Sejumlah Negara Eropa Mulai Ragu Terkait Kenaikan Tarif Impor EV China, Mengapa?

Sebuah jajak pendapat informal menunjukkan, sebagian besar negara Eropa masih mempertimbangkan pro dan kontra dari kenaikan tarif impor.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 04 Jul 2024, 14:15 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2024, 14:15 WIB
Sejumlah Negara Eropa Mulai Ragu Terkait Kenaikan Tarif Impor EV China, Mengapa?
Para peserta melihat U8 dari Yangwang, merek mewah pembuat mobil China BYD, pada pameran Auto Shanghai 2023. (AP Photo/Ng Han Guan)

Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara Uni Eropa mulai ragu-ragu mengenai kenaikan tarif impor pada kendaraan listrik (EV) buatan Tiongkok.

Dikutip dari Investing.com, Kamis (4/7/2024) sumber pemerintah Jerman mengungkapkan negara itu berencana menghentikan tarif tersebut. 

Sebuah jajak pendapat informal yang dilakukan outlet media Reuters terhadap Uni Eropa menunjukkan, sebagian besar negara masih mempertimbangkan pro dan kontra dari meningkatnya perselisihan perdagangan Eropa-China.

Sementara Prancis, Italia dan Spanyol, dengan 40% populasi Eropa telah mengindikasikan mereka akan mendukung kenaikan tarif impor.

"Eropa harus membela diri jika perusahaan kami dirugikan dan tidak bersaing secara setara," kata Kementerian Perekonomian Spanyol.

Namun, Republik Ceko, Yunani, Irlandia dan Polandia masih memperdebatkan masalah ini, menurut sumber resmi dan pemerintah.

Isu perbedaan tersebut akan diajukan kepada para anggota melalui pemungutan suara dalam beberapa pekan mendatang, yang merupakan uji dukungan resmi pertama.

Uni Eropa akan mengkonfirmasi tarif sementara hingga 37,6% pada EV Tiongkok seperti BYD, Geely dan SAIC, serta pada model Tesla buatan Tiongkok, BMW dan merek barat lainnya.

Blok tersebut juga akan melakukan pemungutan suara pada bulan Oktober mendatang jika Komisi Eropa mengusulkan tarif multi-tahun pada akhir penyelidikannya. Jerman sebelumnya telah menekankan perlunya solusi negosiasi dengan Beijing.

Produsen mobil di negara tersebut menilai, kenaikan tarif merupakan pendekatan yang salah karena dampak negatifnya lebih besar daripada manfaatnya.

Dalam upaya terakhir untuk mempengaruhi negosiasi, asosiasi otomotif di Jerman mendesak Brussels untuk menurunkan tarif.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengusaha Minta Dilibatkan Soal Bea Masuk Barang China 200%

Petugas Bea Cukai tengah melakukan pengawasan barang masuk dari luar negeri. (Istimewa)
Petugas Bea Cukai tengah melakukan pengawasan barang masuk dari luar negeri. (Istimewa)

Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia memberikan tanggapannya terhadap rencana pemberlakuan bea masuk 200% pada barang-barang impor dari China. Rencana bea masuk tersebut pertama kali diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. 

Tanggapan itu disampaikan dalam pernyataan bersama Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, Wakil Ketua Umum Bidang Asosiasi dan Himpunan Wisnu W. Pettalolo dan Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan, Juan Permata Adoe. 

Terkait bea masuk 200% pada barang China, Kadin mengatakan bahwa pihaknya menghimbau agar Kementerian Perdagangan juga kementerian dan lembaga terkait dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog dalam proses penyusunan dan finalisasi kebijakan tersebut. 

Hal itu guna penyempurnaan kebijakan dan agar semua dampak yang mungkin timbul dapat dihindari.

"Terkait adanya pernyataan tentang produk impor yang membanjiri pasar, Kadin Indonesia berharap Pemerintah dapat menelaah lebih lanjut baik terkait jenis produk maupun jalur masuknya. Kadin Indonesia berharap jalur masuk illegal (illegal import) yang marak menjadi jalur masuk ke pasar dalam negeri dapat ditindak dengan tegas," tulis Kadin dalam pernyataan bersama.

Rekomendasi Bentuk Satgas

Pengusaha lebih lanjut merekomendasikan pemerintah untuk membentuk satgas pemberantasan impor ilegal dan penertiban barang imporilegal yang saat ini sudah berada di tengah masyarakat dengan melibatkan Kadin Indonesia beserta Asosiasi dan Himpunan.

"Menghimbau agar Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha, sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga. Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik," jelas Kadin Indonesia.

Seperti diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan sebelumnya mengungkapkan bahwa ia berencana untuk mengenakan bea masuk hingga 200% pada barang-barang asal China. Langkah ini merupakan salah satu jalan untuk melindungi industri lokal.


Kadin Indonesia Harapkan Ada Pendampingan dari KPPU

Pabrik Tekstil
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Selanjutnya, Kadin Indonesia juga meminta adanya peninjauan mendalam terhadap HS Code yang terdampak pada rencana kenaikan bea masuk ini.

