Integrasi BUMN untuk Ultra Mikro Diramal Bisa Saingi Keberadaan Fintech

Integrasi BUMN untuk pengembangan UMi dan UMKM ini sangat penting dilakukan.

oleh Athika Rahma diperbarui 16 Feb 2021, 21:54 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2021, 21:54 WIB
Target Penyaluran Banpres Produktif untuk UMKM
Pekerja menyelesaikan pembuatan kue kering di Jakarta, Rabu (30/9/2020). . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Integrasi usaha BUMN untuk Ultra Mikro (UMi) dan UMKM diproyeksi bisa membantu korporasi peserta integrasi memiliki daya saing lebih tinggi dari perusahaan teknologi finansial (fintech) dan memperluas penerima manfaat hingga ke pelosok Nusantara.

Integrasi BUMN untuk pengembangan UMi dan UMKM rencananya melibatkan tiga perusahaan yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto menilai BRI memiliki kapabilitas untuk mengurangi berbagai program pengembangan UMKM dan ultra mikro yang selama ini banyak terduplikasi di antara ketiga perusahaan.

Kemudian, efisiensi dana dari PNM dan Pegadaian akan lebih mudah terwujud pasca integrasi ini berlangsung.

Kondisi tersebut, lanjut Toto, diprediksi berdampak pada semakin cepatnya PNM dan Pegadaian dalam menjalankan tugasnya, dan dapat memiliki daya saing lebih tinggi saat berhadapan dengan perusahaan-perusahaan fintech.

“Strategi digitalisasi bagi PNM dan Pegadaian dapat lebih cepat. Dalam jangka panjang mereka juga bisa menguatkan segmen market masing-masing perusahaan," ujar Toto.

Untuk itu, Toto menegaskan integrasi BUMN untuk pengembangan UMi dan UMKM ini sangat penting dilakukan. Karena kebijakan ini akan membantu pemerintah menaikkan kelas pelaku usaha ultra mikro dan UMKM.

"Masih ada puluhan juta pelaku UMKM yang belum terlayani akses financing-nya. Kalau sinergi tiga BUMN ini bisa dijalankan, tentu harapannya jumlah bisnis ultra mikro yang naik kelas bisa bertambah signifikan," ujar Toto.

Saat ini, akses permodalan menjadi salah satu kendala yang dihadapi sebagian besar pelaku UMKM. Khususnya pelaku ultra mikro yang mendominasi (lebih dari 98 persen) total pelaku usaha besar, menengah, kecil, dan mikro) di Indonesia.

Sebanyak 65 persen dari sekitar 54 juta pelaku usaha atau pekerja segmen ultra mikro masih belum terlayani oleh lembaga keuangan formal, dan sangat bergantung dengan lembaga nonformal yang mempunyai struktur pembiayaan yang sangat tidak menguntungkan bagi mereka.

 

Perkuat Bisnis BUMN

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam paparannya saat Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut integrasi BUMN ini akan memperkuat bisnis masing-masing perusahaan, terlebih karena kekuatan eksisting BRI sebagai bank dengan jaringan luas dan kemampuan besar dalam mengumpulkan dana murah.

Eksistensi PNM dan Pegadaian tetap terjaga pasca integrasi terwujud nanti. Bisnis kedua perusahaan ini juga dijamin tak akan hilang.

Menurut Sri Mulyani, integrasi BUMN untuk UMi dan UMKM nanti akan menerapkan model co-existence. Sinergi dan simbiosis mutualisme antar ketiga perusahaan akan dikawal dengan pembentukan Key Performance Indicators (KPI) yang ketat.

“Jadi itu sinergi atau mutualisme tidak kemudian saling mengambilalih. Bentuk ko-eksistensi ini akan kami wujudkan dalam bentuk KPI, di mana tadi ada dari sisi manajemen maupun dari Kementerian BUMN menjanjikan bahwa model kerja mereka justru akan semakin diperkuat,” tuturnya.

Adanya integrasi ini diyakini membawa berbagai manfaat, salah satunya peningkatan literasi keuangan nasional, yakni jumlah pelaku UMi yang tidak terlayani lembaga keuangan formal menurun dari sekitar 68 persen pada 2018 menjadi 42 persen pada 2024.

Kemenkeu memproyeksikan integrasi BUMN untuk UMi dan UMKM ini akan mempercepat tercapainya target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yakni meningkatkan rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan, dari 19,75 persen pada 2020 menjadi 22 persen pada 2024.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi. D menyampaikan proses pembentukan holding akan cepat dan selesai pada pertengahan tahun. "Juni atau Juli itu sudah selesai. Prosesnya cepat. Karena merger syariah sebelumnya juga dilakukan dalam kurun 2 sampai 3 bulan," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya