Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan bahwa penerapan Pilar 1 pajak digital global direncanakan pada Juli 2022 mendatang. Hal ini ditandai dengan penandatangan awal.
“Rencana implementasinya adalah melalui multilateral convention yang direncanakan harusnya nanti di Juli 2022 akan ada penandatangan itu,” kata Direktur Perpajakan Internasional DJP Kementerian Keuangan, Mekar Satria Utama, dalam diskusi FMB terkait Kejelasan Arah Pajak Global untuk Indonesia, Senin (15/11).
Dia melanjutkan, penandatanganan tersebut akan bertepatan saat Indonesia menjabat Presidensi G20. Diharapkan dengan begitu akan menjadi bukti kontribusi Indonesia dalam perpajakan internasional.
Advertisement
“Basisnya sudah kita siapkan dalam konteks dasar undang-undang . Artinya Indonesia sudah diberikan kewenangan oleh UU untuk bisa melaksanakan kesepakatan global atau perjanjian lainnya.
Sedangkan untuk Pilar 2, implementasinya baru akan terlaksana pada 2023 atau 2024 karena masih dalam tahapan pembahasan detail implementasi.
“Untuk Pilar 2 itu akan dilaksanakan melalui multilateral instrumen dan juga perubahan terhadap Perpres yang terkait dengan P3B (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda) kita,” ujarnya.
Melalui penetapan Pilar 1 dan Pilar 2, Indonesia akan turut mendapatkan keuntungan terutama dari Pilar 2 dikarenakan sejumlah perusahaan multinasional menjadikan Indonesia sebagai pasarnya. Selain juga, sejumlah perusahaan tambang dan sawit Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi perusahaan multinasional.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Fondasi Pemajakan Ekonomi Digital
Adapun negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah menyepakati fondasi pemajakan ekonomi digital yang dinamakan Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation and Globalization of the Economy dan terdiri dari dua pilar utama.
Melalui kesepakatan Pilar 1, memungkinkan negara asal domisili perusahaan multinasional bisa melakukan pemungutan pajak tanpa terkendala ketentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau bentuk fisik.
Sedangkan Pilar 2 merupakan usulan solusi mengurangi kompetisi pajak melalui penerapan tarif pajak efektif PPh badan minimum secara global untuk melindungi basis pajak. Melalui Pilar 2, PPh badan minimum ditetapkan sebesar 15 persen untuk perusahaan multinasional yang beroperasi di beberapa negara.
Selain itu, perusahaan-perusahaan yang menghasilkan lebih dari 10 persen keuntungan dari penjualan produk atau layanan mereka di negara lain harus membayarkan pajak kepada negara tempat mereka beroperasi dan juga negara asal.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement