Liputan6.com, Jakarta Rupiah (IDR) mengalami penguatan pada Kamis (27/3), menjelang masa libur Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 2025.
Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi mengungkapkan bahwa Rupiah ditutup menguat 26 point terhadap Dolar AS (USD), setelah sebelumnya sempat menguat 45 point di level Rp 16.562 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.587.
Advertisement
Baca Juga
"Sedangkan untuk perdagangan 7 April, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.550 - Rp 16.660," kata Ibrahim dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/3/2024).
Advertisement
Penguatan Rupiah terjadi meski Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif sebesar 25% pada semua mobil dan suku cadang impor, yang berlaku mulai tanggal 2 April.
"Pasar dengan hati-hati menilai potensi dampak tarif ini, karena dapat menyebabkan implikasi ekonomi yang lebih luas yang memengaruhi permintaan minyak dan stabilitas pasar. Industri otomotif merupakan konsumen energi yang signifikan, khususnya minyak," papar Ibrahim.
Ia melihat, tarif yang menaikkan harga kendaraan dapat menekan penjualan mobil, yang berpotensi mengurangi hasil produksi dan, akibatnya, permintaan akan produk minyak.
Selain industri otomotif, Trump juga berencana mengenakan tarif impor pada komoditas utama, serta sektor lain seperti semikonduktor dan farmasi. Eropa, Kanada, Tiongkok, dan Meksiko telah mengecam tarif tersebut dan mengancam tindakan pembalasan, yang dapat memicu perang dagang global yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, AS menjadi perantara perjanjian terpisah pada hari Selasa dengan Ukraina dan Rusia untuk menghentikan serangan di laut dan terhadap infrastruktur energi.
Namun, dalam beberapa jam setelah perundingan gencatan senjata, baik Rusia maupun Ukraina saling menuduh telah melanggar perjanjian yang ditengahi AS untuk menghentikan serangan terhadap fasilitas energi.
Uni Eropa juga mengatakan tidak akan menerima persyaratan Rusia untuk gencatan senjata yang diusulkan di Laut Hitam.
Bank Dunia Sebut Pengumpulan Pajak RI Terendah di Dunia
Laporan Bank Dunia menjadi sorotan terkait penempatan posisi Indonesia asebagai salah satu negara dengan kinerja pengumpulan pendapatan pajak terburuk di dunia.
Menurut Bank Dunia, rasio pendapatan pajak Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) termasuk yang terendah.
"Informasi ini sinyal bagus buat pemerintah untuk melakukan pembenahan diperpajakan secara berkala. Dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya, angka tax ratio Indonesia pada 2021 mengalami penurunan sekitar 2,1 poin persentase," kata Ibrahim.
Ia melihat, andemi COVID-19 disebut turut memperparah rasio pajak Indonesia terhadap PDB dengan penurunan tajam ke angka 8,3% pada 2020.
Advertisement
Bank Dunia Soroti Kinerja Penerimaan PPN dan PPh
Salah satu akar masalah yang disoroti Bank Dunia adalah kinerja pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan yang kurang optimal.
Pada 2021, kontribusi kedua instrumen tersebut hanya sebesar 66% dari total penerimaan pajak atau setara dengan 6% dari PDB. Meski lebih produktif dibanding instrumen pajak lain, angka itu masih relatif rendah dibandingkan negara-negara tetangga.
"Hal ini dapat disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, termasuk kepatuhan yang rendah, tarif pajak efektif yang relatif rendah, dan basis pajak yang sempit," papar Ibrahim, mengutip Bank Dunia.
Secara keseluruhan kondisi ini diperkirakan membuat Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak hingga Rp 944 triliun selama periode 2016-2021.
Potensi ini meliputi kehilangan akibat masalah ketidakpatuhan pada PPN maupun PPh Badan, serta kehilangan akibat kebijakan perpajakan yang dipilih pemerintah.
