Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 mencapai 5,31 persen. BPS mencatat, sebagai penopang pertumbuhan ekonomi tersebut adalah dari sisi rumah tangga, khususnya banyak masyarakat yang mulai bepergian dan berbelanja.
BPS mencatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang sepanjang tahun 2022 sebesar 4,93 persen.
Baca Juga
Kepala BPS, Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun 2022 meroket dibandingkan tahun 2021 yang hanya tumbuh 2,02 persen.
Advertisement
“Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,93 persen kalau dibandingkan 2021 lebih tinggi atau melompat,” kata Margo di Gedung BPS, Jakarta, Senin (6/2).
Margo menjelaskan meningkatnya konsumsi rumah tangga di tahun 2022 tidak terlepas dari pulihnya mobilitas masyarakat. Sehingga mendorong aktivitas dunia usaha dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
“Berbagai hal tersebut juga ditunjukkan oleh kenaikan PPh 2021 sebesar 18,36 persen,” kata dia.
Margo mengatakan indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga ini karena pendapatan masyarakat yang meningkat. Sehingga mendorong penguatan seluruh kelompok konsumsi. Utamanya pada kelompok konsumsi transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel.
“Membaiknya pendapatan masyarakat mendorong penguatan seluruh kelompok konsumsi, utamanya pada kelompok konsumsi transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel,” kata dia.
Ekonomi Indonesia Sepanjang 2022 Tumbuh 5,31 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2022 tembus 5,01 persen secara tahunan (year on year/YoY). Secara kumulatif, ekonomi Indonesia di sepanjang 2022 tumbuh sebesar 5,31 persen.
""Secara kumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I hingga triwulan IV 2022 dibandingkan dengan triwulan 1 hingga triwulan IV 2021 tumbuh 5,31 persen," ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (6/2/2023).
Dia menyampaikan, secara kuartalan, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 0,36 persen dari kuartal III 2022. Namun, ekonomi Indonesia tumbuh 5,01 persen di kuartal IV-2022 dibanding dengan tahun lalu.
Dengan catatan pertumbuhan ini, memang terlihat pelambatan pertumbuhan yang terjadi sepanjang tahun. Namun Margo masih mencatat adanya pertumbuha positif sepanjang tahun.
Dari sisi neraca perdagangan sendiri, terjadi surplus sebesar lebih dari USD 54,53 juta di 2022. Hal ini didorong oleh meningkatnya harga komoditas ekspor andalan Indonesia.
Advertisement
Sesuai Prediksi
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022. Menanggapi, Ekonom sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira, memprediksi pertumbuhan ekonomi 2022 di kisaran 4,8 persen - 5 persen.
"Pertumbuhan ekonomi 2022 ada di rentang 4,8 sampai dengan 5 persen," kata Bhima kepada Liputan6.com, Minggu (5/2/2023).
Menurut dia, meski terdapat faktor pemulihan konsumsi rumah tangga, tapi hal itu terhambat oleh inflasi dan kenaikan suku bunga pinjaman.
"Inflasi dari pangan dan energi sangat berdampak ke konsumsi 40 persen kelompok pengeluaran menengah," ujarnya.
Sementara dari sisi investasi dan ekspor menjadi motor utama pertumbuhan dipacu oleh naiknya harga komoditas, dan naiknya permintaan di negara mitra dagang utama.
Dia menilai, belanja pemerintah masih lambat terserap dan itu yang jadi masalah mengapa ekonomi di kuartal ke IV belum bisa tumbuh tinggi meski ada seasonal libur natal tahun baru.
Disisi lain hal itu juga dipengaruhi oleh pergerakan industri manufaktur yang belum pulih merata di 2022 jadi ganjalan kenaikan kapasitas produksi, bahkan industri utama seperti tekstil pakaian jadi dan alas kaki tercatat mengalami penurunan order.
"Jadi, industri harus diselamatkan karena kontribusinya yang besar ke total PDB dari sisi lapangan usaha," tegasnya.
Adapun Bhima memberikan saran kepada Pemerintah agar ke depan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih baik, diantaranya yang pertama, menurunkan tingkat inflasi baik pangan maupun energi agar pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa lebih optimal paska transisi pandemi ke endemi
Kedua, memberikan stimulus yang lebih besar kepada UMKM termasuk mempercepat implementasi 40 persen pengadaan barang jasa Pemda dari produk UMKM.
Ketiga, memanfaatkan regional Asean dan Timur Tengah untuk didorong sebagai alternatif tujuan ekspor, selagi menunggu Tiongkok lakukan pembukaan ekonomi secara penuh.
Keempat, "mempercepat realisasi investasi terutama yang terkait dengan program hilirisasi serta investasi disektor padat karya," pungkasnya.