Dianggap Keputusan Sepihak, DPR Berencana Bertemu Menteri Keuangan Bahas Kenaikan Tarif Cukai

Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok atau cukai rokok hingga 10 persen pada 2023 dan 2024.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 05 Nov 2022, 10:30 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2022, 10:30 WIB
Berhenti Merokok
Ilustrasi Merokok Credit: pexels.com/Saba

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun melihat naiknya cukai rokok sebesar 10 persen merupakan pukulan telak bagi petani tembakau.

Pasalnya, sudah 4 tahun berturut turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan.

"Dalam 3 tahun terakhir, kenaikan cukai cukup eksesif. Tahun 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, dan tahun 2022 naik 12 persen," kata Misbakhun kepada Liputan6.com, Jumat (4/11/2022).

Misbakhun melanjutkan, bagi petani tembakau, salah satu kerontokan ekonomi mereka selama 5 tahun ini merupakan dampak dari kenaikan cukai rokok yang sangat tinggi.

Tingginya tarif CHT akan membuat perusahaan mengurangi produksi yang secara tidak langsung, mengurangi pembelian bahan baku. Padahal, 95 persen tembakau yang dihasilkan petani, untuk bahan baku rokok.

"Secara makro, kami juga melihat, kondisi saat ini sedang dalam situasi rentan, bahkan penuh ketidakpastian akibat resesi global. Kondisi ini, tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau. Kita juga belum benar-benar bisa keluar dari krisis akibat pandemi," bebernya. 

"Bagi Kami Anggota DPR, Ini Adalah Sebuah Fait Accompli Pemerintah," ujar Misbakhun, seraya meyebutkan bahwa Pemerintah tak melibatkan DPR untuk merumuskan kenaikan tarif cukai mendatang.

Misbakhun kemudian mengutip UU No 39 tahun 2007 tentang Cukai, Pasal 5 Ayat (4), bahwa "penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mendapat persetujuan".

Kemudian, salah satu keputusan rapat antara Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama Pemerintah pada 26 September 2022, memandatkan Komisi XI DPR RI untuk membahas kenaikan tarif cukai dan ekstensifikasi cukai 2023 paling lama 60 hari setelah pengesahan RUU APBN 2023 menjadi UU APBN 2023 pada sidang paripurna DPR RI 29 September lalu, beber Misbakhun.

"Keputusan pemerintah mengumumkan kenaikan CHT sebesar 10% pada Kamis (03/11), kuat dugaan merupakan keputusan sepihak. Karena itu, Komisi XI dengan kewenangannya akan mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Keuangan untuk meminta keterangan perihal kenaikan tarif CHT tersebut," ungkapnya. 

Ekonom : Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen Bisa Susutkan Industri Pengolahan Tembakau

Bea Cuka Pastikan Harga Eceran Rokok Stabil di Pasaran
(Foto:Dok.Bea Cukai)

Sementara itu, ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan bahwa kenaikan cukai rokok tetap perlu dilakukan karena pada esensi-nya cukai diberlakukan untuk pengendalian konsumsi.

Seperti diketahui, Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok atau cukai rokok hingga 10 persen pada 2023 dan 2024.

 "Maka selama konsumsi belum dikendalikan, kenaikan tarif cukai rokok harus dilakukan," katanya kepada Liputan6.com, Jumat (4/11/2022).

"Saya secara pribadi mendukung rencana kenaikan tarif cukai rokok ini. Meskipun memang akan berdampak negatif ke ekonomi, industri, dan pekerja," lanjut  Nailul.

Namun Nailul mengakui, kenaikan tarif cukai rokok akan membuat konsumsi rokok menurun yang membuat ekonomi secara umum melemah.

"Industri Pengolahan Tembakau akan mengalami penurunan yang cukup tajam dan bisa berefek ke pekerja di industri rokok dan turunannya," ungkapnya.

Senada dengan Nailul, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno juga melihat perlunya kenaikan  cukai rokok untuk pengendalian konsumsi.

"Hal ini sejalan dengan filosofi yg termaktub dalam UU Cukai, dimana barang yang dikenakan cukai peredaran perlu diawasi dan dibatasi," jelasnya, dalam pernyataan terpisah.

"Dengan demikian kenaikan cukai rokok adalah langkah tepat untuk menyelematkan masyarakat - terutama generasi penerus supaya terbebas dari zat adiktif. Dari sisi kesehatan publik, tentu ini hal yang sangat positif," imbuh Agus.

 

Cukai Rokok Bisa Menjadi Batasan Pembelian Rokok bagi Remaja

Ilustrasi kenaikan cukai rokok (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi kenaikan cukai rokok (Liputan6.com / Abdillah)

Selain itu, kenaikan cukai juga akan memberikan batasan akses pembelian rokok pada anak-anak dan remaja, dengan harga yang lebih mahal.

"Sebagai bahan pertimbangan bahwa prevalensi merokok pada anak-anak saat ini sudah mencapai 9,1 persen (Riskesdas 2018), jauh melewati target RPJMN 2020 yang hanya 5 persen saja," jelas Agus. 

Agus juga menyebut, klaim yg selama ini muncul bahwa kenaikan cukai rokok akan melemahkan petani tembakau, adalah hal yang tidak relevan.

"Pasalnya keberadan petani tembakau justru terancam oleh importasi daun tembakau yang sangat signifikan, oleh industri rokok besar. Ini yang seharusnya juga diatur dan dilarang oleh pemerintah," tukasnya.

Agus melanjutkan bahwa, petani tembakau selama ini dalam posisi yang lemah ketika berhadapan dengan industri melalui para gradernya.

"Petani tidak memiliki nilai tawar yang baik di saat musim panen tiba. Sedangkan satu satunya pasar tembakau adalah industri rokok," tambahnya.

Oleh karena itu, menurut Agus, kebijakan menaikan cukai rokok 2023/24 merupakan kebijakan yang tepat demi perlindungan kesehatan pada masyarakat konsumen, dan terkhusus pada anak-anak.

Di tambah lagi, dengan menaikan cukai rokok, pemerintah juga berkontribusi merontokkan upaya untuk mewujudkan generasi emas yang kini tengah diserukan. 

"Bagaimana mau mewujudkan generasi emas jika mereka terserimpung oleh candu rokok akibat murahnya harga rokok, masifnya iklan dan promosi rokok plus peringatan kesehatan yang masih minimalis?," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya