Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan sudah ada 16 persen pelaku usaha UMKM yang terhubung dengan platform digital. Setidaknya sudah ada 10,25 juta pelaku usaha yang kini melapak di pasar digital.
"Saat ini sudah 16 persen atau 10,25 juta pelaku usaha UMKM yang sudah terhubung ke ekosistem digital," kata Teten dalam Dialog Covid-19 bertajuk Protokol Kesehatan di UMKM di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin (26/10/2020).
Teten menyebut pencapaian tersebut sudah melebihi yang ditargetkan pemerintah. Semula pemerintah menargetkan 10 juta UMKM di akhir tahun sudah terhubung dengan ekosistem digital.
Advertisement
Namun, meski sudah mencapai target sebelum akhir tahun, Teten ingin digitalisasi UMKM ini terus berlangsung sampai tahun depan. "Ini memang sudah terlampaui tapi kita akan tetap melakukannya dan bahkan lebih gencar lagi," kata Teten.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini mengatakan digitalisasi merupakan bagian penting dari program transformasi UMKM dan koperasi. Hal ini juga merespon pola konsumsi masyarakat yang sudah berubah akibat pandemi Covid-19.
Saat ini konsumen lebih memilih berbelanja online karena dianggap lebih mengurangi resiko penularan virus. Tren baru ini akan menjadi kebiasaan masyarakat hingga di masa depan.
Teten mengatakan dengan digitalisasi UMKM yang dilakukan saat ini bisa membuat ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Perputaran ekonomi yang terjadi tahun ini diperkirakan nilainya mencapai Rp 18 triliun.
"Ini saya kira sangat besar dan ini sedang diantisipasi agar market kita ini jangan diambil alih oleh produk asing," kata Teten.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tiga Masalah Utama Pelaku UMKM Di Pasar Digital
Lebih lanjut mengatakan optimisme ini juga terbangun karena hampir semua wilayah kepulauan di Indonesia sudah terjangkau oleh perdagangan digital. Hanya saja, masih ada 3 permasalahan besar pelaku UMKM yang masuk ekosistem digital.
Pertama, pelaku UMKM masih terganjal kapasitas produksi barang. Banyak UMKM yang gagal di pasar daring ini karena tidak mampu memenuhi permintaan pasar digital.
"Kalau ke market digital harus siap melayani permintaan besar. Nah banyak UMKM yang gagal karena tidak bisa merespon karena modal mereka terbatas," ungkap Teten.
Kedua, secara kualitas daya tahan pelaku usaha UMKM. Sebab di pasar pasar digital ini mereka harus juga bersaing dengan perusahaan besar yang karena pandemi ini juga melapak di platform digital.
Ketiga, edukasi literasi pelaku usaha yang masih dianggap kurang. Tidak sedikit kata Teten, pelaku usaha UMKM ini yang SDM-nya masih rendah.
Selain itu, waktu mereka juga habis digunakan untuk produksi barang. Sehingga kurang maksimal dalam menjalani bisnis di platform digitalnya.
"Memang pelaku UMKM ini biasanya habis tenaga buat produksi barang dan jadi kurang maksimal saat berjualan onlinenya," kata Teten.
Untuk mengatasi ini, solusi yang ditawarkan dengan menggunakan jasa pihak ketiga (reseller) dari kalangan anak muda. Generasi muda ini dianggap sebagai pedagang online yang cocok untuk memasarkan produk lewat platform digital atau media sosial.
"Mereka ini bisa membidik market di pasar digital. Ini bagus kita kembangkan, buat mahasiswa yang perlu biaya tambahan sekaligus bantu UMKM di online," kata Teten mengakhiri.
Merdeka.com
Advertisement