Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai tindak lanjut stimulus demi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dukungan melalui kebijakan sektor jasa keuangan yang telah disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Januari 2021 dan sinergi kebijakan Pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.
"Berbagai relaksasi kebijakan prudensial sektor jasa keuangan secara temporer untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih cepat dengan mempertimbangkan adanya unsur idiosyncratic pada sektor jasa keuangan," jelas Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Kamis (18/2/2021). Â
Dia menekankan pemberian pelonggaran peraturan prudensial ini bertujuan memberikan keleluasaan bagi calon debitur untuk memperoleh kredit.
Advertisement
Bentuknya berupa penurunan ATMR yang dikaitkan dengan Loan-to-Value Ratio dan Profil Risiko serta BMPK sebagai upaya menurunkan beban cost of regulation.
Berikut berbagai kebijakan stimulus demi mendorong perekonomian, yakni:
Stimulus Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui Kebijakan Sektor Jasa Keuangan:
1. Kebijakan Perbankan
a. Kebijakan Kredit Kendaraan Bermotor
1) Menurunkan bobot risiko kredit (ATMR) menjadi 50 persen bagi Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari sebelumnya 100 persen
2) Perbankan yang memenuhi kriteria profil risiko 1 dan 2 dimungkinkan untuk memberikan uang muka kredit kendaraan bermotor sebesar 0 persen
3) Untuk kredit kepada produsen Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) telah mendapat pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK), penilaian kualitas aset 1 (satu) pilar. Selanjutnya, untuk penilaian ATMR Kredit diturunkan menjadi 50Â persen dari semula 75 persen.
b. Kebijakan kredit beragun rumah tinggal
Dikatakan jika ini dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan relaksasi prudensial yang telah dikeluarkan pada tahun 2018 yang belum secara optimal diterapkan untuk mendukung program sejuta rumah.
Kebijakan terkait bobot risiko ATMR kredit beragun rumah tinggal yang granular dan ringan tergantung pada rasio Loan to Value (LTV) sebagai berikut:
Uang Muka 0-30 persen (LTV ≥70 persen) ATMR 35 persen
Uang Muka 30-50Â persen (LTV 50-70 persen) ATMR 25Â persen
Uang Muka ≥ 50 persen (LTV ≤ 50 persen) ATMR 20 persen
c. Kebijakan Kredit Sektor Kesehatan
Sebagai upaya dukungan langsung di sektor kesehatan untuk mengatasi pandemi, OJK menetapkan bahwa kredit untuk sektor kesehatan dikenakan bobot risiko sebesar 50 persen dari sebelumnya 100 persen.
2. Kebijakan Perusahaan Pembiayaana. Kebijakan Pembiayaan Kendaraan Bermotor
1) Menurunkan bobot risiko pembiayaan (ATMR) menjadi 25 persen-50Â persen dari sebelumnya 37,5 persen-75Â persen untuk pembiayaan multiguna.
2) ATMR 0Â persen untuk program kepemilikan kendaraan bermotor bagi perusahaan yang memiliki Car Ownership Program (COP).
3) Perusahaan pembiayaan yang memenuhi kriteria tingkat kesehatan tertentu dimungkinkan untuk memberikan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor sebesar 0 persen.
b. Kebijakan pembiayaan beragun rumah tinggal Untuk mewujudkan program sejuta rumah, OJK menetapkan kebijakan bobot risiko ATMR pembiayaan beragun rumah tinggal yang granular dan ringan tergantung pada rasio Loan to Value (LTV) yaitu:
Uang Muka 0-30 persen (LTV ≥70 persen) ATMR 35 persen
Uang Muka 30-50Â persen (LTV 50-70 persen) ATMR 25Â persen
Uang Muka ≥ 50 persen(LTV ≤ 50 persen) ATMR 20 persen
3. Sementara itu dengan telah mulai beroperasinya Lembaga Pengelola Investasi (LPI), maka penyediaan dana dari Lembaga Jasa Keuangan kepada Sovereign Wealth Fund (SWF) dikenakan bobot risiko 0Â persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit (ATMR Kredit) yang disamakan dengan bobot risiko Pemerintah pusat.
Kebijakan tersebut akan efektif berlaku sejak tanggal 1 Maret 2021 dengan diterbitkannya surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB.
Â
Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025
Otoritas Jasa Keuangan juga meluncurkan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020 – 2025 sebagai acuan bagi otoritas, industri perbankan dan pemangku kepentingan lainnya dalam merespon berbagai dinamika akibat pandemi Covid 19 dan perubahan kondisi yang menyertainya.
Kepala Eksektutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan bahwa roadmap ini menjadi pedoman dalam pengembangan ekosistem industri perbankan dan infrastruktur pengaturan, pengawasan, serta perizinan ke depan, baik secara solo-basis maupun terintegrasi.
Hal ini untuk mewujudkan perbankan yang kuat, berdaya saing, dan kontributif sehingga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
RP2I mengusung empat pilar arah pengembangan utama sektor perbankan yaitu:
1. Penguatan struktur dan keunggulan kompetitif melalui peningkatan permodalan, akselerasi konsolidasi dan penguatan kelompok usaha bank, peningkatan tata kelola dan efisiensi, serta mendorong inovasi produk dan layanan.
2. Akselerasi transformasi digital melalui penguatan tata kelola dan manajemen risiko TI, mendorong penggunaan IT game changers, kerjasama teknologi, serta implementasi advance digital bank.
3. Penguatan peran perbankan dalam perekonomian nasional melalui optimalisasi peran dalam pembiayaan ekonomi, mendorong pendalaman pasar keuangan melalui multiactivities business, mendorong perbankan syariah menjadi katalis bagi ekonomi syariah, meningkatkan akses dan literasi keuangan, serta mendorong partisipasi dalam pembiayaan berkelanjutan.
4. Penguatan pengaturan, pengawasan dan perizinan melalui penguatan pengaturan dengan menggunakan pendekatan principle based, penguatan perizinan dan pengawasan melalui pemanfaatan teknologi, dan pengawasan konsolidasi (kelompok usaha bank) termasuk penguatan pengawasan terintegrasi dengan memanfaatkan teknologi.
Selanjutnya untuk mendukung keberhasilan implementasinya diperlukan empat pilar perangkat pendukung yang terdiri dari:
1. Kepemimpinan dan manajemen perubahan yang memiliki komitmen tinggi;
2. Infrastruktur teknologi informasi yang andal
3. Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni; dan
4. Sinergi dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan.
Cakupan RP2I tidak hanya pengembangan industri perbankan dalam dimensi waktu jangka pendek tetapi juga pengembangan struktural secara bertahap dalam rentang waktu lima tahun.
Arah pengembangan jangka pendek ditujukan untuk mengoptimalkan peran perbankan dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19.
Sedangkan arah pengembangan struktural ditujukan untuk memperkuat perbankan nasional secara kelembagaan sehingga memiliki daya tahan (resiliensi) yang lebih baik, daya saing yang lebih tinggi, dan kontribusi yang lebih optimal terhadap perekonomian nasional.
RP2I merupakan living document yang dapat disesuaikan seiring dinamika perubahan ataupun perkembangan industri sehingga diperlukan respon kebijakan yang relevan, tepat waktu dan tepat substansi untuk mendukung daya saing perbankan nasional.
Advertisement