurun dari level 94,04% pada Agustus menjadi 93,76 persen pada September 2019.
Advertisement