PLN Minta Harga Gas Turun Jika Tarif Listrik Tak Ingin Naik

PT PLN (Persero) ingin harga gas untuk sektor kelistrikan diturunkan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 29 Jan 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2020, 11:00 WIB
20170621-PLN Berikan Diskon Biaya Penyambungan Tambah Daya-Antonius
Petugas PLN melakukan penyambungan penambahan daya listrik di Jakarta, Rabu (21/6). Menyambut lebaran, PLN memberikan bebas biaya penyambungan untuk rumah ibadah dan potongan 50 persen untuk pengguna selain rumah ibadah. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) ingin harga gas untuk sektor kelistrikan diturunkan. Hal ini untuk menjaga agar biaya produksi listrik tetap rendah, sehingga kenaikan tarif listrik bisa dihindari.

Direktur Pengadaan Strategies II Djoko Raharjo Abumanan mengatakan, saat ini harga gas untuk bahan bakar pembangkit masih terbilang mahal, yaitu USD 9,3 per MMBTU. Sedangkan kebutuhan gas untuk pembangkit sebanyak 55 kargo per tahun.

"Gimana harga gasnya jangan mahal-mahal," kata Djoko, di Jakarta, Rabu (29/1/2020).

 

Menurut Djoko, dengan diturunkannya harga gas untuk bahan bakar pembangkit maka biaya pokok produksi listrik dapat terjaga. Sehingga kenaikan tarif listrik bisa dihindari.

"Kan kita perlu (Pengaturan) pasar, (untuk) ngurangin subsidi, turunin harga gas (biar tarif tetap)," tuturnya.

Djoko mengungkapkan, besaran penurunan harga gas yang cocok untuk menjaga biaya pokok produksi listrik agar tetap rendah adalah menjadi USD 6 per MMBTU. Hal ini seperti yang diminta oleh kalangan industri.

"Iyalah (turun ke USD 6 per MMBTU. listrik mau naik ngga? (nggak)," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemerintah Kaji 3 Opsi Buat Pangkas Harga Gas, Salah Satunya Impor

Selama ini, PKT membeli gas seharga US$ 6 dari perusahaan minyak dan gas lepas pantai guna memasok 5 pabrik produksi pupuk.(Liputan6.com/Abelda Gunawan)
Selama ini, PKT membeli gas seharga US$ 6 dari perusahaan minyak dan gas lepas pantai guna memasok 5 pabrik produksi pupuk.(Liputan6.com/Abelda Gunawan)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan beberapa opsi yang akan dijalankan pemerintah, untuk menurunkan harga gas industri sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Arifin mengatakan, beberapa opsi telah disusun untuk menurunkan harga gas sektor industri, dengan batas maksimal USD 6 per MMBTU pada Maret 2020.

"Pemerintah telah menyusun opsi untuk menurunkan harga gas industri tertentu sampai dengan target Maret 2020," kata Arifin, di Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Opsi untuk menurunkan harga gas di antaranya biaya penyaluran atau transmisi. Komponen tersebut menjadi penentu dalam menetapkan harga gas industri. Untuk itu, pemerintah akan memangkas biaya transmisi di sejumlah wilayah, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Bagian Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Biaya transmisi ini sendiri diatur dan ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. Selama ini, biaya transmisi berada di kisaran USD0,02 - USD1,55 MMBTU.

Selain menurunkan biaya transmisi, Pemerintah juga akan mengevaluasi kembali biaya niaga. "Biaya penyaluran (transmisi dan distribusi) dan biaya niaga merupakan bagian dari menjalankan opsi pertama Pemerintah dalam mengurangi jatah negara dan efisiensi penyaluran gas," jelas Arifin.

Kewajaran transmisi akan menjadi pertimbangan utama sebagaimana yang dijalankan di Blon Kangean, Madura dimana sebelumnya terdapat formula yang menyebabkan kenaikan harga gas sebesar 3 persen per tahun. "Ini sudah kami hapuskan," imbuhnya.

Opsi kedua, kewajiban badan usaha pemegang kontrak kerja sama untuk menyerahkan sebagian gas kepada negara (Domestic Market Obligation/DMO). Kewajiban ini akan segera ditetapkan dalam aturan DMO baru.

"Kita akan membagi kepada industri-industri yang strategis dan pendukung dan mana yang bisa dilakukan perdagangan sesuai dengan kewajaran bisnis," kata Arifin.

Pilihan Terakhir

Gas Bumi
Ilustrasi Foto Gas Bumi (iStockphoto)

Pilihan kebijakan terakhir adalah impor gas. "Kami memberikan keleluasan bagi swasta mengimpor gas untuk pengembangan kawasan industri yang belum terhubung jaringan gas," jelas Arifin.

Ketiga opsi ini sedang dalam tahap kajian oleh Kementerian ESDM dimana kebijakan yang ditentukan tidak akan merugikan bisnis gas yang tengah berjalan.

"Kami sedang melakukan pengkajian cukup detail dan bagaimana mekanisme penyaluran yang ada dan kontrol terhadap distribusi gas tanpa merugikan investor yang terlibat di dalamnya," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya