Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengingatkan, Indonesia perlu mewaspadai dampak disparitas harga beras yang terlalu tinggi. Pasalnya, Bank Dunia menyebut harga beras Indonesia paling mahal dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Melansir laporan Indonesia Economic Prospect yang dirilis Bank Dunia Desember 2022, Arsjad menyebut harga beras Indonesia dua kali lipat lebih tinggi dari Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.
Baca Juga
"Jika perbedaan antara harga di dalam negeri dengan luar negeri terlalu besar, ada kecenderungan beras impor lebih murah, keinginan untuk mendatangkan beras dari luar negeri akan sangat tinggi. Kondisi ini bisa memberikan ancaman bagi petani," ujar Arsjad Rasjid dalam pernyataan tertulis, Kamis (29/12/2022).
Advertisement
Alasan Arsjad Rasjid mengingatkan dampak disparitas harga ini dipicu oleh kebijakan impor beras sebanyak 200 ribu ton oleh Perum Bulog hingga akhir 2022. Ia mencatat, stok beras di gudang Bulog menyusut dari 1 juta ton di awal 2022 menjadi 587 ribu ton pada November 2022.
Lantaran harus melakukan intervensi pasar selama musim paceklik 3-4 bulan ke depan dan mengantisipasi kebutuhan untuk bencana alam, Bulog harus mengisi stok beras hingga tingkat aman sekitar 1,5 juta ton.
"Bulog mencoba mengadakan stok beras itu dari pasar domestik, tapi kesulitan mendapatkan walau regulasi harga patokannya sudah direlaksasi. Opsi lain adalah impor," imbuh Arsjad.
Impor Beras
Pemerintah akhirnya menilai impor beras dibutuhkan untuk menstabilkan harga yang merangkak naik di tingkat konsumen. Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), Arsjad mencatat harga beras terus merangkak naik.
Pada periode 7 November 2022 sampai 6 Desember 2022, harga beras rata-rata di seluruh provinsi telah bergerak 1,6 persen. Terdapat 14 provinsi dengan kenaikan harga beras di atas rata-rata nasional, dengan yang tertinggi Sulawesi Barat sebesar 6,6 persen.
Menurut Arsjad, Bank Dunia mengingatkan agar lonjakan harga beras tersebut dikelola dengan baik. Begitu juga dengan kemungkinan adanya hambatan non tarif atau harga di tingkat petani demi stabilisasi harga.
"Dalam jangka panjang, yang perlu didorong adalah investasi di bidang penelitian dan pengembangan, serta penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia pertanian agar mampu meningkatkan produktivitas," pungkas dia.
Advertisement
Mendag: Harga Beras Naik Rp 1.000 Bikin Pak Harto Jatuh
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyoroti kasus defisit stok beras, yang membuat Perum Bulog terpaksa melakukan impor beras 500 ribu ton. Padahal, itu jadi salah satu komoditas pangan utama yang paling dijaga pada zaman kepemimpinan Presiden Soeharto.
Mulanya, Mendag Zulhas mengatakan, dirinya termasuk salah seorang yang kontra dengan kebijakan impor beras. Terlebih Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo disebutnya mengabarkan, negara surplus produksi beras hingga 7 juta ton.
"Jadi impor beras ini saya tidak setuju, saya menentang keras. Dari berkali rapat saya tidak setuju, karena Menteri Pertanian mengatakan, kita surplus," tegas Mendag Zulkifli Hasan dalam jumpa bersama Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Selasa (27/12/2022).
"Surplusnya itu tidak sedikit, 7 juta, walaupun dalam hati saya tidak percaya. Tapi karena datanya BPS surplus 7 juta, maka saya menolak impor beras," dia menambahkan.
Ketidaksetujuan itu pun dilontarkannya saat mengikuti rapat terbatas (Ratas) pertama terkait beras. Namun pada kesempatan itu, ia juga menerima laporan dari Bulog, stok cadangan beras pemerintah (CBP) tinggal tersisa 300 ribu ton.
Sedangkan, harga beras juga sudah meroket hampir Rp 1.000 per kg. Menurut Mendag, ini merupakan kondisi yang sudah terlampau parah. Ia mengibaratkan, situasi tersebut bahkan bisa mengusik posisi Soeharto yang 30 tahun menjabat sebagai Presiden RI.
"Beras naik Rp 100 perak saja kan dampaknya tinggi sekali terhadap inflasi, apalagi naiknya Rp 1.000. Naik Rp 1.000 pak Harto jatoh. Jadi kalau beras ini menyangkut hajat hidup orang banyak," ungkapnya.
"Oleh karena itu Presiden perintahkan, kalau stoknya banyak beli Bulog. Bulog mau beli, 50 tahun sampai saat ini penyakitnya sama, yang paling dirugikan itu petani," pungkas Mendag.
Indonesia Buka Keran Impor Beras, Pengamat: Bukan Akibat Gagal Panen
Keputusan pemerintah untuk impor beras sebanyak 500 ribu ton di penghujung 2022 dan awal 2023 telah menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Alasan utama impor beras karena menipisnya cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog yang diperkirakan tinggal 200 ribu ton sampai akhir tahun.
Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Pertanian dan Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (KIBAR) Syaiful Bahari mengatakan, masalah impor beras merupakan fenomena puncak gunung es.
Akar persoalannya bukan karena gagal panen sehingga industri penggilingan padi tidak dapat bahan baku gabah. Apalagi, sudah lebih duapuluh tahun industri penggilingan padi di berbagai daerah tidak ada masalah dengan suplai gabah.
"Meskipun di satu wilayah gagal panen atau panennya kurang bagus, umumnya mereka memperoleh dari wilayah lain, bahkan saling suplai antar pulau. Artinya, pasar suplai gabah berjalan normal," kata Syaiful kepada media di Jakarta, Senin, (26/12).
Tak hanya itu, lanjut Syaiful, Bulog sendiri sudah lama menjalankan program serap beras medium dan premium untuk memenuhi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dari industri-industri penggilingan padi, sejauh ini berjalan baik.
Namun Syaiful mempertanyakan mengapa kali ini harus impor. Selain itu, harus dibuka juga transparansi ke publik terkait distribusi CBP yang ada di Bulog, apakah benar-benar habis atau lari kemana.
Menurut Syaiful, saat ini sebagian besar penggilingan padi rakyat di daerah tidak mampu lagi mensuplai Bulog, dikarenakan harga gabah yang tinggi sehingga penggilingan padi kecil menengah tidak bisa lagi berproduksi.
"Dari 160 ribu penggilingan padi yang ada diperkirakan hanya sepuluh persen saja yang masih aktif berproduksi. Itulah sebabnya peredaran beras di pasar juga semakin berkurang karena industri penggilingan padi banyak yang tidak jalan," kata Syaiful.
Advertisement