Gegara Pandemi Covid-19, Kebutuhan Energi Turun 16 Persen di 2020

Pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang mempengaruhi lanskap energi di Indonesia.

oleh Athika Rahma diperbarui 08 Des 2020, 10:10 WIB
Diterbitkan 08 Des 2020, 10:10 WIB
lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang mempengaruhi lanskap energi di Indonesia. Gegara supply dan demand yang terganggu, maka kebutuhan akan energi juga terdampak.

Hasil penelitian Pertamina Energy Institute (PEI) menyebutkan, kebutuhan energi di Indonesia menurun 16 persen pada 2020 imbas adanya pandemi Covid-19.

"Dan pada jangka panjang, penurunannya akan mencapai 3 persen. Kebutuhan energi primer terus meningkat dengan pertumbuhan sekitar 3 persen per tahun," jelas Vice President Pertamina Energi Institute Hery Haerudin dalam Pertamina Energy Webinar 2020, Selasa (8/12/2020).

Heru melanjutkan, pemulihan kebutuhan energi tercepat diproyeksi akan terjadi pada tahun 2022. Eenergi terbarukan menjadi energi primer dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi dengan porsi mencapai 29 persen di skenario Market Driven (MD) dan 47 persen di skenario Green Transition (GT) tahun 2020.

Pemanfaatan gas juga mengalami peningkatan dengan porsi relatif stabil. Di sisi lain, penggunaan batubara dan minyak mengalami penurunan karena transisi energi.

Untuk mencapai penurunan emisi sesuai skenario, diperlukan energi terbarukan paling sedikit 16 persen pada tahun 2030, yang didukung oleh disrupsi energi lainnya seperti EV battery, biofuel dan peningkatan pemanfaatan gas.

"Ini sudah cukup mencapai target penurunan emeisi 2030, meskipun begitu tetap memerlukan dukungan lain seperti pertumbuhan kendaraan listrik, bio fuel dan gas alam," jelas Heru.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dilema Pemerintah Hadapi Bisnis Sektor Energi

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan penurunan permintaan energi fosil di Indonesia terjadi karena terjadi perubahan paradigma yang besar di dunia. Saat ini berbagai negara termasuk Indonesia mulai beralih menggunakan energi bersih yang berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).

"Dunia memang berubah luas biasa terkait renewable energi. Ditambah covid, maka demand energi fosil jadi turun," kata Sugeng dalam diskusi panel bertajuk Improving Oil and Gas Invesment Climate to Achieve Energy Security via Increasing Reserves & Production, Jakarta, Rabu (2/12/2020).

Terbukti dari disepakatinya Perjanjian Paris oleh berbagai negara dunia yang memuat berbagai ketentuan dalam mewujudkan penggunaan energi EBT. Di tahun 2025 penggunaan EBT di Indonesia telah disepakati akan mencapai 23 persen.

Sementara itu, penggunaan minyak dan gas sebesar 47 persen, masing-masing 25 persen untuk minyak dan 22 persen untuk gas. Begitu juga di tahun 2050 mendatang yang juga sangat berpengaruh terhadap bisnis di sektor migas baik di hulu dan di tengahnya.

"Semua sangat berpengaruh terhadap situasi di sektor migas baik hulu dan midstream-nya dan downstream-nya," kata dia.

Di hulu, sektor migas tetap membutuhkan investasi yang besar meskipun penggunaannya hanya 47 persen. Namun secara aktual, volumenya akan tetap terus meningkat.

"Untuk hari ini ada 1,6 juta barel per hari, di 2030 bisa 2 juta barel per hari," kata dia.

Namun, di sisi lain Indonesia harus menurunkan peningkatan cadangannya. Sehingga yang terjadi gap dengan kapasitas produksinya.

Infografis Protokol Kesehatan

Infografis Jangan Lengah Protokol Kesehatan Covid-19
Infografis Jangan Lengah Protokol Kesehatan Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya