Cegah Negara Rugi, Potensi Korupsi Impor Beras Harus Ditutup

Pengamat mengingatkan pentingnya untuk menutup celah potensi kecurangan atau korupsi dalam impor beras agar negara tidak dirugikan.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Jul 2024, 13:44 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2024, 13:44 WIB
Ratusan Ribu Ton Beras Tak Terpakai di Gudang Bulog
Pekerja saat mengangkut karung berisi beras yang belum terpakai di Gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta, Kelapa Gading, Kamis (18/3/2021). Dirut Perum Bulog Budi Waseso menegaskan tahun ini Indonesia tidak akan mengimpor beras. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Achmad Ismail mengingatkan pentingnya untuk menutup celah potensi kecurangan atau korupsi dalam impor beras agar negara tidak dirugikan.

Menurut dia, evaluasi dalam pengadaan impor beras harus dilakukan agar pelaksanaan impor sesuai tata kelola dan bebas dari kepentingan pihak eksternal maupun internal.

 

"Dampak kerugian dari fraud lewat alur itu harus segera ditindak lanjuti melalui perbaikan sistem tata kelola dan penegakan hukumnya," kata Achmad dikutip dari Antara, Jumat (26/7/2024).

Ia mengatakan saat ini masih ada celah administrasi dalam pelaksanaan impor tersebut sehingga terjadi kasus biaya denda tambahan akibat peti kemas tertahan di Pelabuhan (demurrage).

Oleh karena itu, praktisi BUMN ini mengharapkan adanya pembenahan terutama dalam transparansi, akuntabilitas serta perbaikan integritas perusahaan agar upaya penyelewengan hukum tidak terjadi lagi.

"Kasus demurrage beras itu mengindikasikan adanya fraud atau kecurangan lewat alur administratif berikut kewenangan yang menyertainya," ujar Ais, sapaan Achmad.

Sebelumnya, Pengamat kebijakan publik Adib Miftahul meminta adanya kajian ulang terhadap penerapan impor beras yang masih bermasalah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Adib mengatakan evaluasi tersebut penting karena masih ada dugaan pelanggaran tata kelola dalam pelaksanaan impor beras dan pengadaannya hanya menguntungkan pihak tertentu.

"Perlu melakukan pendalaman dan di kaji ulang bagaimana sistem mekanisme impor beras. Sebab patut diduga ada sesuatu yang diatur-atur," katanya dikutip dari Antara, Kamis (25/7/2024).Ia juga mengatakan segala aduan terkait dugaan pelanggaran hukum harus ditindaklanjuti agar pelaksanaan tata kelola impor beras kedepannya dapat lebih baik dan tidak merugikan negara.

"Makanya harus dikaji ulang jangan-jangan ada mafia impor beras di dalam," kata akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf ini.

Terkait pelaksanaan impor beras, ia pun mengharapkan adanya pembenahan mengingat kebijakan tersebut yang tidak pernah dilakukan dalam waktu yang tepat, karena impor selalu berdekatan dengan musim panen.

"Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola impor beras bermasalah," ujarnya.

 

Akuntabilitas Impor Beras

Ilustrasi proses bongkar muat beras impor dari Vietnam (Istimewa)
Ilustrasi proses bongkar muat beras impor dari Vietnam (Istimewa)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengadaan impor beras untuk mencegah terjadinya kelebihan biaya akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage).

"Kasus-kasus yang sekarang sedang dihadapi, seperti kasus demurrage harus di-clear-kan dulu. Selesaikan dulu semua secara transparan," ujarnya dikutip dari Antara, Rabu (24/7/2024).

Menurut dia, kasus pengadaan beras impor yang diduga bermasalah tersebut, muncul karena belum ada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tata kelola pengadaan beras, terutama dari luar negeri.

Kondisi itu yang menyebabkan munculnya laporan bahwa pengadaan beras impor bermasalah, sehingga terdapat dugaan penggelembungan harga serta biaya tambahan demurrage, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara.

"Kita juga tidak tahu, siapa yang diberikan kepercayaan untuk mengimpor, harganya berapa saat diimpor, saat dijual berapa. Tiba-tiba dinyatakan harus impor untuk menjaga cadangan pangan," ujarnya.

Selain mengharapkan adanya evaluasi dalam pengadaan beras impor, ia juga meminta pengawasan ekstra atas perawatan beras yang selama ini tersimpan di gudang agar tetap awet dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

"Pernah kan ada beras yang dibuang, karena rusak, sekitar 200 ribu ton. Kita mengandalkan impor tapi logistiknya tidak pernah dibenahi," katanya.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

 

Impor Terhambat

5000 Ton Beras Impor Asal Vietnam Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mendatangkan 5.000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dugaan kerugian akibat demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.

Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.

Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.

Lelang Impor Beras Indonesia Diminta Lebih Transparan

5000 Ton Beras Impor Asal Vietnam Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
Aktivitas pekerja saat melakukan bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mendatangkan 5.000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansah mengharapkan adanya transparansi terkait mekanisme lelang impor beras yang saat ini dinilai belum sesuai dengan tata kelola.

Ia mengatakan pengadaan impor yang tidak transparan berpotensi menyebabkan kerugian negara karena munculnya biaya tambahan akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage) dan selisih harga dari kesepakatan awal (mark up).

"Sekarang semua harus diperiksa, karena ada impor tidak benar dan mekanisme pengadaan yang tidak benar," katanya dikutip dari Antara, Selasa (23/7/2024).Menurut dia, pengadaan impor beras untuk stok dalam negeri tersebut membutuhkan transparansi dan evaluasi untuk mencegah timbulnya hal-hal yang dapat melahirkan kerugian negara.

Ia mengharapkan Perum Bulog, yang sangat berperan dalam mengamankan penyediaan pangan, lebih terbuka kepada publik terkait mekanisme lelang impor beras serta hal-hal lain terkait pengadaan untuk pemenuhan stok nasional.

"Masih sangat jauh dari transparan selama ini. Tidak pernah dibuka. Kadang-kadang beras membusuk di gudang, mau impor lagi, padahal beras kemarin sudah banyak," kata dia.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.

Dugaan kerugian akibat demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.

 

INFOGRAFIS JOURNAL Negara dengan Konsumsi dan Produksi Beras Jadi Nasi Terbanyak di Dunia
INFOGRAFIS JOURNAL Negara dengan Konsumsi dan Produksi Beras Jadi Nasi Terbanyak di Dunia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya