Liputan6.com, Jakarta Wilmar menggandeng INSTIPER (Institut Pertanian Stipper), Yogyakarta untuk mencetak calon tenaga kerja di industri sawit yang terampil (skillful). Program beasiswa tersebut diharapkan dapat membantu membuka akses yang lebih luas terhadap pendidikan tinggi, sekaligus menyiapkan calon tenaga kerja sesuai kebutuhan industri.
Human Capital Head Wilmar Erlina Panitri mengatakan, beasiswa tersebut adalah salah satu upaya berkontribusi dalam meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi anak karyawan dan masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan yang kurang mampu.
Hal itu bertujuan agar mereka dapat memiliki keahlian, sehingga berpeluang mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Advertisement
“Selama ini banyak sekali anak yang tidak mampu tetapi berkemauan besar untuk sekolah lebih tinggi. Melalui Wilmar Indonesia Scholarship ini, kami ingin menjembataninya,” tutur Erlina melalui keterangan resmi, Jumat (28/6/2024).
Tidak hanya akses ke pendidikan tinggi, Wilmar dan INSTIPER berupaya menyiapkan calon tenaga kerja unggul sesuai kebutuhan industri sawit. Langkah itu diharapkan akan mendukung pendidikan generasi muda, serta berkontribusi terhadap pengembangan keberlanjutan industri sawit. Pihaknya juga menggandeng guru dari sekolah calon peserta dan INSTIPER dalam proses seleksinya.
Erlina mengatakan, dalam beasiswa tersebut, perusahaan menyediakan biaya untuk hidup dan pendidikan, pendampingan, monitoring, materi kuliah, pengajar yang berasal dari karyawan perusahaan, dan kesempatan magang. “Karena sudah disiapkan sejak dari kuliah, lulusannya sudah siap kerja secara profesional,” ujar dia.
Ikatan Dinas
Hingga kini, Wilmar telah menyelesaikan satu angkatan ikatan dinas selama delapan tahun berkarir. Sebagian diantaranya sudah menduduki posisi strategis dan menjadi tokoh kunci (key person) di unit penempatan masing-masing. Kedepan, perusahaan membuka kemungkinan untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia.
Pada angkatan-angkatan sebelumnya, pihaknya memberlakukan ikatan dinas bagi penerima beasiswa untuk bekerja di Wilmar. Tetapi mulai tahun ini, perusahaan memberikan pilihan bagi peserta beasiswa untuk berkarir di Wilmar atau perusahaan lain.
“Tujuan kami adalah memberdayakan mereka untuk mengejar berbagai peluang karier, baik di Wilmar maupun di tempat lain, serta berkontribusi positif bagi industri dan masyarakat,” tutur Erlina.
Advertisement
Sukses Bangunkan Lahan Tidur, Produksi Gabah Petani Sidoarjo Capai 8 Ton per Ha
PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) berhasil melakukan pendampingan kepada petani mengolah lahan tidak produktif seluas 6 hektare (ha) di Desa Kedung Rawan, Sidoarjo, Jawa Timur. Kesuksesan itu terbukti dengan produksi gabah yang mencapai 8 ton per ha pada musim tanam (MT) ketiga.
Selain WPI, program pendampingan tersebut juga didukung oleh PT wilmar Chemical Indonesia yang memproduksi Pupuk Mahkota dan Syngenta yang menyediakan pestisida.
Rice Business Head PT WPI Saronto menjelaskan, dalam program pendampingan yang telah berlangsung sejak 2023, pihaknya berhasil mendampingi petani menghidupkan kembali lahan tidak produktif tersebut. Pada MT ketiga itu petani mampu mencapai produksi gabah hingga 8 ton per ha. "Keberhasilan ini bisa menunjukkan ke petani, kalau dikelola dengan baik hasilnya akan bagus," kata Saronto di sela Panen Padi Swa Kelola di Desa Kedung Rawan, Rabu (8/5) lalu.
Sesuai komitmen awal, pendampingan perusahaan hanya dilakukan hingga tiga kali musim tanam. Setelahnya, lahan akan dikembalikan ke masyarakat untuk dikelola secara mandiri. Meski demikian, WPI akan tetap memberikan pendampingan teknis hingga mereka mampu mengelola sendiri. Perusahaan juga membangun pintu air khusus untuk lahan tersebut di saluran irigasinya. "Kemitraan ini tetap berlanjut karena kami menyerap hasil panen petani," ujar dia.
Lahan Tidak Produktif
Awalnya, lahan tidak produktif tersebut sudah 10 tahun tidak digarap petani karena termasuk ke dalam daerah banjir. Lahan itu kemudian ditawarkan ke Wilmar agar memberikan pendampingan ke petani. Saronto menjelaskan, menghidupkan lahan tidur tidak mudah.
Pada MT satu, pengelolaan lahan dapat dikatakan gagal karena masih lahan banyak gulma yang tumbuh dan menelan biaya cukup besar. Saat panen hasilnya juga hanya 1,6 ton per ha dari target 6 ton per ha.
Belajar dari MT satu, perusahaan mulai menganalisa kembali dan melakukan perbaikan pada pengelolaan lahan. Pada MT dua, selain biaya dapat ditekan, hasil panen melonjak hingga 6 ton per ha.
Advertisement