Liputan6.com, Jakarta PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI telah mendapat pinjaman sekitar Rp 6,9 triliun dari China Development Bank (CDB) per Februari 2024 lalu. Pinjaman ini digunakan untuk menambal pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.
EVP Corporate Secretary KAI Raden Agus Dwinanto Budiadji mengatakan, secara pencatatan buku, pinjaman tersebut juga menjadi beban KAI. Meski, dalam memenuhi pelunasan cost overrun proyek Kereta Cepat Whoosh, ada keterlibatan konsorsium Indonesia maupun China.
Baca Juga
"Kereta Api cepat itu kita lead consortium sebetulnya. Tidak hanya KAI yang setor modal. Tapi asetnya masuk ke buku kereta api (KAI). Artinya kalau asetnya masuk buku kereta api (KAI), utangnya masuk kereta api," ungkap Agus saat ditemui di Jakarta, Senin (22/4/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, dalam memenuhi kewajiban pengembalian pinjaman itu, perlu ada dukungan dari pemerintah. Misalnya, mengurangi beban atas pembangunan infrastruktur kepada KAI sebagai operator.
"Kita meminta dukungan karena (kalau proyek) infrastuktur dibebankan ke operator berat sekali. Masa bangun jalan track dibebankan ke kita yang cuma cari tiket, istilahnya kan begitu," katanya.
Bebas Pajak
Dukungan yang dimaksud itu bisa berupa pembebasan biaya atas Infrastructure Maintenance and Operation (IMO) hingga pajak dan biaya terkait lainnya. Langkah ini jadi pertimbangan untuk menjaga operasional tetap bisa berjalan optimal.
"Di sisi lain yang jadi concern kita, karena sudah operasional pasti butuh dana operasional. Kalau memang penumpang belum tercapai, kita berhitung kan, istilahnya kasnya bisa tekor, defisit. Bayar operasional tapi laba tiketnya belum. Kita mikir itu, biar operasional tetap terjaga. Salah satunya itu, di samping dari pinjaman tadi," tuturnya.
Â
Minta PMN Hingga Pembebasan Biaya Lain
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, permintaan dukungan pemerintah termasuk juga dari usulan penyertaan modal negara (PMN). Namun, dia tak merinci rencana usulan PMN tersebut.
"PMN wajib. Itu dukungan dari pemerintah," tegas dia.
Di sisi lain, Agus membidik adanya keringanan dari biaya operasioal. Misalnya, soal biaya IMO yang menurutnya bisa ditagihkan ke pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Kemudian, KAI meminta dibebaskan dari biaya penggunaan sarana jalur kereta api atau Track Access Charge (TAC). Termasuk untuk penggunaan bagi kereta api jarak jauh (KAJJ).
"Kalau (menggunakan) aset pemerintah, kita dikenakan Track Access charge. Kita minta ini diskip lah.Termasuk yang KA jarak jauh, karena nanti dihitung nanti masuk yang sama," kata dia.
Â
Advertisement
Tunggu Persetujuan
Agus mengatakan, pihaknya sudah mengajukan hal tersebut ke Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Instansi yang terlibat didalamnya termasuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, hingga Kementerian BUMN.
"Sudah mengajukan. Keputusannya masih belum. Kita berharap itu didukung. Kalau enggak agak susah kita. Kan kita ada 3 komite kereta api cepat, ada Kemenkeu, Kemenhub, Kemenko Marves. Artinya isu ini sudah dieskalasikan dan sudah pernah dibahas di sana," urainya.
"Karena ini kan infra istilahnya proyek yang didanai konsorsium BUMN. Bukan PSN yang full dibiayai APBN," pungkas Agus.