Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air telah merampungkan konstruksi Bendungan Lolak di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Bendungan dengan luas area genangan 101 hektar sudah mulai diisi air sejak 18 Agustus 2023 lalu.
Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan, Bendungan Lolak merupakan salah satu dari 61 bendungan yang dibangun dan diselesaikan antara 2015 hingga 2024.
"Kami manfaatkan kesempatan musim hujan saat ini untuk pengisian bendungan seoptimal mungkin. Selanjutnya kami menunggu momentum yang tepat dari Istana untuk waktu peresmian Bendungan Lolak ini. Kemungkinan di awal 2024 mendatang," jelas Endra, Kamis (28/12/2023).
Advertisement
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi I Komang Sudana mengatakan, saat ini konstruksi fisik Bendungan Lolak sudah rampung seluruhnya. Sementara elevasi air waduk sudah mencapai ketinggian +106,170 meter, atau kurang lebih 53 persen dari tampungan total.
"Sudah lewat elevasi intake pada +99 meter, tetapi belum melimpas pada elevasi +114,5 meter," jelas Komang.
Menurut dia, Bendungan Lolak dengan daya tampung 16,23 juta m3 akan banyak memberikan manfaat. Selain sebagai penyediaan air irigasi untuk daerah pertanian seluas 2.214 ha, bendungan ini juga akan menjadi sumber air baku 500 liter per detik.
"Bendungan Lolak juga akan berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air dengan potensi energi sebesar 2,43 MW, pengendali banjir yang dapat mereduksi debit banjir sebesar 12 persen," terangnya.
Tidak hanya itu, Bendungan Lolak juga akan menjadi destinasi tempat pariwisata baru di daerah Bolaang Mongondow. Lahan eks galian juga dapat dimanfaatkan menjadi hutan buah produktif.
Â
Kontrak Pembangunan Bendungan
Kontrak pembangunan Bendungan Lolak dibagi menjadi dua paket yakni paket pertama senilai Rp 830 miliar dengan kontraktor PT Pembangunan Perumahan (PP) (Persero) Tbk. Selanjutnya untuk Paket II senilai Rp 821 miliar dikerjakan kontraktor PT PP (Persero) Tbk - PT. Asfhri Putralora melalui skema Kerjasama Operasi (KSO).
Adapun lingkup pekerjaan pembangunan Paket I antara lain pekerjaan galian, pekerjaan timbunan bendungan utama, pekerjaan temporary cofferdam, pekerjaan timbunan main cofferdam, dan pekerjaan instrumentasi.
Sedangkan lingkup pekerjaan untuk Paket II, yaitu pekerjaan timbunan bendungan utama, pekerjaan bangunan pengelak, pekerjaan bangunan pelimpah, pekerjaan bangunan intake, pekerjaan perkuatan tumpuan kiri, pekerjaan saddle dam I dan II, pekerjaan relokasi jalan dan jembatan provinsi, dan pekerjaan hidromekanikal.
Advertisement
Menteri PUPR: Tak Mungkin Orang Hidup Nyaman Tanpa Air
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menerangkan arti penting air dalam kehidupan masyarakat. Menurutnya, ketersediaan air dan pengelolaan air jadi kunci kenyamanan lingkungan.
Hal ini diungkap Menteri Basuki dalam seminar bertajuk Mewujudkan Kota Ramah Air: Tantangan dan Peluang Perencanaan Infrastruktur Wilayah, di Jakarta, Senin (11/12/2023). Basuki bilang, air menjadi poin penting agar satu kota atau kawasan bisa dicintai dan layak untuk ditinggali.
"Jadi, kalau water sensitive atau water resilience city tidak hanya untuk banjir, tidak untuk water supply, tapi juga kenyamanan," kata dia, di Jakarta, Senin (11/12/2023).
"Water sensitive, ada yang namanya livable city, sustainable city. Semuanya pasti dasarnya adalah air karena orang mau hidup nyaman, harus ada air, nggak mungkin orang nyaman hidup tanpa air," sambungnya.
Dia menegaskan, untuk menuju kota yang ramah air, tak sebatas menitikberatkan pada pengendalian banjir. Tapi juga perlu memperhatikan soal pasokan air dan upaya untuk membersihkan lingkungan.
Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR Yudha Mediawan mengatakan Indonesia memiliki tantangan dalam pemenuhan air. Setidaknya, perlu ada peningkatan sebanyak 50 miliar meter kubik dari 19 miliar meter kubik saat ini.
"Hampir 160 persen dan sekitar 250 meter kubik per kapita dapat menghilangkan dampak negatif penyimpanan air bahkan dengan skenario perubahan iklim kering," kata dia.
Â
Pengelolaan Belum Merata
Lebih lanjut, Yudha menerangkan paling banyak tampungan air bersumber dari danau dan bendungan. Namun, diatribusi bangunan penampung air disebut belum merata di setiap kepulauan Indonesia.
"Dengan mayoritas pada Pulau Jawa sebesar 63 persen, hal ini berkebalikan dengan Pulau Papua yang belum memiliki tampungan air hingga saat ini," ungkapnya.
Yudha mencatat, mengaca pada data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pengelolaan air di perkotaan semakin besar. Tantangannya ini sejalan dengan perkiraan populasi dunia tinggal di wilayah perkotaan akan meningkat hingga 72,9 persen pada tahun 2045.
"Tentunya fenomena urbanisasi akan menimbulkan permasalahan di kawasan perkotaan. Kaitan dengan sifat air dan permasalahan akan muncul adalah pengelolaan sumber daya air seperti yang banyak terjadi di kawasan perkotaan Indonesia," terangnya.
Â
Advertisement