Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengungkap anggaran subsidi BBM atau energi Rp 502,4 triliun bisa dialokasikan untuk memperkuat ketahanan pangan. Alasannya, Indonesia masih menghadapi ancaman kerawanan di sektor ini.
Ini menyambung hitungannya jika angka tersebut dialokasikan selain untuk mensubsidi energi. Dengan kata lain, BBM tidak lagi mendapar subsidi dari pemerintah.
Baca Juga
"Kita masih menghadapi indeks prevalensi kerawanan pangan tinggi. Realokasi anggaran subsidi energi bisa diarahkan untuk memperkuat program ketahanan pangan, karena kita masih hanya swasembada beras," kata dia dalam keterangannya, ditulis Sabtu (27/8/2022).
Advertisement
Tapi untuk komoditas lainnya seperti daging, sayuran, gula, kedelai, dan beberapa lainnya masih dilakukan impor. Di sisi ini menurut Said perlu juga diperhatikan oleh pemerintah.
"Urusan kemandirian pangan sangat penting, sebab dengan ketergantungan pangan rawan untuk menghadapi berbagai resiko ekonomi, baik yang diterima oleh rakyat maupun fiskal kita," terang dia.
Said mendukung pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran subsidi energi ke sektor-sektor yang diperlukan masyarakat miskin. Diantaranya, bantuan langsung tunai (BLT), bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial produktif UMKM, fasilitas Kesehatan dan pendidikan agar dana APBN lebih dirasakan masyarakat.
"Artinya Subsidi dialihkan dari si kaya ke si Miskin yang benar benar membutuhkan. Kebijakan ini juga bisa meredam tekanan inflasi yang sangat rentan terhadap rumah tangga miskin," ujar dia.
Alokasi Sektor Lain
Tak berhenti disitu, Said menyebut, subsidi energi dengan nilai besar ini juga bisa menyasar sektor lain. Misalnya UMKM dan upaya konversi energi.
Guna mendorong barang produksi UMKM yang menopang konsumsi sehari-hari rakyat, pengalihan dana subsidi bisa difokuskan ke subsidi BBM ke UMKM. Langkah ini bisa dengan menyusun langkah teknis bersamaan dengan integrasi dengan keseluruh program perlindungan sosial.
Kemudian, realokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi dapat difokuskan untuk penguatan program konversi energi. Langkah ini sangat penting untuk ketergantungan kita pada suplai impor minyak bumi.
"Konversi kebijakan energi untuk mengarah kemandirian energi harus menjadi prioritas agar kejadian bengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM tidak terus terulang di masa mendatang. Jangan sampai kita jatuh pada lubang yang sama, padahal kita tahu lokasi lubang tersebut," tuturnya.
Menurutnya, latar kebijakan ini penting untuk diketahuai masyarakat agar bisa dimengerti dan dipahami. Akhirnya diharapkan mampu meyakini bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi ( solar dan pertalite ) bukan semata urusan fiskal APBN.
"Tapi sekali lagi mengalihkan agar lebih tepat sasaran dan masyarakat bawah lebih berdaya secara ekonomi," tutupnya.
Advertisement
Pola Subsidi Harus Diubah
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah memandang subsidi BBM tidak tepat sasaran. Maka, perubahan skema subsidi perlu jadi pertimbangan pemerintah.
Pada 2022, harga minyak dunia melonjak cukup tinggi hingga diatas USD 100 per barel. Dengan begitu, pemerintah menambah subsidi energi menjadi Rp 502,4 triliun.
"Dana tersebut, hanya habis digunakan untuk mensubsidi harga energi yang saat ini 80 persen subsidi LPG 3 Kg masyarakat mampu," kata dia dalam keterangannya, Jumat (26/8/2022).
Kenaikan harga BBM jenis Pertamax ke Rp 12.500 per liter juga jadi pengaruh masyarakat mampu beralih membeli Pertalite. Dimana Pertalite masih dibanderol sebesar Rp 7.650 per liter.
Akibatnya kuota Pertalite yang disediakan pemerintah tidak mampu menahan lonjakan permintaan pertalite. Perkiraan peemrintah, pada Oktober nanti stok pertalite diperkirakan habis jika menyimulasikan dengan tren konsumsi sekarang ini.
"Subsidi solar juga tidak tepat sasaran karena gap harga solar subsidi dengan non subsidi sangat besar. Banyak terjadi penyelundupan solar subsidi. Perubahan pola subsidi BBM dan LPG menjadi keniscayaan yang harus dirubah oleh pemerintah," paparnya.
Untuk Masyarakat Kurang Mampu
Lebih lanjut, Said mengatakan dana subsidi energi itu bisa dilimpahkan untuk pembangunan di berbagai sektor lain. Utamanya bagi kepentingan masyarakat kelas bawah.
Yakni, menyasar kegiatan-kegiatan produktif seperti pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur energi serta sektor lainnya.
"Besaran anggaran subsidi BBM dapat digunakan untuk membangun ruas tol baru sepanjang 3.501 km dengan perkiraan investasi Rp. 142,8 miliar per km. Jika di setarakan dengan anggaran pembangunan Sekolah Dasar (SD) 227.886 unit, diperkirakan butuh investasi 2,19 miliar tiap SD," ungkapnya.
Bahkan jika dikonversikan anggaran subsidi BBM setara dengan 3.333 unit Rumah Sakit sekala menengah, dengan besaran investasi Rp. 150 miliar per rumah sakit.
"Bahkan jika diperlukan untuk membangun puskesmas, anggaran subsidi dan kompensasi BBM dapat digunakan untuk membangun 41.666 puskesmas baru dengan biaya Rp 12 miliar per puskesmas," tukasnya.
Advertisement