Miliarder Rusia Ketar-ketir Penyitaan Aset Milik Barat Bikin Ekonomi Negaranya Balik ke Masa Revolusi

Miliarder ini meminta pemerintah Rusia untuk bertindak dengan sangat hati-hati terkait penyitaan aset milik perusahaan Barat.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Mar 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2022, 15:00 WIB
Hari ke-16 Invasi Rusia ke Ukraina
Prajurit Ukraina memberi isyarat selama sesi pelatihan di luar Kharkiv, Ukraina, pada Jumat (11/3/2022). Invasi Rusia ke Ukraina sudah memasuki hari ke-16 pada hari Jumat ini. (AP Photo/Andrew Marienko)

Liputan6.com, Jakarta - Miliarder sekaligus presiden perusahaan logam Norilsk Nickel, Vladimir Potanin mengatakan bahwa ekonomi Rusia berisiko kembali masa revolusi 1917.

Itu akan terjadi jika Kremlin memutuskan menyita aset perusahaan Barat yang meninggalkan negara itu. Potanin pun meminta pemerintah Rusia untuk bertindak dengan sangat hati-hati terkait penyitaan aset.

"Pertama, itu akan membawa kita kembali seratus tahun lalu, yaitu di tahun 1917, dan konsekuensi dari langkah seperti itu bisa menuai ketidakpercayaan global terhadap Rusia di pihak investor - akan kita alami setelah beberapa dekade," kata Potanin, dalam pesan yang diposting di Akun Telegram Norilsk Nickel, dikutip dari CNN Business, Senin (13/3/2022).

"Kedua, keputusan beberapa perusahaan menangguhkan operasi di Rusia, menurut saya, agak emosional dan mungkin diambil sebagai akibat dari tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada mereka dari opini publik di luar negeri. Jadi kemungkinan besar mereka bisa kembali (berbisnis di Rusia). Dan Secara pribadi, saya akan menjaga kesempatan itu untuk mereka," ujar pengusaha terkaya di Rusia itu.

Selain itu, Potanin juga meminta Rusia untuk melonggarkan pembatasan mata uang asing sehingga bunga dapat dibayarkan atas obligasi dan pinjaman asing.

Jika pelonggaran itu tidak dilakukan, Potanin khawatir, Rusia berisiko gagal membayar seluruh utang luar negerinya, yang diperkirakannya mencapai sekitar USD 480 miliar.

Diketahui bahwa sektor bisnis Rusia dengan perusahaan dan investor dari negara-negara Barat tengah terhenti, karena sanksi yang dihadapi negara itu atas aksi militernya di Ukraina.

Hal itu terlihat ketika puluhan perusahaan Amerika Serikat, Amerika, Eropa dan Jepang, menangguhkan operasional mereka di Rusia.

Goldman Sachs dan JPMorgan termasuk salah satu di antara bank/layanan keuangan yang menangguhkan operasinal mereka di negara tersebut.

 

Manajemen Eksternal

Pengungsi Ukraina
Seorang anak terbungkus selimut termal antre menunggu untuk naik bus setelah melarikan diri dari Ukraina dan tiba di perbatasan di Medyka, Polandia, Senin (7/3/2022). Hampir 2 juta orang melarikan diri dari Ukraina sejak invasi Rusia dengan jumlah itu meningkat setiap hari. (AP Photo/Visar Kryeziu)

Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa ia mendukung rencana untuk memperkenalkan "manajemen eksternal" perusahaan asing yang meninggalkan negaranya.

"Kita perlu bertindak tegas dengan (perusahaan) yang akan menutup produksi mereka," demikian pernyataan Putin melalui video yang diposting oleh Kremlin dan ditayangkan di media pemerintah Rusia.

"Perlu, kemudian ... untuk memperkenalkan manajemen eksternal dan kemudian mentransfer perusahaan-perusahaan ini kepada mereka yang ingin bekerja," tambahnya.

Organisasi hak-hak konsumen Rusia telah menyusun daftar perusahaan yang telah memutuskan untuk memberhentikan operasionalnya di negara itu dan tidak dapat dinasionalisasi, menurut sebuah laporan di surat kabar Rusia Izvestiya yang dikutip oleh kantor berita TASS.

Daftar tersebut mencakup 59 perusahaan, termasuk Volkswagen, Apple, IKEA, Microsoft, IBM, Shell, McDonald's, Porsche, Toyota, H&M, dan masih banyak lagi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya