Tata Kelola Perlindungan Data MSIG Indonesia Dapat Pengakuan

Sebagai penyedia produk asuransi yang memasarkan produknya secara online, ISO 2700:2013 menjadi sertifikasi yang sangat penting bagi MSIG Indonesia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 22 Okt 2020, 16:20 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 16:20 WIB
Jajaran Manajemen MSIG Indonesia Haryadi (Head of IT), Irvan Darwansyah Lubis (Head of Risk Management), Bernard P. Wanandi (Vice President Director), Alexander S. Pangestu (Head of Business Development).
Jajaran Manajemen MSIG Indonesia Haryadi (Head of IT), Irvan Darwansyah Lubis (Head of Risk Management), Bernard P. Wanandi (Vice President Director), Alexander S. Pangestu (Head of Business Development).

Liputan6.com, Jakarta - MSIG Indonesia meraih sertifikasi ISO 27001. Sertifikasi ini merupakan penilaian standar internasional terhadap sistem tata kelola keamanan informasi dan perlindungan data yang telah diterbitkan oleh lembaga International Organization for Standardization (ISO) bekerja sama dengan International Electrotechnical Commision (IEC).

Lingkup proses yang telah mendapatkan sertifikasi adalah perlindungan data pelanggan untuk penerbitan polis secara elektronik atau digital pada produk asuransi MSIG Indonesia yang dipasarkan secara online

Sebagai salah satu penyedia produk asuransi yang memasarkan produknya secara online, ISO 2700:2013 menjadi sertifikasi yang sangat penting dimiliki oleh MSIG Indonesia, sebagai wujud jaminan perusahaan terhadap keamanan dan kenyamanan pelanggan dalam bertransaksi secara online.

Wakil Presiden Direktur MSIG Indonesia Bernard P. Wanandi menyampaikan, sertifikasi ISO 27001 merupakan wujud nyata komitmen MSIG Indonesia dalam memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pelanggan, terutama ketika mereka bertransaksi produk asuransi MSIG Indonesia secara online dimanapun.

“Pelanggan adalah fokus utama kami sehingga penetapan standar keamanan dalam tata kelola sistem informasi sangat penting untuk terus ditingkatkan dari waktu ke waktu,” jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (22/10/2020).

Pada awal Januari 2020 jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh sekitar 17 persen atau sekitar 25 juta jiwa. Berdasarkan total populasi Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, artinya sekitar 64 persen atau sekitar 174,1 juta masyarakat Indonesia menikmati fasilitas internet (Hootsuite, We Are Social).

Perkembangan pesat pengguna internet di Indonesia serta kondisi pandemi COVID-19 secara nasional dan global menyebabkan masyarakat semakin tergantung kepada internet, termasuk sejumlah perusahaan yang terpaksa memberlakukan sistem bekerja work from home, sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan data semakin besar.

Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) memastikan bahwa setiap perusahaan yang melakukan transaksi elektronik wajib mendaftarkan sistem elektroniknya. Kewajiban ini disampaikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem & Transaksi Elektronik (PP PSTE), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

RUU PDP

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia secara resmi membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) di awal tahun 2020 yang lalu. RUU PDP ini menekankan tiga poin penting dalam perlindungan data, yaitu kedaulatan data, perlindungan terhadap pemilik data pribadi dan hak-hak pemilik data pribadi, serta kewajiban pengguna data pribadi.

Sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Johny G. Plate, kehadiran UU PDP nantinya diharapkan bisa memberikan rasa aman bagi para pemilik data di tengah maraknya kasus pembobolan data. Ia mengatakan RUU PDP merupakan sebuah kebutuhan di era ekonomi digital dengan penggunaan berbagai aplikasi internet.

Kebutuhan tersebut juga semakin nyata dengan maraknya oleh serangan (kebocoran data yang terjadi pada beberapa platform digital di Indonesia beberapa waktu lalu. Hingga saat ini ada 136 dari 200 negara yang memiliki Undang-Undang PDP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya