Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan sudah ada 113,3 juta bidang tanah yang terdaftar melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ini setara dengan 94,4 persen dari target 2024.
AHY menyampajkan, ini jadi salah satu capaian positif dalam perjalanan satu dekade reforma agraria yang dimulai 2014 lalu. Program PTSL sendiri dimulai pada 2017, dan meningkat sebesar 250 persen hingga 2024.
Baca Juga
"Sejak program ini dijalankan telah terjadi akselerasi dalam kegiatan pendaftaran tanah melalui program PTSL, pendaftaran tanah sistematis dan lengkap. Pada tahun 2017 kami laporkan tanah terdaftar baru mencapai 46 juta bidang tanah," urai AHY dalam Reforma Agraria Summit 2024, di Sanur, Bali, Sabtu (15/6/2024).
Advertisement
"Alhamdulillah hingga akhir Mei tahun 2024 ini telah terdaftar 113,3 juta bidang tanah dan 91,7 juta bidang tanah diantaranya telah bersertifikat," imbuhnya.
Dia menegaskan, angka ini setara dengan 94,4 persen dari target 120 juta bidang tanah di 2024. Kemudian, setara dengan 89 persen dari target PTSL sebanyak 126 juta bidang tanah terdaftar di 2025 nanti.
"Hasil ini signifikan telah mencapai 94,4 persen dari target 120 juta bidang tanah pada tahun 2024 atau mencapai 89 persen jika dihadapkan pada total target hingga akhir 2025 yaitu 126 juta bidang tanah," tuturnya.
Dia mencatat, sejak memimpin Kementerian ATR/BPN pada Februari 2024, telah didaftarkan sebanyak 2,4 juta bidang tanah. Ini jadi capaian dalam 100 hari kerja AHY.
Kontribusi Ekonomi
Lebih lanjut, dari akselerasi pendaftaran tanah tadi, AHY menegaskan ada dampak ekonomi yang tercipta. Bahkan, penambahan nilai ekonomi bisa mencapai Rp 6.519,1 triliun.
"Program pendaftaran tanah secara masif ini telah memberikan kontribusi terhadap penambahan nilai ekonomis sebesar kurang lebih Rp 6.519 Triliun," ucapnya.
"Hal ini tentu bersumber dari pajak penghasilan, bea perolehan hak tanah dan bangunan, penerimaan negara bukan pajak, dan nilai hak tanggungan. Dalam 100 hari kerja kontribusi pertambahan nilai ekonomi tersebut sebesar Rp 215,8 Triliun," tambahnya.
Sebagai rinciannya, sejak 2017 hingga Mei 2024, Pajak Penghasilan (PPh) mencapai Rp 61,2 triliun, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) senilai Rp 146,4 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp 16,2 triliun, serta Hak Tanggungan (HT) senilai Rp 6.295,2 triliun.
Advertisement
AHY Targetkan 120 Juta Bidang Tanah Bersertifikat Tahun Ini
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) berusaha melakukan percepatan pembuatan sertifikat pada program Gema Patas mendukung program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digaungkan Joko Widodo. Targetnya, 120 juta bidang tanah tahun ini telah bersertifikat.
Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, Kementerian ATR/BPN berusaha melakukan pemberian sertifikat pada bidang lahan. AHY secara langsung turun ke lapangan melihat pelaksanaan pembuatan sertifikat bidang lahan di wilayah Tapos, Depok.
“Saya secara khusus dan langsung ingin meninjau lapangan, hari ini ada kegiatan pengukuran dan tentunya kegiatan pengukuran tanah ini menjadi dasar yang sangat fundamental, bagi pemetaan secara keseluruhan bidang-bidang tanah yang ada di berbagai daerah di Indonesia,” ujar AHY, Kamis (6/6/2024).
AHY menjelaskan, Kementerian ATR akan berusaha mengejar secara massif program PTSL. Hingga saat ini, sebanyak 113 juta bidang tanah telah dilakukan sertifikasi.
“Akhir tahun ini kita targetkan 120 juta bidang tanah,” jelas AHY.
Berada di wilayah Tapos, Depok, AHY didampingi jajarannya menyaksikan secara langsung, teknis pengukuran untuk sertifikasi lahan. AHY melihat secara langsung Gambaran prosedur dalam pembuatan sertifikasi lahan.
“Mengukur tanah juga ada prosedurnya dan harus dilakukan dengan cermat, tidak boleh sembarangan,” ucap AHY.
Pakai Teknologi
Pada pengukuran lahan, Kementerian ATR menggunakan alat dan teknologi untuk membantu akurasi, tingkat presisi, kesepakatan dan disepakati. Warga yang akan diukur tanahnya terlebih dahulu sepakat akan batas lahan atau tanah yang dimiliki antar warga.
“Sebagai contoh, sebelum diukur, maka harus dipasang dulu patoknya, disepakati batas kiri dan kanannya, tidak ada sengketa. Kemudian baru ditancapkan patok yang lebih permanen, setelah itu diukur menggunakan GPS,” terang AHY.
Nantinya, setelah dilakukan pengukuran yang disepakati akan dilakukan sertifikasi. Hal itu untuk mencegah terjadinya masalah sengketa, baik overlapping atau tidak diketahui kepemilikan dan teritorinya.
“Itu yang menjadi inti pengukuran dan menjadi tugas di Kementerian ATR/BPN,” ungkap AHY.
Advertisement