14 Juli Diperingati sebagai Hari Pajak Nasional, Simak Sejarahnya

Hari Pajak di Indonesia ditetapkan pada setiap tanggal 14 Juli.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Jul 2022, 15:15 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2022, 15:15 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak. Hari Pajak di Indonesia ditetapkan pada setiap tanggal 14 Juli.(Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Hari Pajak di Indonesia ditetapkan pada setiap tanggal 14 Juli. Mengapa tanggal 14 Juli yang dipilih untuk memperingati Hari Pajak?

Kasubdit Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti, mengatakan penetapan tanggal 14 Juli yang saat ini diperingati sebagai Hari Pajak telah melalui proses yang cukup Panjang.

Menurutnya, hari pajak merupakan sejarah yang sangat berarti bagi Direktorat Jenderal Pajak. Sekarang ini negara-negara di dunia itu hampir bisa dipastikan sumber penerimaan negara salah satunya berasal dari pajak.

Bahkan negara-negara kaya yang dulunya kaya dengan minyak sekarang juga sudah mulai memungut pajak, misalnya Brunei Darussalam dulu tidak mengenakan pajak sekarang ada pajak.

“Sejarah pajak ini sebetulnya berkaitan dengan tugas tertentu. Karena ini ini erat kaitannya dengan pembentukan negara kita yaitu pada saat masa-masa sidang BPUPKI. Pada saat sidang itulah boleh dibilang pertama kali kata pajak disebutkan,” kata Dwi dalam Podcast Cermati, tayang di youtube resmi Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (14/7/2022).

Pada saat sidang panitia kecil BPUPKI dibicarakan masalah terkait keuangan kemudian disebut lah kata-kata “pajak” pertama kali.

Selanjutnya, kata 'pajak' mulai terkenal ketika Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno membacakan pidato berkaitan tentang pajak, yang dibacakan pada tanggal 1 Juni tahun 1945.

Dari pembahasan panitia kecil BPUPKI tersebut, kemudian dilanjutkan pada sidang kedua 10-17 Juli 1945. Dalam pembicaraan BPUPKI, dibahas mengenai cara mengumpulkan dana untuk membentuk dan membiayai negara.

“Ketika negara terbentuk keuangannya dari bagaimana kita mau biayai negara kemudian itulah mulai dipikirkan yang namanya pajak,” ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kata Pajak

Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Kemudian kata-kata pajak juga dimunculkan di rancangan undang-undang dasar kedua, yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945 pada bab 7 tentang keuangan pasal 23.

“Jadi, itulah berdasarkan dokumen-dokumen yang ada kita kemudian menetapkan bahwa tanggal 14 Juli tahun 1945, karena ketika itu tertulis untuk pertama kalinya kata-kata pajak dalam Rancangan undang-undang dasar yang kedua Pasal 23,” jelasnya.

Namun, sebetulnya pajak itu tidak asli lahir pada tanggal 14 Juli 1945, karena jika ditilik kembali berdasarkan sejarahnya. Bahkan pada masa-masa Kerajaan dulu itu sudah ada yang namanya pajak tapi mungkin bentuknya bukan seperti yang sekarang.

Dulu “pajak” itu disebut upeti atau pungutan. Karena bagaimanapun pada zaman kerajaan tidak bisa menghidupi kerajaannya kalau tidak ada sumbangsih dari masyarakatnya.

Sri Mulyani Bongkar Alasan Batal Eksekusi Pajak Karbon 1 Juli 2022

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap alasan belum diterpakannya pajak karbon atau carbon tax. Ia menyebut semua negara masihi fokus menangani dampak dari pandemi Covid-19.

Dengan begitu, Sri Mulyani mengatakan, pihaknya masih menunggu waktu yang tepat untuk menerapkan pajak karbon dan perdagangan karbon. Sehingga tak akan berdampak pada upaya pemulihan ekonomi.

"Kita sangat perhatikan risiko dari keseluruhan perekonomian," kata dia kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).

"Karena kan seluruh dunia fokusnya downside risk-nya adalah kepada kenaikan inflasi yang diikuti dengan tightening monetary policy dengan kenaikan suku bunga dan likuiditas dan bisa menciptakan konsekuensi dalam bentuk resesi," jelasnya.

ia menerangkan, bagian itu menjadi penting untuk lebih dulu dipikirkan saat ini. Meski, ia mengaku telah menyusun mekanisme pengambilan pajak dan perdagangan karbon.

"Jadi kita harus fokus meng-introduce jangan sampai kita menciptakan policy yang memperburuk risiko yang sedang terjadi pada level global. namun tidak berarti persiapan teknis dan mekanismenya (diabaikan), kita tetap lakukan," katanya.

Uji Coba

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Pada kesempatan itu, ia juga mengungkap telah melakukan uji coba skema penerapan pajak karbon dan perdagangan karbon. ia menekankan mekanismenya terus disiapkan lebih lanjut.

"Mengenai komitmen policy regulasi maupun mekanisme termasuk carbon tax itu kita siapkan terus, kita bekerja sama dengan kementerian terkait terutama dengan PLN untuk carbon tax ini," katanya.

Tahapan selanjutnya, dalam melakukan uji coba, masih menenrapkan mekanisme yang terbatas. Ini sebagai langkah awal penerapan pajak karbon dan perdagangan karbon tersebut.

"Kita akan terus menguji cobakan dari mekanismenya masih limited terbatas dalam balancidnya pln sendiri. Itu dilakukan dengan tadi cap and trade nya nanti dari sisi keandalan perdagangan carbon mekanismenya cap and trade nanti kita introduce carbon price nya yang sekarang kita sudah introduce pada level yang cukup rendah sebagai awalan, sampai kemudian mekanisme itu makin membangun reputasi dan releabilitasnya," paparnya.

Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Angin Segar Diskon Pajak dan DP 0 Persen Kendaraan Baru. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya