Pemerintah Perkuat Sinergi dengan Akademisi dalam Penanganan Covid-19

Dalam menangani pandemi Covid-19 sekaligus memulihkan perekonomian nasional, Pemerintah membutuhkan peran berbagai pihak, tidak terkecuali para akademisi

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 23 Sep 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2020, 12:00 WIB
FOTO: Kesibukan Tim Medis Bawa Pasien COVID-19 ke Wisma Atlet
Petugas jaga mengecek data pasien COVID-19 yang dibawa petugas medis di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Kamis (10/9/2020). Pemerintah menyiapkan 2.700 tempat tidur di RSD Wisma Atlet untuk merawat pasien COVID-19 dengan kondisi sedang dan ringan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam menangani pandemi Covid-19 sekaligus memulihkan perekonomian nasional, Pemerintah membutuhkan peran berbagai pihak, tidak terkecuali para akademisi. Pemerintah pun membuka lebar pintu sinergitas dengan kalangan akademisi dalam menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyambut baik apa yang telah dilakukan oleh akademisi, dalam hal ini peneliti UI atas kontribusi yang diberikan kepada Pemerintah untuk membantu menanggulangi pandemi Covid-19.

Pihaknya mendorong diselenggarakannya pertemuan rutin dengan UI untuk membahas isu-isu strategis dan mengharapkan masukan kebijakan, guna percepatan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Sebelumnya, pada Kamis (17/9) lalu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso hadir dalam penyampaian hasil kajian kebijakan (policy brief) Universitas Indonesia (UI).

Di hadapan Susiwijono, para peneliti dan akademisi UI menyampaikan kajian dan rekomendasi untuk mengendalikan pergerakan masyarakat dan meningkatkan perilaku Menggunakan Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak (3M).

Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Tim Sinergi Mahadata UI antara lain perlunya meningkatkan perilaku di rumah saja (stay at home) dan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam melakukan 3M, serta membatasi aktivitas masyarakat dan pergerakan ke luar kota.

Selain itu, diperlukan juga pembangunan sistem informasi data dan pusat data yang terkoneksi, terintegrasi dan tersinkronisasi, mengefektifkan TLI, akselerasi efektivitas penyaluran stimulus fiskal dan perlindungan sosial, mind-mapping regulasi untuk mendesain kebijakan pusat dan daerah yang sinergis dan kolaboratif, serta perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Perundang-Undangan lainnya sesuai kebutuhan.

“Kami juga tentu membutuhkan masukan kebijakan dari Perguruan Tinggi, terutama Universitas Indonesia, untuk membantu Pemerintah menekan peningkatan Covid-19,” tutur Susiwijono.

Airlangga: Waktu Pemulihan Ekonomi Akibat Covid-19 Tak Selama saat Krisis 1998

Airlangga Hartarto
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ditunjuk untuk menyampaikan hasil Sidang Kabinet Paripurna yang berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada Senin, 7 September 2020.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut waktu pemulihan dari guncangan ekonomi akibat Pandemi Covid-19 relatif lebih cepat dibandingkan periode krisis yang terjadi pada tahun 1998 maupun 2008. Apalagi, keduanya butuh waktu bertahun-tahun.

“Kalau kita lihat kedalaman dari segi harga saham, di krisis Asia 1997-1998 itu butuh 7-8 tahun untuk kembali ke semula. Kemudian untuk krisis global di tahun 2008, butuh waktu 2 tahun,” kata dia dalam acara diskusi virtual di Jakarta, Kamis (10/9/2020).

Pada periode Krisis Asia 1997-1998, nilai tukar terdepresiasi hingga 566 persen. Saat periode krisis Global 2008, nilai tukar terdepresiasi hingga 39,6 persen. Saat ini nilai tukar relatif stabil dan telah bergerak menuju ke level sebelum Pandemi Covid-19.

“Namun kita juga harus melihat gas dan rem. Kita tetap harus menjaga kepercayaan publik karena ekonomi ini tidak semuanya faktor fundamental, tapi juga ada faktor sentimen terutama di sektor capital market,” sambung Airlangga.

Dia juga menjelaskan, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi membutuhkan rencana jangka menengah hingga tahun 2022-2023. Beberapa program utama yang akan disasar antara lain program yang berkaitan dengan kesehatan, bantuan sosial, padat karya untuk menjaga demand, restrukturisasi, dan transformasi ekonomi.

Di tahun 2021, biaya penanganan Covid-19 akan tetap berfokus pada kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pembiayaan korporasi, serta sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

“Pemerintah Pusat juga mendorong agar masing-masing Pemerintah Daerah menjalankan program, memacu perekonomiannya, serta melakukan belanja barang dan belanja modal. Dengan demikian, secara agregat kita bisa menjaga pertumbuhan,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya