Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan Indonesia tak pernah mengalami gagal bayar utang atau default sepanjang sejarah.
“Alhamdulillah dalam sejarah Indonesia tidak pernah default atau gagal bayar utang,” kata Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan dikutip dari Antara, Rabu (14/6/2023).
Deni menyinggung informasi yang ramai dibicarakan belakangan. Ia membenarkan utang pemerintah saat ini mencapai tingkat tertinggi sejak Indonesia merdeka pada 1945, sebagaimana yang disampaikan oleh Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK). Namun, Deni menjelaskan pernyataan JK tidak lengkap.
Advertisement
“Selama APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita defisit, artinya pendapatan kita masih lebih kecil dari belanja, maka nominal utang kita meningkat. Jadi, pernyataan itu berlaku sejak zaman Presiden Soekarno,” jelas dia.
Deni mengatakan utang negara akan terus meningkat lebih tinggi dari masa pemerintahan sebelumnya. Kendati demikian, saat ini Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga mencapai tingkat tertinggi sejak Kemerdekaan Indonesia.
Artinya, sambung Deni, utang Indonesia yang meningkat turut diiringi oleh kemampuan membayar utang yang juga meningkat. Jadi, utang pemerintah dalam kondisi yang aman dan tidak berbahaya.
Mengelola Utang
Selain itu, Deni menjamin bahwa Pemerintah Indonesia saat ini bisa mengelola utang dengan baik. Hal itu tercermin dari posisi utang yang masih lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Posisi utang pemerintah per April 2023 tercatat sebesar Rp7.849,89 triliun. Jumlah tersebut turun Rp28,19 triliun dari Maret 2023 yang tercatat sebesar Rp7.879,07 triliun. Dengan demikian, rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,15 persen.
Catatan tersebut masih berada di bawah batas aman atau thresold rasio utang pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa rasio utang maksimal 60 persen dari PDB dan defisit APBN maksimal 3 persen dari PDB.
AS Tak Jadi Gagal Bayar Utang, Ketua DPR McCarthy: Saya Pastikan Ada Kemajuan Negosiasi
Sebelumnya, Negosiasi terkait keputusan plafon utang Amerika Serikat antara negosiator Presiden Joe Biden dan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy telah mencapai kemajuan.
Melansir Channel News Asia, Kamis (25/4/2023) setelah pertemuan dengan Biden di Gedung Putih selama empat jam, McCarthy mengatakan negosiasi telah membaik dan berjalan produktif, juga akan berlanjut.
Dia memperkirakan kedua belah pihak akan mencapai kesepakatan, meskipun beberapa isu masih belum terselesaikan.
"Kami telah membuat beberapa kemajuan di sana. Jadi itu (negosiasi) sangat positif," ungkap McCarthy kepada wartawan.
"Saya ingin memastikan kami mendapatkan kesepakatan yang tepat. Saya dapat melihat bahwa kami sedang berusaha untuk itu," bebernya.
Senada, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre juga mengatakan pembicaraan plafon utang telah membuahkan hasil.
"Jika terus berjalan dengan itikad baik, kita bisa mencapai kesepakatan di sini," kata Jean-Pierre dalam sebuah konferensi saat diskusi sedang berlangsung.
Seperti diketahui, AS masih menanti kesepakatan terkait kenaikan batas utang pemerintah yang telah mencapai ambang batas, sebesar USD 31,4 triliun atau setara Rp. 469,5 kuadriliun.
Sementara itu, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menempatkan AS pada pengawasan negatif. Badan itu menyebut, "risiko telah meningkat" bahwa pagu utang tidak akan dinaikkan sebelum tenggat waktu.
Di sisi lain, seorang juru bicara Gedung Putih mengatakan peringkat Fitch Ratings merupakan "salah satu bukti bahwa gagal bayar bukanlah pilihan dan semua anggota parlemen yang bertanggung jawab memahami hal itu. Ini memperkuat kebutuhan Kongres untuk segera mengesahkan perjanjian bipartisan yang masuk akal untuk mencegah default".
Advertisement
Janet Yellen Pastikan 1 Juni AS Default, Bila Tak Mau Tambah Plafon Utang
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen memastikan kepada Kongres bahwa Amerika berpotensi mengalami default atau gagal bayar utang paling cepat 1 Juni mendatang.
"Dengan informasi tambahan yang sekarang tersedia, saya menulis untuk dicatat bahwa kami masih memperkirakan Departemen Keuangan kemungkinan tidak akan lagi dapat memenuhi semua utang pemerintah jika Kongres tidak bertindak untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang pada awal Juni, dan berpotensi paling cepat 1 Juni," kata Yellen, dikutip dari CNBC International, Selasa (16/5/2023).
Seperti yang dia sampaikan dalam surat sebelumnya kepada Kongres, Janet Yellen menggarisbawahi urgensi situasi tersebut.
"Menunggu hingga menit terakhir untuk menangguhkan atau menaikkan batas utang dapat menyebabkan kerugian serius bagi kepercayaan bisnis dan konsumen, meningkatkan biaya pinjaman jangka pendek untuk pembayar pajak, dan berdampak negatif pada peringkat kredit Amerika Serikat," jelasnya.
Yellen mengungkapkan bahwa, pihaknya telah melihat biaya pinjaman Treasury meningkat secara substansial untuk sekuritas yang jatuh tempo pada awal Juni 2023.
Pernyataan Yellen datang ketika pejabat Gedung Putih dan para pemimpin kongres bersiap untuk kembali bertemu, melanjutkan negosiasi mengenai potensi pemotongan belanja sebagai alternatif atau pengesahan kenaikan pagu atau plafon utang DPR.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden telah menyatakan optimis pihaknya akan mencapai kesepakatan dengan Partai Republik untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang untuk menghindari keruntuhan ekonomi.
"Saya benar-benar berpikir ada keinginan di pihak mereka, juga kami, untuk mencapai kesepakatan, dan saya pikir kami akan mampu melakukannya," ujar Biden kepada wartawan di Delaware.
Di sisi lain, Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy melihat negosiasinya dengan Biden masih belum mencapai titik terang.
"Saya masih berpikir kita berjauhan," kata McCarthy kepada NBC News di luar gedung Capitol. "Bagi saya tampaknya mereka belum menginginkan kesepakatan," tambahnya.