Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta menilai aktivitas pertumbuhan ekonomi akan terjadi jika redistribusi keadilan sosial jadi hal utama yang dilakukan.
Kesimpulan itu jadi salah satu penafsiran dari pikiran Thomas Piketty yang menulis buku 'A Brief History to Equality'. Arif melihat, satu kesetaraanya berkaitan dengan kesetaraan ekonomi.
"Premis dasar dari Piketty adalah apabila ada kelompok orang yang pertumbuhan ekonominya lebih besar dari pertumbuhan nasional berarti tak ada kesetaraan," katanya dalam Bincang Megawati Institute, Minggu (22/5/2022).
Advertisement
Ia menafsirkan adanya pertumbuhan ekonomi lebih tinggi itu karena ada perbedaan kelas pendidikan. Ini mempengaruhi besaran upah yang diterima seseorang tersebut.
"Apalagi jika yang berpendidikan tinggi hadir dari keluarga yang kaya raya, ini bisa menimbulkan ketimpangan yang terus menerus," katanya.
Dengan adanya ketimpangan ini, Arif memandang redistribusi keadilan sosial atau ekonomi jadi kunci perkembangan yang setara. Ini sejalan dengan maksud buku yang ditulis Piketty tersebut.
Arif mengatakan, Piketty sendiri telah memberikan salah satu saran untuk memenuhi redistribusi keadilan sosial atau ekonomi ini. Kuncinya, bisa melalui pajak.
"Dalam konteks menemyelesaikan ketidaksetaraan, Piketty menyarankan redistribusi melalui pajak, baik pajak progresif maupun pajak warisan," kata dia.
"Ini kemudian didistribusikan untuk salah satunya pendidikan dan penopang jaminan sosial," imbuhnya.
Ia kemudian mengambil contoh perusahaan di negara skandinavia. Ia berkisah salah satu perusahaan minyak disana turut melibatkan pegawainya dalam oengambilan keputusan penting.
Bahkan, itu juga terjadi dalam memutuskan kebijakan operasional perusahaan. Ini menurut Arif jadi salah satu contoh relevan tentang redistribusi yang juga masuk dalam konsep sosialisme partisipatoris.
Bangkitkan Ekonomi
Ekonomi Jerman termasuk dalam kategori terpuruk pasca perang dunia dan keruntuhan Nazi yang dipimpin Adolf Hitler. Ternyata ada peran negara-negara besar lainnya yang kemudian menghasilkan corak ekonomi baru yang diadopsi Jerman.
Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta menyampaikan sejumlah reformasi aturan menjadi salah satu titik balik ekonomi Jerman pasca perang. Ini mengacu pada buku berjudul 'Membangun Kembali Ekonomi Jerman'.
"Ada reformasi mendasar dalam konteks moneter dan ekonomi, dalam konteks moneter itu ada targetedinflation, inflasi harus rendah, gimana caranya itu dicari policy-nya, gimana caranya inflasi ini rendah dan mendorong daya beli masyarakat," katanya dalam Bincang Akhir Pekan Megawati Institute, Minggu (20/3/2022).
Advertisement
Pengecualian
Guna mendukung itu, ada pengecualian dalam aturan-aturan yang dibuat pemerintah saat itu. Diketahui, partai sosialis dan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, hingga Uni Soviet punya peran dalam pembangunan corak ekonomi baru Jerman ini.
"Ada pengecualian dalam menghadapi ekonomi pasar, misanya intervensi negara terhadap produk awal batu bara dan baja," katanya.
"Kita tahu batu bara ini adalah source of energy dan dibutuhkan oleh industri, jadi ini harus dikendalikan oleh negara. Baja juga dibutuhkan oleh industri dasar, mulai dari urusan panci untuk dapur sampai mobil dan kendaraan alat tempur," terangnya.
Pembiayaan
Sementara itu, di sisi pembiayaannya, lahir semacam bank perkreditan rakyat atau koperasi yang bekerja membangun dasar ekonomi di Jerman.
"Dengan wujud koperasi ayng mendistribusikan bukan sebagai lembaga simpanan, tapi lembaga yang memberikan pendanaan bagi aktivitas industri di wilayah, ini hasil dari reform ekonomi moneter ayng mendasar," tuturnya.
Sementara itu di sisi inflasi, dengan menjaga tingkat inflasi, maka akan melahirkan industrialisasi. Lebih jauhnya, ini kemudian akan menghasilkan lapangan kerja.
"Disitu masuk aspek sosialnya, dan untuk menciptakan lapangan kerja, dibutuhkan pendidikan, maka di Jerman pendidikannya itu kuat dan murah karena ditopang penuh oleh negara," katanya.
Advertisement