Liputan6.com, Jakarta - Puluhan ribu penerbangan dari dan ke langit China mengalami pembatalan dalam beberapa pekan terakhir. Pembatalan penerbangan tersebut menjadi bukti nyata bahwa virus Corona membuat China tertatih-tatif.
Mengutip laman New York Times (24/02/2020), tercatat sejak 23 Januari hingga awal Februari kemarin, jumlah keberangkatan dan kedatangan untuk penerbangan domestik dan internasional turun menjadi 2.004 penerbangan saja.
Padahal biasanya atau saat normal, jumlah penerbangan baik keberangkatan maupun kedatangan mencapai 15.072 penerbangan. Lebih dari 13 ribu penerbangan tak beroperasi karena krisis.
Advertisement
Upaya isolasi China dari dunia dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi yang signifikan. Menurut Organisasi Pariwisata Dunia (World Tourism Organization/WTO) PBB, pelancong China menyumbang sekitar seperlima dari seluruh pengeluaran pariwisata, lebih banyak dari negara lain.
Pada 2018, penduduk China menghabiskan USD 277 miliar untuk melakukan perjalanan ke luar negeri.
Jika krisis virus Corona sama seperti wabah SARS pada awal 2000-an, maka akan berpotensi menghilangkan USD 29 miliar pendapatan maskapai global tahun ini.
Sebagai informasi, wabah SARS menghapus sekitar USD 6 miliar pendapatan tahunan untuk maskapai penerbangan dunia dan butuh sembilan bulan untuk lalu lintas penumpang internasional pulih.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Sebut Dampak Virus Corona ke Ekonomi Lebih Besar dari Perang Dagang
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut jika penyebaran Virus Corona (Covid-19) akan memberikan dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan ketegangan perdagangan global. Itu karena virus asal Wuhan, China itu menghantam berbagai lini ekonomi, baik dari sisi industri, perdagangan, investasi dan pariwisata.
Ini diungkapkan Sri Mulyani dalam akun Facebook resminya, seperti dikutip Minggu (23/2/2020). "Pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan mengalami peningkatan karena perbaikan kondisi keuangan global dan berkurangnya ketegangan perdagangan, dibayangi oleh risiko ketegangan geopolitik, ketidakpastian kebijakan dan Covid-19 (Virus Corona)," tulis dia.Â
BACA JUGA
Dia mengungkapkan, dalam pertemuan G20 hari ini, negara-negara G20 menyampaikan simpati kepada masyarakat dan negara yang terdampak Virus Corona, khususnya China. Negara-negara ini juga menyepakati perlunya komitmen global untuk mengatasi dampak Virus Corona, baik dalam pencegahan penyebarannya maupun munculnya virus serupa di masa depan.
Dia menyebut, negara-negara G20 berkomitmen untuk menggunakan semua alat kebijakan guna mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif, serta tahan terhadap downsize risk.
Sementara di Indonesia, reformasi struktural juga terus dilanjutkan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan. Kebijakan fiskal harus fleksibel dan ramah pertumbuhan, sementara kebijakan moneter harus terus mendukung kegiatan ekonomi dan mampu memastikan stabilitas harga, konsisten dengan mandat bank sentral.
"Perdagangan internasional dan investasi juga harus ditingkatkan karena merupakan mesin penting pertumbuhan, produktivitas, inovasi, penciptaan lapangan kerja dan pembangunan,"Â jelas dia.
Siri Mulyani memastikan jika kebijakan global dalam menangani risiko turunnya ekonomi global juga menjadi perhatian utama Indonesia.
Pemerintah menggunakan berbagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat antara lain dengan bauran kebijakan ekonomi dan fiskal.
"Kementerian Keuangan mendorong percepatan belanja efektif dan tepat sasaran serta berbagai insentif sebagai stimulus khususnya di sektor pariwisata yang terkena dampak besar dari virus corona," tandas dia.
Advertisement