"Perlu dipertimbangkan agar produk yang belum dapat diproduksi dalam negeri juga produk dengan spesifikasi yang berbeda dapat dikeluarkan dari HS Code terdampak, sehingga penerapan bea masuk ini tepat sasaran dan dampak negatif kebijakan terhadap produktivitas industri dapat dihindari yang juga mendukung peningkatan kinerja ekspor," sambungnya.

Selain itu, Kadin Indonesia juga menghimbau agar adanya pendampingan dari KPPU untuk melakukan penelaahan kebijakan sebelum kebijakan tersebut difinalisasi dan disosialisasikan, sehingga adanya monopoli ataupun penguasaan oleh golongan tertentu (kartel) dapat dihindari.

"Kadin Indonesia juga senantiasa mendukung pemberdayaan UMKM nasional untuk meningkatkan kapasitas bisnis melalui pelatihan, pendampingan, pembukaan akses pasar sehingga dapat berkontribusi pada peningkatan daya saing global yang berorientasi ekspor. Oleh karena itu, kami berharap agar rencana kebijakan yang diambil juga turut mempertimbangkan pertumbuhan dunia usaha, khususnya UMKM," tutupnya.


AS Dongkrak Tarif Impor Kendaraan Listrik China, Pakar Otomotif: Proteksionisme Jangka Pendek

BYD
Serah terima kunci secara simbolis dari BYD Motor Indonesia kepada konsumen. (Liputan6.com / Septian Pamungkas)

Sebelumnya, rencana Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk menaikkan empat kali lipat pada kendaraan listrik (EV) buatan China, diprediksi tidak akan menjadi ancaman di pasar penjualan mobil di AS.

Melansir CNBC International, Kamis (16/5/2024) pakar otomotif dan perdagangan menilai, kenaikan tarif impor merupakan tindakan proteksionisme jangka pendek yang mungkin menunda namun tidak akan menghentikan produsen mobil China untuk datang ke AS dengan kendaraan listrik.

"Mereka (EV China) tetap akan berada di sini. Ini tidak bisa dihindari. Ini hanya masalah waktu saja," kata Dan Hearsch, salah satu pemimpin praktik otomotif dan industri Amerika di perusahaan konsultan AlixPartners.

"Para pembuat mobil dan pemasok di negara-negara Barat harus benar-benar meningkatkan kemampuan mereka dan bersiap untuk mengambil tindakan atau bersaing langsung dengan mereka (EV China). Itu salah satunya," ujar dia.

Tarif kendaraan listrik, termasuk kenaikan lainnya terkait bahan baterai, adalah di antara tarif baru terhadap impor produk dari China senilai USD 18 miliar atau setara Rp. 286,2 triliun.

Seperti diketahui, kualitas kendaraan listrik buatan China telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, karena Beijing mensubsidi operasi mereka untuk meningkatkan produksi dalam negeri.

 

 


Persaingan yang Ketat

BYD
Berada di Kawasan Pusat Bisnis Sudirman, Jakarta, dealer flagship BYD Harmony Sudirman 4S dekat dengan jalan utama kota dan memiliki akses transportasi yang nyaman,

Meningkatnya jumlah produsen mobil China telah menyebabkan penurunan tajam pangsa pasar produsen mobil global seperti General Motors di negara tersebut.

GM, Ford Motor dan Chrysler, yang kini dimiliki oleh Stellantis, telah menyaksikan pangsa pasar mereka di China merosot dari 75% pada tahun 1984 menjadi sekitar 40% pada tahun 2023, menurut data industri.

GM dan perusahaan mobil AS lain kini sulit untuk bersaing dengan kendaraan murah dan mainstream di China, termasuk kendaraan listrik.

Misalnya, mobil listrik kecil dari BYD yang didukung Warren Buffett bernama Seagull dijual dengan harga sekitar USD 10.000 dan dilaporkan memberikan keuntungan bagi produsen mobil China yang semakin berpengaruh tersebut.

Meskipun Seagull belum dijual di AS, BYD sedang mengembangkan kendaraannya secara global, dan beberapa orang percaya bahwa hanya masalah waktu sebelum lebih banyak kendaraan buatan China tiba di AS.

 


Beban Jangka Pendek

"Pada akhirnya, kami berpendapat proteksionisme dari negara-negara Barat akan tetap menjadi beban jangka pendek bagi produsen kendaraan listrik/suku cadang Tiongkok yang ingin melakukan ekspansi global secara cepat, namun menurut kami hal ini tidak akan menghentikan dorongan kendaraan listrik Tiongkok dalam jangka panjang," kata analis Morgan Stanley, Tim Hsiao dalam catatan investor minggu ini.

Meskipun beberapa produsen mobil saat ini mengimpor kendaraan bertenaga gas dari China ke Amerika, jumlahnya masih kecil.

Analis Wall Street, mengutip Asosiasi Produsen Mobil China, melaporkan kurang dari 75.000 kendaraan yang diimpor ke AS pada tahun lalu.

Kendaraan yang dibuat di China dan saat ini dijual di AS termasuk Buick Envision bertenaga gas dari GM, Lincoln Nautilus dari Ford, dan dua kendaraan listrik dari Volvo milik Geely dan startup EV spin-off Polestar.

Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia
Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya