Liputan6.com, Jakarta - Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah memulai lagi penyaluran bantuan pangan beras sebanyak 10 kilogram per keluarga. Langkah ini digadang-gadang mampu menjaga tingkat inflasi beras.
Bantuan pangan beras disalurkan oleh Perum Bulog kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Penyaluran ini sudah dilakukan sejak 1 Agustus 2024 ke beberapa provinsi. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, bantuan pangan beras jadi langkah seiring dengan penyerapan produksi petani lokal.
"Pemerintah tidak hanya fokus di hulu saja. Di hilir, program bantuan pangan beras telah digulirkan kembali. Program ini memang penting bagi 22 juta masyarakat berpendapatan rendah yang memerlukan dan pemerintah hadir untuk itu," kata Arief dalam keterangannya, dikutip Jumat (9/8/2024).
Advertisement
Dia menegaskan kembali, bantuan pangan beras setidaknya akan dijalankan dalam 3 bulan di sisa 2024 ini. Yakni pada Agustus, Oktober, dan Desember 2024.
"Pemerintah sudah bantu meng-cover konsumsi keluarga berpendapatan rendah. Jadi selanjutnya akan bisa menekan inflasi beras itu sendiri. Tren itu telah kita lihat sejak tahun lalu," ucapnya.
Perlu diketahui, saat ini terdapat 9 provinsi yang data penerimanya telah terverifikasi sebagai tujuan bantuan pangan beras. Diantara Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, DIY, Maluku, DKI Jakarta, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah dan Riau. Sementara itu, wilayah lainnya masih dalam tahapan verifikasi penerima.
Sukses Tekan Inflasi Beras
Asal tahu saja, selama tahun 2023, program bantuan pangan beras telah terlaksana selama 7 bulan. Program ini dinilai mampu jadi salah satu faktor penekan dan stabilisator inflasi.
Kala itu, di September 2023, inflasi beras sempat sentuh hingga angka 5,63 persen. Namun setelah digelontorkan banpang beras, inflasi beras membaik menjadi 0,48 persen di Desember 2023.
Verifikasi Data
Di 2024, inflasi beras tercatat pernah cukup tinggi pada Februari yang berada di 5,32 persen. Melalui penyaluran banpang beras serta berbagai stimulus bantuan sosial lainnya, inflasi beras kembali menurun dan bahkan mengalami deflasi pada April dan Mei. Terbaru, inflasi beras di Juli dicatat BPS berada di 0,94 persen.
Verifikasi
Deputi Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa memastikan bantuan pangan ini sampai ke tangan penerima yang benar-benar membutuhkan. Maka, dilakukan sejumlah verifikasi data.
"Perum Bulog bersama-sama dinas pangan provinsi dan kabupaten/kota terus melakukan verifikasi dan validasi secara bertahap terhadap data penerima bantuan ini," ujarnya.
Ketut mengungkapkan, mekanisme verifikasi dan validasi data penerima diperlukan karena data Kelompok Penerima Manfaat (KPM) bisa terjadi pembaruan akibat perubahan status sosial ekonomi, perpindahan lokasi, dan kondisi lainnya.
“Verifikasi dan validasi data dilakukan secara berjenjang, di tingkat pusat Badan Pangan Nasional berkoordinasi dengan Kemenko PMK sebagai walidata KPM, untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Bulog bersama-sama dengan unsur perangkat daerah yaitu Dinas Pangan, Bappeda, Dinas Sosial, serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sehingga dengan demikian bantuan pangan ini tersalurkan dengan baik, lancar, dan tepat sasaran,” kata Ketut.
Advertisement
Bapanas Minta Masyarakat Stop Boros Pangan, Pedagang Pasar Soroti Impor Beras
Sebelumnya, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPI) menyoroti terkait pernyataan Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy, yang menyatakan agar masyarakat Indonesia melakukan gerakan stop boros pangan.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan, mengatakan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia menyayangkan statement dari Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional tersebut.
Lantaran, Badan Pangan Nasional dibentuk untuk memastikan bahwa terciptanya kedaulatan pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan berdasarkan perpres nomor 66 tahun 2021. Bukan membuat gerakan-gerakan tambahan semacam ini.
"Seharusnya Bapanas mengkoordinasi kan pangan kita untuk dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan," kata Reynaldi dikutip, Rabu (31/7/2024).
Menurutnya, Bapanas itu tugasnya mengkoordinasikan, merumuskan, menetapkan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan harga pangan.
"Inilah yang direkomendasikan ke Kementerian teknis bukan malah membuat gerakan-gerakan yang mengendorkan petani, ini menyakiti hati rakyat indonesia," ujarnya.
Selain itu, IKAPI menilai, pernyataan tersebut kontrakdiktif dengan penambahan kuota impor beras sampai akhir tahun 2024. Sebagai informasi, pada tahun 2024 Pemerintah menetapkan penambahan beras impor sebanyak 1,6 juta ton, dari yang semula hanya 2 juta ton. Maka total impor yang ditetapkan Pemerintah tahun 2024 adalah 3,6 juta ton.
Sebelumnya, Sarwo Edhy menyampaikan bahwa sebenarnya Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor beras. Salah satunya dengan menggencarkan program stop boros pangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sekitar 30 persen total pangan yang terbuang, hal ini setara dengan pemenuhan pangan kepada 60-125 juta rakyat Indonesia.
Sarwo mengatakan, untuk komoditas beras saja, kebutuhan masyarakat Indonesia mencapai 2,6 juta ton per bulan. Apabila masyarakat berhasil menghemat sedikitnya 20 persen saja dari total yang terbuang, maka Indonesia mampu menghemat hingga 6 juta ton beras.
Masyarakat Diminta Tak Boros Makan Nasi, Pengamat Bilang Begini
Pengamat sekaligus Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Akhmadi mengingatkan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk mencegah perilaku boros pangan, terutama beras.
"Solusinya masyarakat harus diberikan edukasi yang baik agar tidak berperilaku boros pangan," katanya dikutip dari Antara, Selasa (30/7/2024).
Ia mengharapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bisa memberikan edukasi terkait dampak negatif perilaku boros pangan serta sosialisasi tentang komoditas pangan alternatif kepada masyarakat.
Dengan demikian, menurut dia, kebutuhan pangan utama saat ini dapat tercukupi dari dalam negeri dan stok tidak perlu lagi terpenuhi melalui impor dari luar negeri.
"Harusnya secara masif lebih dikembangkan. Mindset ini harus dimulai dari para pengambil kebijakan di pemerintah baru masyarakat," katanya.
Akhmadi juga menilai saat ini masyarakat masih tergantung dengan beras sebagai makanan pokok, sehingga keterbatasan pasokan mau tidak mau harus terlaksana melalui impor.
"Menekan impor beras, masih terkendala untuk dilakukan, selama ketergantungan masyarakat terhadap beras sangat dominan atau pangan alternatif belum menjadi daya tarik," ujarnya.
Advertisement