Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat ada penurunan daya beli masyarakat dalam periode sebelum Ramadan dan Idul Fitri atau Lebaran 2025. Hal itu ditunjukkan pada hasil survei atas penjualan eceran di Tanah Air.
Mengacu data yang disajikan, Indeks Penjualan Riil pada Februari 2025 diprediksi turun 0,5 persen secara tahunan atau dari Februari 2024 lalu. Sedangkan, penjualan eceran pada Februari juga diprediksi tumbuh tipis 0,8 persen dari Januari 2025 atau secara bulanan. Tren itu memperpanjang kontraksi penjualan eceran pada Januari 2025 yang tercatat anjlok minus 4,7 persen.
Ekonom Indonesia Strategic ane Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengamini data tersebut. Dia memandang turunnya hasil survei penjualan ritel sejalan dengan penurunan keyakinan konsumen.
Advertisement
"Dan itu sudah bisa kita lihat seperti kata Bank Indonesia, survei retail menurun, agak cenderung menurun, keyakinan konsumen cenderung menurun," ujar Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (19/3/2025).
Dia menuturkan, data lainnya di Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan tren hampir serupa. Dimana data itu menunjukkan konsumsi rumah tangga yang cenderung turun. Ronny bilang, angka konsumsi rumah tangga lebih rendah dari besaran pertumbuhan ekonomi 5 persen.
"Yang jelas data di PDB tingkat konsumsi rumah tangga cenderung menurun selalu di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi yang 5 persen sementara konsumsi rumah tangga cuma tumbuh 4,5 persen," tuturnya.
Dia mengatakan, pada konteks yang lebih luas, sektor jasa seperti hotel dan restoran akan terkena dampak pelemahan. Apalagi, ada penghematan belanja yang dilakukan pemerintah untuk perjalanan dinas.
"Sekarang ada kecendungan juga di sektor jasa terutama sektor perhotelan, restoran, perjalanan wisata karena pengurangan belanja pemerintah di sektor itu kemungkinan 20-30 persen permintaan di sektor jasa yang terpengaruh pemotongan belanja dinas ini juga akan menurun," urainya.
"Sehingga mau tidak mau kalau itu berlanjut terus akan ada layoff juga besar-besaran di sektor jasa ini. Ini sebabnya yang membuat daya beli masyarakat menurun," Ronny menambahkan.
Penyebab Daya Beli Masyarakat Turun
Sebelumnya, daya beli masyarakat disebut-sebut sedang melemah di beberapa bulan awal 2025 ini. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat tersebut.
Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menguraikan beberapa penyebabnya. Di antaranya, ada pengurangan lapangan kerja yang membuat masyarakat tak bisa mendapat akses pendapatan formal.
"Jadi faktor yang paling kuat ya saya pikir ini ya. Pertama penyempitan lapangan kerja, jadi angkatan kerja baru itu sulit di lapangan pekerjaan," kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (19/3/2025).
Kemudian, banyak tenaga kerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat ada puluhan ribu buruh yang terkena PHK.
Bisa dibilang, pendapatannya pun ikut terhenti. Alhasil, dana yang seharusnya dialokasikan untuk belanja cenderung disimpan.
"Yang kedua banyaknya angkatan kerja yang sudah bekerja justru di PHK, di layoff. Itu yang menyebabkan secara nominal dan secara agregat permintaan menurun," ujar dia.
Berikutnya, Ronny melihat sebagian kelompok masyarakat memilih untuk bekerja di sektor informal. Pada sektor ini, banyak tidak adanya kepastian pendapatan, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR) yang kerap menjadi stimulus daya beli masyarakat dan ekonomi.
"Semakin bertambah orang yang bekerja di sektor informal yang tidak punya jaminan untuk hari tua, yang punya jaminan THR, yang tak punya jaminan lain-lain," ungkapnya.
"Sehingga mereka lebih cenderung mengurangi pengeluaran dan meningkatkan safety pendapatan mereka untuk hal-hal yang mendasar saja," dia menambahkan.
Advertisement
Daya Beli Masyarakat Menengah Turun, Bagaimana Konsumsi Masyarakat saat Ramadan 2025?
Sebelumnya, buka puasa bersama (bukber) selama bulan Ramadan dinilai tidak terlalu berpengaruh pada pengeluaran masyarakat. Lantaran, aspek pengeluaran tidak terlalu berubah dan cenderung tidak berlebihan.
Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan, konsumsi masyarakat cenderung meningkat selama bulan Ramadan.
"Biasanya memang momen bulan puasa Lebaran itu mirip dengan momen Natal dan Tahun Baru jadi memang akan ada peningkatan konsumsi secara bulanan ya awal ramadan, bulan puasa dan Lebaran," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (25/2/2025)
Salah satu faktornya disumbang dari kenaikan harga pangan yang biasanya terjadi pada bulan Ramadan. Ronny menilai, konsumsi itu seringnya menyasar sektor makanan dan minuman.
Jika dilihat dari sisi pengeluaran masyarakat, hanya terjadi peralihan pos pengeluaran. Dari semula untuk makan siang, bergeser untuk belanja makanan saat berbuka puasa.
"Karena ini sifatnya tradisi dan yang dikonsumsi juga sifatnya makanan, kalau buka puasa itu kaya makan pokok aja kan ada siang tidak makan, jadi itu tidak terlalu berpengaruh pada saku dan pendapatan masyarakat," terangnya.
Dia menyadari, daya beli masyarakat kelas menengah masih tertekan. Namun, pada momen ramadan nanti, diprediksi dampak ke ekonominya masih terjaga dan bisa berkontribusi positif.
"Meskipun daya beli masyarakar kita kelas menengah terbilang turun, kalau untuk konsumsi bulan ramadan yang bersifat kultural religius itu masih akan berjalan dan masih akan membantu perekonomian," urainya.
Cuan Buat Usaha Dadakan
Ronny turut melihat dari sisi lain, yakni peluang pendapatan masyarakat. Dia mengatakan, banyaknya porsi belanja makanan dan minuman dari masyarakat akan menguntungkan pebisnis kuliner, baik usaha mikro maupun usaha menengah.
Selain itu, usaha dadakan skala rumahan juga bisa menjadi pilihan masyarakat. Terutama jika dilakukan untuk mencari keuntungan tambahan.
"Cukup membantu lah terutama untuk UMKM untuk yang bersifat kuliner ya makanan minuman usaha mikro dan termasuk juga usaha rumah tangga dadakan yang cuma melakukan usaha disaat bulan puasa saja. Jualan untuk berbuka puasa itu juga akan sangat berpengaruh terhadap pertama konsumsi rumah tangga, yang kedua terhadap produksi rumah tangga," tuturnya.
Advertisement
