Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno meminta agar Pemerintah melakukan juga pengawasan ketat pada transportasi darat khususnya di terminal-terminal bus.
“Memang transportasi udara dan kereta api paling ketat protokol kesehatannya, tapi bagaimana untuk sekarang menempatkan petugas-petugas kesehatan di terminal tipe A perjalanan antar provinsi itu sangat membantu,” kata Djoko dalam Webinar Mudik Natal dan Tahun Baru di Masa Pandemi Covid-19, Senin (21/12/2020).
Baca Juga
Selain meminta ditempatkan petugas Kesehatan di terminal-terminal tipe A, Djoko juga menyarankan agar Pemerintah memberikan bantuan rapid test gratis bagi kru bus dan penumpang bus.
Advertisement
Memang untuk jalur udara sudah ketat penerapan protokol kesehatannya, dalam artian ketat itu untuk pesawat-pesawat yang BUMN tapi untuk yang non BUMN masih belum ketat.
“Yang non BUMN ngeri-ngeri sedap juga kalau tidak ada pilihannya mau apa lagi. Kenapa masih dibiarkan juga terpaksa aja pilihannya pesawat yang lebih murah,” katanya.
Sementara itu, untuk kereta api Djoko mengakui memang penerapan protokol kesehatannya konsisten. Begitupun untuk transportasi laut penyeberangan juga ketat dan hasilnya daerah-daerah yang penyeberangan itu pulau-pulau kecil itu cukup terkendali untuk masyarakatnya.
Masalahnya itu transportasi darat, di darat itu awal-awalnya ketat tapi entah bagaimana lama-lama hilang dan sekarang juga tidak dikendalikan lagi kalau diterapkan rapid biayanya juga tidak terjangkau.
“Karena pengguna transportasi darat ini terutama bus AKAP sebagian besar adalah masyarakat menengah ke bawah,” jelasnya.
Oleh karena itu Djoko meminta agar pemerintah lebih meningkatkan pengawasan yang ketat lagi untuk transportasi darat. Mungkin dengan memberikan rapid test gratis setidaknya bisa mengetahui pengguna bus itu dalam kondisi sehat termasuk kru busnya.
Apabila pemerintah mengeluarkan keputusan begitu saja terkait kewajiban rapid test antigen, maka akan muncul angkutan plat hitam semakin banyak, karena ketidakmampuan masyarakat Menengah bawah dalam melakukan rapid test antigen.
“Jangan sampai nanti muncul angkutan plat hitam semakin banyak sementara teman-teman pengusaha bus AKAP ini semakin berkurang, sehingga perlu support dari pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan di terminal terminal tipe A,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Diminta Beri Rapid Test Gratis untuk Pengguna Transportasi Darat
Kini Pemerintah memperketat aturan keluar-masuk Jakarta dengan memberlakukan ketentuan wajib rapid test antigen terlebih dahulu untuk meminimalisir penyebaran covid-19.
Ketua Bidang Advokasi MTI Djoko Setijowarno mengusulkan agar Pemerintah memberikan bantuan berupa rapid test gratis untuk pengguna transportasi darat, sebab rapid test antigen terbilang cukup mahal untuk kalangan masyarakat menengah bawah.
“Sebaiknya pemerintah dilihat lagi kalau untuk pesawat penerapan rapid test antigen mungkin bisa, tapi kalau untuk transportasi darat dalam rangka untuk memberikan menaikkan penggunanya dan menjamin kesehatannya alangkah lebih baiknya penempatan tenaga kesehatan dan pembeli pemberian bantuan dengan rapid test,” jelas Djoko dalam Webinar Mudik Natal dan Tahun Baru di Masa Pandemi Covid-19, Senin (21/12/2020).
Menurut Djoko keputusan Pemerintah mewajibkan masyarakat untuk melakukan rapid test antigen untuk transportasi darat dinilai tergesa-gesa atau dadakan. Sehingga menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.
Walaupun adanya rapid test antigen tujuan Pemerintah baik yakni untuk mengerem orang agar tidak orang bepergian, namun dengan cara mendadak seperti ini memang agak kesulitan termasuk Djoko yang biasa melakukan rapid test ketika bepergian ke berbagai kota.
“Ketika diterapkannya rapid test antigen saya kaget karena saya punya rapid test, sejak akhir Juli sudah bergerak mobilisasi menggunakan rapid test. Tapi bukannya kita tidak mau untuk menggunakan rapid test antigen cuman untuk mengurusnya ini agak susah,” ungkapnya.
Kata Djoko jika menggunakan swab dirinya harus menunggu hasil minimal 1x24 jam dengan tarif Rp 1,2 juta, dan jika ingin harga swab murah sekitar Rp 900 ribu maka waktu tunggunya terbilang lama sekitar 3 hari, padahal dirinya harus bergerak cepat dalam melakukan aktivitas.
Oleh karena itu Djoko lebih sering menggunakan rapid test dibanding Swab dan sekarang pemerintah mewajibkan masyarakat untuk rapid test antigen ketika bepergian, itu memang menyulitkan bagi pribadi yang mobilitasnya tinggi.
“Sedangkan dengan rapid test bisa kembali lagi berangkat keliling ke kota-kota alhamdulilah. Tapi bagaimana halnya dengan rapid test antigen tidak terbiasa. Ini menjadi kendala, makanya kebijakan ini sebaiknya jauh-jauh hari sehingga tidak merugikan banyak pihak,” pungkasnya.
Advertisement