Tekan Pencemaran Laut, Pemerintah Bakal Edukasi Warga di Pesisir

Tingginya pencemaran laut yang mempelopori lahirnya gerakan sosial oleh masyarakat guna mendukung kebersihan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 10 Jun 2020, 13:10 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2020, 13:10 WIB
Polusi plastik di lautan
Pencemaran plastik bermula dari begitu banyaknya polusi plastik yang mengapug di lingkungan kelautan di mana garam laut berasal.(Sumber EPA)

Liputan6.com, Jakarta - Tingginya pencemaran laut yang mempelopori lahirnya gerakan sosial oleh masyarakat guna mendukung kebersihan dan kelestarian area laut, dibenarkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Safri Burhanuddin.

Hal ini, kata Safri, salah satunya disebabkan kebiasaan masyarakat utamanya daerah pesisir yang nilainya kurang bersih.

"Hampir semua daerah kumuh, khususnya kawasan nelayan, mereka di sekitarnya itu sangat jorok, anak-anaknya itu terbiasa lihat sesuatu yang kotor. Kalau dia terbiasa lihat yang kotor, maka yang kotor itu adalah sesuatu yang lumrah, karena tiap hari melihat. Tapi kalau tiap hari melihat yang bersih, maka kotor itu dianggap sesuatu yang tidak baik," beber Safri, Rabu (10/6/2020).

Untuk itu, Safri mengaku bahwa Kemenko Marves bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga terkait lainnya, menargetkan edukasi melalui mindset masyarakat, termasuk melalui kurikulum pendidikan.

"Jadi target kita teman-teman dari Kemenko maritim dan teman-teman dari LHK dan KKP bagaimana melakukan aksi bersih melalui mindset dia, melalui pendidikan dia, masuk di kurikulum," kata Safri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kebiasaan

Antusiasme Nelayan Muara Gembong Kumpulkan Tumpahan Minyak Pertamina
Nelayan mengumpulkan tumpahan limbah minyak (oil spill) yang mencemari Pantai Muara Beting, Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (28/7/2019). Nelayan Muara Gembong memilih untuk menjadi pengepul oil spill karena tidak mungkin melaut dalam kondisi air tercemar. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Lebih lanjut, Safri mengungkapkan apabila kebiasaan ini tak kunjung berubah, dan volume sampah di laut semakin meningkat, maka akan merusak keseimbanagn ekosistem laut. Smentara laut juga merupakan sumber absorpsi karbondioksida paling tinggi selain hutan.

"Karena kalau kita tidak merawat laut kita, dampaknya ikan kita habis. kalau nggak kita kelola itu jumlah sampahnya makin banyak daripada jumlah ikannya kan kita nggak mau nanti," ucap dia.

"Laut itu sumber absorpsi karbondioksida paling tinggi, jadi bukan cuma hutan," imbuh Safri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya