Menteri Teten Ungkap Alasan Rentenir Masih Jadi Primadona di Masyarakat

Pinjaman modal rentenir, debt collector atau Bank Emok masih dinanti-nanti sebagian besar masyarakat.

oleh Athika Rahma diperbarui 29 Apr 2020, 13:50 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2020, 13:50 WIB
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki saat membuka Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia (JIFFINA 2020), Sabtu (14/3/2020). (Dok Kemenkop dan UKM)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki saat membuka Jogja International Furniture and Craft Fair Indonesia (JIFFINA 2020), Sabtu (14/3/2020). (Dok Kemenkop dan UKM)

Liputan6.com, Jakarta - Di era serba digital dan modern seperti saat ini, kehadiran rentenir, debt collector atau Bank Emok masih dinanti-nanti sebagian besar masyarakat.

Menteri Koperasi dan UMKM (Menkop UKM) Teten Masduki menyatakan, meskipun mereka tahu resiko berurusan dengan rentenir, masyarakat khususnya para pedagang pasar ternyata masih memilih meminjam uang kepada rentenir karena cara penawaran mereka.

"Jam 12 malam, ketika ada kiriman barang, para rentenir tahu kalau para pedagang butuh uang saat itu juga. Jadi mereka datangi pedagang itu, tawarkan pinjaman. Mereka yang agresif, mendatangi calon debiturnya," kata Teten dalam video conference peluncuran NUCareer, Rabu (29/4/2020).

Teten bilang, hal ini berbeda dengan yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dengan eksistensi yang kurang merangkul para pedagang pasar, yang menjalankan operasional di kantor, dengan jam buka dan jam tutup.

"Jadi bukan pedagang yang datang ke kantor koperasi atau bank, mereka nggak punya waktu juga karena sibuk berdagang. Padahal bunganya 1 persen itu (rentenir) per hari, tapi mereka mau," kata Teten.

Lebih lanjut, pihaknya kini tengah gencar melakukan program melawan Bank Emok ini. Salah satu caranya ialah dengan mencari talenta yang memiliki keahlian menawarkan pinjaman yang jauh lebih baik dari debt collector tapi dengan pendekatan yang lebih humanis, tidak seperti debt collector yang lekat dengan kekerasan.

Daya Serap Industri

Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun, saat ini, daya serap industri terutama yang menyasar lulusan pesantren masih sangat rendah. Oleh karenanya, Teten usul agar lulusan pesantren juga bisa menjadi penawar pinjaman dengan kualifikasi yang sesuai dengan syariat agama.

"Nah, bisa juga nih, santri-santri yang sudah lulus, mereka dijadikan rentenir sepert ini, tentunya dengan pola yang jauh lebih baik, approachnya bagus. Dan ini juga bisa membantu teman-temannya sesama santri melakukan pembiayaan dagang mereka juga, kan," usul Teten.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya