Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan ekonomi syariah di Indonesia mampu bertahan di tengah krisis global akibat pandemi Covid-19.
Nilai-nilai ekonomi syariah yang mengedepankan keseimbangan, keadilan dan transformasi menjadi penopang dalam menghadapi krisis yang sedang terjadi.
Baca Juga
"Meski inklusi keuangan tumbang di global dan nasional, tetapi ekonomi syariah malah positif," kata Budi dalam Opening Ceremony FESyar 2020: Mendorong Ekonomi Syariah Sebagai Salah Satu Pertumbuhan Baru Ekonomi Nasional, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Advertisement
Daya tahan inilah kata Budi yang membuat ekonomi dan keuangan syariah bisa menjadi jalan keluar dari kondisi ekonomi yang serba sulit hari ini. Sebagaimana diketahui, pada kuartal kedua tahun ini, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi hingga minus 5,23 persen.
Kontraksi ini juga akan berlanjut pada kuartal ketiga di tahun yang sama. Meskipun kontraksi yang terjadi jauh lebih baik dari kuartal kedua.
"Ini sebagaimana prediksi pemerintah, pertumbuhan ekonomi akan kontraksi di triwulan ketiga ini, namun dengan kontraksi yang lebih baik dari sebelumnya," kata Dody.
Kondisi ini kata Dody tidak terlepas dari perbaikan perekonomian global yang mulai kembali membuka aktivitas ekonomi. Tentunya dengan menerapkan sejumlah protokol kesehatan untuk mencegah terjadinya kembali penyebaran virus corona.
Dody menilai pada paruh kedua tahun ini, perekonomian domestik juga mulai membaik. Seiring dengan berbagai program pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Baik itu dari stimulus fiskal, moneter dan program restrukturisasi bagi dunia usaha. termasuk juga penggunaan digitalisasi dan telekomunikasi.
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tantangan Besar Kembangkan Perbankan Syariah, Literasi dan Jaringan
Direktur Utama Bank Mandiri Syariah (BMS) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Toni E.B Subari membeberkan tantangan besar bagi perbankan syariah di Indonesia.
Meski kinerja perbankan syariah tercatat positif, namun literasi dan inklusi keuangan syariah dinilai masih kurang, tercermin dari indeks literasi perbankan syariah yang masih 8,11 persen.
"Ini tantangan memberikan layanan, tantangan paling besar adalah literasi dan inklusi. Indeks literasi bank syariah baru mencapai 8,11 persen, sedangkan indeks inklusinya baru 11 persen," kata Toni dalam workshop virtual, Jumat (25/9/2020).
Sementara, indeks literasi bank konvensional mencapai 29,66 persen dan indeks inklusi sebesar 67,82 persen. Menurut Toni, tingkat literasi dan inklusi perbankan syariah yang rendah disebabkan oleh jumlah kantor cabang perbankan syariah yang belum sebanyak perbankan konvensional.
"Bank syariah ini tantangannya jumlah jaringan. Bank konvensional sudah memiliki 28 ribu-an jaringan, sementara bank syariah masih sekitar 2.300," ujarnya.
Dengan jumlah jaringan berbeda, maka perbandingan pelayanan antara bank konvensional dan bank syariah juga tidak bisa disamakan. Satu kantor bank konvensional bisa melayani 9.297 nasabah, sedangkan satu bank syariah melayani hingga 115.780 nasabah.
Lebih lanjut, perbedaan jumlah jaringan tersebut juga tak lepas dari faktor usia perbankan. Bank syariah tergolong bank yang masih muda. Jika bank konvensional tertua berusia 125 tahun, maka bank syariah tertua masih berusia 28 tahun.
Oleh karenanya, pihaknya akan terus meningkatkan kinerja agar tantangan ini bisa dilewati.
Advertisement