Sri Mulyani Cerita Sulitnya Jadi Menkeu di Masa SBY dan Jokowi

Menurut Menkeu Sri Mulyani, krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997-1998 memberikan pengalaman yang luar biasa.

oleh Tira Santia diperbarui 25 Okt 2021, 19:40 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2021, 19:40 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, berbagi cerita pengalaman hidupnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, berbagi cerita pengalaman hidupnya.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berbagi cerita pengalaman hidupnya yang dipercaya menjabat sebagai Menteri Keuangan dua pemerintahan, baik di Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) maupun Presiden Joko Widodo (2019-2024).

Hal itu Sri Mulyani sampaikan dalam acara Kementerian Keuangan CERDIK (Cerita di Kemenkeu Mengajar) "Future Leaders” secara virtual, Senin (25/10/2021).

Perempuan yang lahir di Bandar Lampung ini mengatakan, profesinya sebagai ekonom sering menghadapi suatu fenomena yang luar biasa. Bahkan berulang dan tentu berdampak pada kehidupan pribadi, masyarakat, hingga dunia.

“Jadi kalau saya mungkin sebagai ekonom waktu itu baru lulus ya seperti Kemudian dihadapkan pada krisis ekonomi tahun 1997-1998 habis selesai PhD. Nah ini sama berarti diuji ilmu yang dipelajari masih tidak memadai karena masalah yang dihadapi dalam realita itu jauh lebih kompleks yang tidak hanya ada di dalam teks book, yang tidak hanya kompleksitas mengotak-atik data untuk membuat disertasi tapi ini kita bicara tentang the real life of people,” kata Sri Mulyani.

Menurutnya, krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997-1998 itu memberikan pengalaman yang luar biasa untuk cerminan kedepannya dalam menghadapi krisis yang hampir serupa.

Kemudian, seiring berjalannya waktu, pada tahun 2004 dia dilantik menjadi Menteri Keuangan. Setelah menjabat Menteri Keuangan, dia dihadapkan dengan fenomena luar biasa lainnya yaitu tsunami Aceh, lalu krisis finansial global tahun 2008-2009. Sehingga, fenomena tersebut mendorong Sri untuk merumuskan kebijakan.

“Saya masuk kepada kabinet suatu pekerjaan yang barangkali juga merupakan sesuatu yang tidak pernah kita siapkan. Tapi kalau begitu ada panggilan ya kita harus menjalankan dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya dan waktu menjadi anggota kabinet itu nggak biasa-biasa aja gitu ada peristiwa seperti tsunami Aceh yang itu kan juga sesuatu yang extra-ordinary,” ujarnya.

Menkeu menyebut, Global financial Crisis tahun 2008-2009 itu yang mengguncangkan seluruh sektor keuangan dunia, sehingga Indonesia ikut terguncang walaupun sebetulnya persoalannya dari negara-negara maju terutama di Amerika dan menjalar ke Eropa, sehingga menguji kembali pengetahuan, pengalaman, insting dan intuisi bagaimana kita merespons.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Menteri Keuangan Jilid Kedua

Bersama KPK, 3 Menteri Diskusi Bareng Lawan Korupsi
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi pembicara dalam acara ‘KPK Mendengar’ di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12/2019). KPK menggelar peringatan Hakordia 2019 dengan tema “Bersama Melawan Korupsi Mewujudkan Indonesia Maju”. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Untuk merumuskan kebijakan diperlukan seluruh kemampuan analitik demi merumuskan langkah-langkah. Sama halnya dalam membuat metodologi ilmiah, namun bedanya dalam metodologi ilmiah membutuhkan laboratorium.

Sementara dalam ilmu ekonomi tidak ada yang memiliki yang namanya laboratorium. Jadi kita harus merumuskan dan menerapkan di dalam kehidupan langsung. Oleh karena itu, konsekuensinya menjadi sangat luas dalam setiap rumusan.

Apalagi saat ini dia dihadapkan dengan krisis baru yang tidak pernah dialami sebelumnya, yaitu pandemi covid-19.

“Sekarang saya menjadi Menteri Keuangan Jilid Kedua, saya dihadapkan lagi dengan extra ordinary challenge yaitu covid-19,” imbuhnya.

Diakhir, Menkeu berpesan, dalam setiap profesi tentu memiliki konsekuensi yang sangat besar bagi masyarakat, maka kita punya tanggung jawab yang lebih besar dan itu berarti harus benar-benar mengasah dan menjaga kepekaan kita di dalam bersikap, berpikir, berucap.

“Karena kita tahu ini akan mempengaruhi banyak sekali masyarakat,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya