Liputan6.com, Semarang - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Pujiyono, SH, M.Hum., berharap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) semakin menguatkan peran dominus litis Kejaksaan dalam proses peradilan pidana.
"Revisi KUHAP diharapkan dapat menghadirkan sistem peradilan yang lebih adil, transparan, dan efektif dalam menangani perkara pidana di Indonesia," ungkapnya dalam rilis, Kamis (13/02/25).
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Pujiyono yang juga anggota tim perumus KUHP Nasional, mengatakan pembaruan KUHAP harus berbasis pada prinsip keadilan dalam proses pidana. Sehingga Guru Besar Undip ini menyoroti pentingnya perubahan paradigma penuntutan, di mana jaksa tidak hanya berperan dalam ajudikasi (persidangan), tetapi juga dalam tahap pre-ajudikasi.
Yakni, imbuh dia, juga dalam keterlibatan sejak penyidikan untuk memastikan bahwa perkara yang diajukan ke pengadilan telah melalui proses filterisasi yang tepat.
Guru Besar Universitas Diponegoro hadir sebagai keynote speech di Seminar Nasional bertajuk 'Rancangan KUHAP Dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana: Menggali Kelemahan dan Solusi' di Kampus Universitas Brawijaya Malang, Rabu 12 Februari 2025.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura (FH UTM), Dr Erma Rusdiana, SH, MH, turut menyoroti pentingnya pengawasan terhadap penyidikan oleh penuntut umum.
Menurutnya, pengawasan ini krusial untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, seperti yang terjadi dalam kasus Ferdy Sambo atau kasus Vina di Cirebon. Dengan adanya penguatan peran jaksa dalam RKUHAP, kewenangan penyidik yang selama ini dianggap terlalu besar dapat dikontrol, sehingga proses hukum berjalan lebih adil.
Sementara itu, Ketua Kompartemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), Alfons Zakaria, menyarankan implementasi Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam kasus tindak pidana ekonomi.
Menurutnya, konsep ini memungkinkan jaksa menangguhkan penuntutan terhadap korporasi dengan syarat perusahaan mengakui kesalahannya dan memenuhi ketentuan yang disepakati, termasuk pengembalian kerugian negara.
"Model ini telah diterapkan di Amerika Serikat dan Inggris dan sejalan dengan asas oportunitas yang melekat pada kejaksaan dalam rangka optimalisasi pemulihan keuangan negara," katanya.