Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaja Kamdani meminta pasangan calon presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk mengevaluasi kebijakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang naik menjadi 12 persen pada 2025 mendatang.
Shinta mengatakan, pihaknya sudah mendengar masukan dari pelaku usaha agar pemerintah turut memperhatikan situasi ekonomi yang tengah berjalan dalam mendongkrak PPN 12 persen.
Baca Juga
"Ini harus jadi perhatian, pada saatnya itu sudah masuk (jadi kebijakan) di pemerintah baru. Sehingga mereka bisa mengevaluasi dan melihat perkembangan saat ini," ujar Shinta di Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Advertisement
Shinta mewajari jika kebijakan tersebut bukan sesuatu yang dadakan. Namun, ia meminta pemerintah bisa mengerti beberapa kelompok usaha yang tidak mampu mengantisipasi gejolak kondisi global saat ini.
"Karena jelas ini sesuatu yang tidak kami antisipasi bahwa kondisi global akan separah ini. Dan nantinya PPN 12 persen pasti akan berpengaruh ke konsumen. Semoga bisa jadi perhatian dan pertimbangan apakah tepat waktunya (dinaikan per 1 Januari 2025)," ungkapnya.
Lebih lanjut, Shinta juga menaruh harapan besar ke pemerintah baru di bawah Prabowo-Gibran agar bisa terus berkolaborasi dengan dunia usaha. Khususnya dalam mengantisipasi situasi ekonomi yang kian tidak menentu ke depannya.
"Kita kan sekarang dalam kondisi ekonomi global yang tidak mudah. Sehingga saya rasa pemerintah yang akan datang musti peka, untuk bagaimana nanti meneruskan keberlanjutan dari reformasi struktural yang sudah dilakukan oleh pemerintah Jokowi," pintanya.
Dalam hal ini, ia turut mendorong pemerintah baru nantinya bakal mengutamakan kepastian hukum. Sebab, Shinta tak ingin implementasi hukum yang tidak sesuai regulasi terus berulang.
"Tumpang tindih regulasi dan perizinan kerap kali ini jadi tantangan, ini juga harus terus jadi perhatian. Kita juga melihat bahwa banyak sekali sekarang permasalahan yang kita hadapi di lapangan, gap antara bagusnya policy tapi implementasi yang kurang," tuturnya.
Pajak PPN Naik jadi 12% di 2025, Pendapatan Negara Bakal Melesat
Sebelumnya, rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kembali mengemuka ditengah transisi pemerintahan. Kebijakan ini merupakan kelanjutan atas aturan yang telah disusun dan telah ditetapkan di masa pemerintahan saat ini.
Dasar hukum kenaikan PPN 12% adalah UU No.7 Tahun 2021 tentang HPP Pasal 7 Ayat (1), salah satunya adalah mengatur kenaikan tarif PPN secara bertahap, yaitu dari 10% menjadi 11% yang berlaku pada 1 April 2022 dan kemudian menjadi 12% yang mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Praktisi Keuangan dan Bankir, Wibisana Bagus Santosa mengatakan bahwa awal mula kebijakan peningkatan PPN ini dilakukan dalam mengatasi dampak dari Covid-19, dimana menjadi tambahan penerimaan negara.
"Atas tambahan penerimaan tersebut, Pemerintah bisa membeli bantuan barang kebutuhan pandemi Covid-19 seperti vaksin dan bantuan sosial lain untuk masyarakat," ungkap dia dikutip Kamis (12/3/2024).
Wibisana melanjutkan penjelasannya bahwa meskipun saat ini kita sudah dalam fase recovery dari Covid-19, peningkatan pendapatan negara yang dihasilkan dari peningkatan tarif PPN nantinya akan digunakan untuk menunjang pemulihan ekonomi & keberlanjutan pembangunan nasional. Selain itu, kenaikan PPN ini diharapkan dapat membangun fondasi pajak yang kuat. Hal ini sangat penting bagi Indonesia di mata dunia, terlebih PPN saat ini masih relatif cukup rendah dibanding negara-negara lain.
Beliau juga menyikapi akan ada aspek di masyarakat yang terdampak, misalnya berpengaruh pada daya beli masyarakat yang kembali tertekan atau bahkan menurun. Belanja produk sekunder juga akan tertahan dimana masyarakat akan menunda untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka.
Advertisement
Daya Saing Produk Lokal
Kemudian beliau juga mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN juga dapat berpengaruh terhadap daya saing produk lokal, yang mana apabila produk lokal ini mengalami kenaikan harga karena kenaikan PPN, dikhawatirkan justru konsumen akan beralih ke barang import yang bisa jadi lebih terjangkau harganya.
“Pemerintah pasti sudah mengkaji dengan sangat matang atas kebijakan tersebut sehingga dapat memberikan hasil yang balance antara peningkatan penerimaan pajakdengan dampak yang akan terjadi di masyarakat. Disamping itu, masyarakat sendiri juga harus lebih selektif dalam belanja kebutuhan rumah tangganya dan dapat mengelola keuangannya secara baik. Kesadaran berinvestasi juga perlu diterapkan, seperti menginvestasikan kepada instrumen keuangan yang dapat memberikan hasil yang optimal, seperti saham, obligasi maupun reksadana," tutup dia.