Waduh, Beras Bulog Hampir Habis untuk Operasi Pasar

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkap kalau stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sudah semakin menipis akibat dari operasi pasar.

oleh Arief Rahman H diperbarui 03 Apr 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2023, 20:30 WIB
Stok Beras Bulog Aman Hingga Akhir Tahun 2021
Petugas mendata ketersediaan stok beras di Gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta, Kelapa Gading, Rabu (29/12/2021). Dirut Perum Bulog Budi Waseso menjamin tahun ini stok beras aman dan tidak ada impor untuk kebutuhan Cadangan Beras Pemerintah. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkap kalau stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sudah semakin menipis akibat dari operasi pasar. Sementara itu, Bulog juga mendapat tugas untuk menyalurkan bansos dalam waktu dekat.

Buwas, sapaan akrabnya, menuturkan Bulog sempat mendapat penugasan impor beras sebanyak 500.000 ton yang dipenuhi hingga Februari 2023 untuk CBP.

"Itupun sekarang sudah habis karena digunakan untuk Operasi Pasar dengan kebutuhan dari penanggulangan bencana dan penggolongan anggaran," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (3/4/2023).

"Jadi hanya sisa sedikit, tadi kurang lebih sekarang dengan penyerapan dalam negeri kita punya 245 ribu ton," sambung Buwas.

Mengacu stok yang ada sekarang, dia mengatakan kalau Bulog mendapar lagi tugas untuk menyalurkan beras untuk bansos dalam waktu dekat. Sayangnya, stok yang saat ini dimiliki dikhawatirkan tak cukup untuk pemenuhan bansos.

"Dari sisa itu kita dpaat penugasan lagi untuk penyaluran bansos, yang sudah diputuskan atas rapat dari pak Presiden itu untuk 21 juta sekian KPM itu membutuhkan setiap bulannya 210-215 ribu ton per bukan. Sedangkan sisa kita tinggal 245 (ribu ton)," tuturnya.

Guna menambal kekurangannya, Buwas mengaku telah berusaha untuk menyerap hasil panen raya dari petani lokal. Tapi, penyerapan yang dilakukan masih belum maksimal.

"Kita sudah melakukan ipaya-upaya langkah-langkah untuk menyerap, tapi serapan kami, kami laporkan sampai hari ini kita hanya dapat dalam negeri hanya 80 (ribu ton) sekian, itupun kita masih berharap lagi pak dapet bantuan dari penggilingan-penggilingan yang bermitra, kita ajak pak," ungkapnya.

 

Janji Dapat Suplai

Harga Gabah Tinggi, Pemerintah Lakukan Penyesuaian HET dan HPP
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 24/2020 tentang Penetapan Harga Pembelian pemerintah untuk Gabah atau Beras ditetapkan, HPP untuk GKP di tingkat petani adalah Rp 4.200 dan Rp 4.250 per kg di penggilingan. Sedangkan HPP GKG dipatok Rp 5.250 per kg di tingkat petani dan Rp 5.300 per kg di penggilingan. Sedangkan untuk HPP beras di gudang Bulog adalah Rp 8.300 per kg. (merdeka.com/Arie Basuki)

Mengenai kerja sama itu, Buwas menjelaskan kalau pengusaha penggilingan padi itu sejatinya berjanji untuk menyuplai ke Bulog. Jumlahnya sekitar 60 ribu ton hingga Mei 2023 mendatang.

Sayangnya, kata dia, para pengusaha penggilingan tersebut juga kesulitan untuk mendapatkan hasil panen raya petani lokal.

"Ini juga belum teralisasi pak karena memang mereka-mereka ini ternyata juga tak dapatkan berasnya itu pak karena sementara ini, pantauan kami di lapangan, karena kami kan mengikuti saja sesuai (kondisi) lapangan seperti apa, kalau bisa beli ya kita beli, ktia serap dengan tadi HPP nya," terangnya.

 

Serapan Tak Maksimal

5000 Ton Beras Impor Asal Vietnam Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mendatangkan 5.000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkap pihaknya kerap kalah dalam penyerapan hasil panen petani lokal. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang membuat penyerapan itu tidak maksimal.

Pertama, karena adanya Harga Pokok Pembelian (HPP) sebagai patokan penyerapan hasil panen dari petani lokal. Sementara, untuk penyerapan dari perusahaan swasta, cenderung mengikuti harga keekonimian atau harga pasaran.

Kedua, rebutan antara pengusaha penggilingan padi atau beras yang ingin mengamankan stoknya. Sehingga, penyerapan terjadi tidak merata.

"Kemarin kami datang ke lapangan di Sulawesi Selata dengan pak Presiden, melihat panen raya disana pak. Nah Bulog sendiri kita kalah serapan karena ada HPP apa segala, tapi yang dateng kesana juga pedagang-pedagang atau pengusaha dari Jawa Timur, Jawa Tengah bahkan Aceh pun Medan ngambil juga di Sulawesi Selatan," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (3/4/2023).

 

Panen Tak Serentak

Momen akrab Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat meninjau panen raya di ladang sawah Ambal, Kabupaten Kebumen. (Istimewa)
Momen akrab Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat meninjau panen raya di ladang sawah Ambal, Kabupaten Kebumen. (Istimewa)

Ketiga, penyebab lainnya karena panen raya kali ini, kata dia, terjadi cenderung tidak serentak. Misalnya, ketika ada panen raya di Jawa Timur, belum tentu wilayah lain juga panen.

Sebagai contoh di Jawa Timur. Buwas, sapaan akrabnya menyebut kalau hasil panen dari Jawa Timur tinggal tersisa 10 persen lagi. Karena banyak yang berburu stok padi ke daerah yang sedang panen.

"Memang sekarang ini menurut pantauan kami, pak dari Bulog, panen raya kali ini memang tidak bersamaan. Sehingga di kala Jawa Timur panen, itu diserap dari beberapa wilayah pak," tuturnya.

"Kalau tidak salah sekarang mencapai 90 persen. Jadi (sisa) 10 persen lagi. Jawa tengah pun demikian pak, nah sekarang Jawa Barat sedang panen pak, tapi berebut, dengan harga tinggi tapi berebut juga. Dari Jawa Timur, dari Jawa Tengah bahkan Lampung pun, Sumatera pun ngambil dari Jawa Barat," sambung Buwas

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya