Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Rp 695,2 T, Sudah Buat Apa Saja?

Institute of Development of Economics Finance (INDEF) membedah perkembangan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jul 2020, 15:30 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2020, 15:30 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Institute of Development of Economics Finance (INDEF) membedah perkembangan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang beranggaran Rp 695,2 triliun. Tercatat hingga 27 Juli 2020 anggaran yang terserap baru 19 persen dari total keseluruhan.

Sektor kesehatan yang memiliki anggaran Rp 87, 55 triliun baru merealisasikan 7 persen. Sektor Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah terealisasi 6,5 persen dari anggaran Rp 106,11 triliun. Sektor Insentif Usaha terealisasi 13 persen dari anggaran Rp 120 ,61 triliun.

Kemudian Sektor UMKM terealisasi 25 persen dari anggaran Rp 123,46 triliun. Sektor Perlindungan Sosial terealisasi 38 persen dari anggaran Rp 203,9 triliun. Sementara sektor pembiayaan korporasi dari anggaran Rp 53,57 triliun belum terealisasi sama sekali.

Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad memberikan catatan pada program perlindungan sosial. Meski sektor ini paling tinggi realisasinya namun masih dianggap rendah. Sebab lambatnya proses realisasi membuat Indonesia kehilangan momentum yang bisa menahan ancaman resesi.

"Catatan PEN kita ini mendorong demand dengan perlindungan sosial masih rendah. Ada momentum yang hilang, padahal ini mendorong meningkatkan demand," kata Tauhid.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ancaman Krisis

Jakarta Menuju Kenormalan Baru
Pejalan kaki menggunakan masker di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (27/5/2020). Empat provinsi di Indonesia termasuk DKI Jakarta akan mulai melakukan persiapan menuju new normal atau tatanan kehidupan baru menghadapi COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebab, yang paling penting dalam menghadapi ancaman krisis yakni menjaga kondisi suplai dan demand. Semua program yang telah direncanakan sedemikian rupa bakal sia-sia jika demand tidak dibentuk.

"Meski insentif diberikan tapi kalau ini tidak terbentuk ini akan jadi sia-sia," kata dia.

Begitu juga dengan realisasi sektor kesehatan yang masih rendah. Hal ini membuat penanganan dampak virus corona di kesehatan maksimal. Akibatnya jumlah kasus setiap harinya terus bertambah dan tembus di angka 100 ribu pasien terkonfirmasi.

Poin ini menjadi penting karena Indonesia bakal menghadapi ancaman resesi meskipun program PEN dilakukan. Sebab, Indonesia memiliki siklus pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua secara tahunan. Sehingga jika siklus ini terganggu akan memberatkan pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat pada masa selanjutnya.

 

Selanjutnya

Melihat Penerapan New Normal di Sumarecon Mall Bekasi
Aktivitas pengunjung di Sumarecon Mall Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/5/2020). Sumarecon Mall Bekasi akan menjadi mal percontohan dalam menerapkan New Normal di bidang perniagaan yang rencananya akan dibuka secara bertahap mulai 8 Juni seiring berakhirnya PSBB di Bekasi.(merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Untuk itu dia mendorong pemulihan ekonomi dilakukan pada triwulan ketiga. Sebab pada masa ini terjadi puncak pertumbuhan ekonomi.

"Kalau di Q1 dan Q2 minus, artinya kita kehilangan momentum yang seharusnya ini bisa jor-joran," kata dia.

Tauhid melanjutkan dengan penyerapan anggaran program kurang dari PEN 20 persen menyebabkan Indonesia akan sulit keluar dari resesi. Sebab saat ini sudah memasuki wilayah kepastian.

"Kita sulit kembali karena siklus puncak pertumbuhan ekonomi kita di Q2," singkatnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya