Liputan6.com, Jakarta Harga emas turun pada hari Selasa karena dolar AS dan ekuitas menguat menjelang pertemuan Federal Reserve AS yang sangat ditunggu-tunggu yang dapat memberikan garis waktu kenaikan suku bunga di tengah meningkatnya tekanan inflasi.
Dikutip dari CNBC, Rabu (3/11/2021), harga emas di pasar spot turun 0,3 persen pada USD 1.787,04 per ons pada 13:35. EDT. Harga emas berjangka AS turun 0,4 persen menjadi USD 1.789,40.
Baca Juga
Kekuatan persisten dalam ekuitas menjelang pernyataan The Fed pada hari Rabu terus membebani logam safe-haven, kata Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals.
Advertisement
Namun kekhawatiran baru-baru ini atas inflasi telah membatasi penurunan emas dan membantu minat beli, kata Wyckoff.
Sementara emas digunakan sebagai lindung nilai terhadap inflasi, pengurangan stimulus dan kenaikan suku bunga cenderung mendorong imbal hasil obligasi pemerintah naik, meningkatkan biaya peluang memegang emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil.
The Fed diperkirakan akan menyetujui rencana untuk mengurangi program pembelian obligasi pada hari Rabu, ketika menyimpulkan pertemuan kebijakan dua hari.
"Saya berharap The Fed akan mengumumkan dimulainya tapering tetapi saya tidak melihat mereka memberikan waktu spesifik seputar kenaikan suku bunga," kata Carsten Fritsch, analis komoditas di Commerzbank.
"Itu dapat menyebabkan beberapa kekecewaan karena pelaku pasar mengharapkan sesuatu yang lebih spesifik yang dapat mendorong emas menuju USD 1.800 per ounce atau bahkan lebih dari itu," lanjutnya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sentimen Lain
Indeks dolar menguat, membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Pasar juga akan mengawasi pertemuan kebijakan Bank of England pada hari Kamis.
"Minggu depan bisa bergejolak untuk harga emas ... logam kuning kemungkinan akan dipengaruhi oleh pergerakan dolar, imbal hasil Treasury, ekspektasi inflasi dan sentimen risiko global," Lukman Otunuga, analis riset senior di FXTM, mengatakan dalam sebuah catatan.
Advertisement