Liputan6.com, Jakarta - Penduduk di dunia diperkirakan akan mencapai 9,8 miliar pada 2050. Peningkatan jumlah penduduk ini berpotensi mendongkrak kebutuhan akan minyak nabati hingga 200 juta ton setiap tahun. Minyak nabati yang salah satunya sati kelapa sawit ini untuk kebutuhan pangan, energi dan juga barang kebutuhan sehari-hari.
Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food Franky Oesman Widjaja menjelaskan, minyak kelapa sawit dapat menjadi solusi jangka panjang karena produktivitasnya yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. "Dengan lahan yang lebih sedikit, mampu menghasilkan minyak nabati yang lebih banyak,” Franky dalam keterangan tertulis, Kamis (3/12/2020).
Franky menambahkan pengembangannya melalui skema Inclusive Closed Loop yang tidak saja meningkatkan produksi secara berkelanjutan, namun juga meningkatkan kesejahteraan para petani, dan mengurangi pelepasan emisi. Skema ini telah dijalankan oleh perusahaan yang tergabung di dalam Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro) dan telah menjangkau hingga satu juta petani pada awal tahun 2000.
Advertisement
“Hasilnya, produktivitas mereka meningkat antara 40 sampai 76 persen, sementara pendapatan bertambah antara 50 hingga 200 persen, bergantung pada jenis komoditasnya," kata dia.
Melalui kemitraan lintas pihak, petani benar-benar mendapatkan pendampingan penuh dari perusahaan. Franky optimistis komoditas minyak sawit dapat berkontribusi mengantarkan Indonesia menjadi ekonomi ke tujuh dunia terbesar dari segi GDP di tahun 2030, sebagaimana analisis sejumlah lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), McKinsey dan Price Waterhouse.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Peremajaan
Lebih lanjut, Franky mengatakan, petani kecil yang mengelola hingga 41 persen dari total 16,38 juta hektar perkebunan kelapa sawit, adalah kelompok yang paling rentan dalam rantai nilai. Produktivitasnya rendah, rata-rata 2 hingga 3 ton per hektar per tahun, jauh tertinggal dibandingkan standar industri yang 5 hingga 6 ton per hektar per tahun.
“Pohon kelapa sawit di Indonesia saat ini banyak yang sudah tua, dan banyak pula yang tidak memakai benih bersertifikat sehingga perlu peremajaan,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia telah mempromosikan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mengganti tanaman sawit yang sudah tidak produktif agar roduktivitasnya sesuai standar industri, dengan skema inclusive closed loop.
“Dengan model kemitraan ini, petani kecil mendapatkan bimbingan praktek budidaya pertanian yang baik dan ramah lingkungan, benih unggul bersertifikat, teknologi tepat guna, literasi keuangan, akses pendanaan berikut jaminan penyerapan hasil produksi oleh perusahaan pendamping (off-taker) yang berlangsung di bawah naungan koperasi,” tutupnya.
Advertisement