Indonesia Belum Ratifikasi Perjanjian Dagang RCEP, Ternyata Ini Penyebabnya

Terlambatnya ratifikasi RCEP, berdampak pada implementasi RCEP yang seharusnya 1 Januari 2022 menjadi mundur.

oleh Tira Santia diperbarui 31 Des 2021, 12:45 WIB
Diterbitkan 31 Des 2021, 12:45 WIB
Neraca Perdagangan RI Alami Surplus
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, proses ratifikasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) masih dalam tahap pembahasan. Rencananya ratifikasi perjanjian dagang ini akan disahkan pada kuartal I 2022.

“Saya sudah sampaikan ratifikasi ini masih berproses di Parlemen, dan di Parlemen pembahasan di Komisi VI sudah selesai, jadi tentu pembahasan selanjutnya adalah pembahasan kedua. Biasanya pembahasan di tingkat satu selesai maka tentu tinggal disahkan di rapat paripurna dan ini diagendakan di Kuartal pertama,” jelas Menko Airlangga Hartarto dalam konferensi Pers RCEP, Jumat (31/12/2021).

Terlambatnya ratifikasi RCEP, berdampak pada implementasi RCEP yang seharusnya 1 Januari 2022 menjadi mundur. Ratifikasi Indonesia akan berlaku setelah disetujui oleh DPR dan disahkan dalam sidang Paripurna.

“Tentu konsekuensinya ya kita tidak berlaku 1 Januari, tapi berlaku sesudah diratifikasi Ini mendapat sesudah ratifikasi DPR, kemudian Paripurna menyampaikan kepada bapak Presiden kemudian diundangkan oleh Pemerintah,” ujarnya.

Menko pun berharap, proses ratifikasi RCEP ini bisa diselesaikan dalam waktu dekat. Disisi lain, hingga kini sudah ada negara yang sudah meratifikasi yaitu Brunei, Kamboja, Laos, Thailand Singapura, Vietnam, dan Myanmar, dan 5 negara mitra yaitu China, Jepang, Australia, New Zealand, dan Korea Selatan.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Karakteristik RCEP

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

RCEP merupakan konsolidasi lanjutan dari FTA ASEAN+1, diketahui kata Menko, Indonesia memiliki beberapa kerjasama ASEAN+1 dengan China, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan New Zealand dengan karakteristik.

Karakteristik itu diantaranya yang pertama, modern yang mencakup update kerjasama ASEAN+1 tentunya ini disesuaikan dengan situasi terkini sekaligus melengkapi peraturan dari pada WTO.

Kedua, RCEP juga dilakukan secara komprehensif dari cakupan tingkat komitmen yang luas dengan memasukkan unsur UMKM terkait e-commerce dan digitalikasi serta kompetisi.

Ketiga, perjanjian ini berkualitas tinggi dimana memfasilitasi perekonomian dan ekspansi rantai pasok regional. Keempat, RCEP saling menguntungkan bagi seluruh negara RCEP karena terdapat perbedaan tingkat pembangunan natar anggota RCEP.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya