Liputan6.com, Jakarta - Harga emas terus menunjukkan tren bullish, didorong oleh ekspektasi pasar akan penurunan suku bunga The Fed dan hasil data Inflasi AS yang mereda. Beberapa faktor ini bisa mendorong harga emas melanjutkan ke level yang lebih tinggi.
Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, pelaku pasar memperkirakan kemungkinan besar The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada pertemuan kebijakan tanggal 17-18 September. Hal ini muncul setelah data inflasi AS yang dirilis pekan lalu memberikan bukti kuat bahwa inflasi mulai melambat.
Baca Juga
"Kondisi ini menjadi katalis utama bagi pergerakan harga emas, yang dikenal sebagai aset safe haven dan cenderung menguat saat inflasi turun atau kebijakan moneter lebih longgar," jelas dia dalam keterangan tertulis, Selasa (17/9/2024).
Advertisement
Andy Nugraha menjelaskan bahwa peluang penurunan suku bunga telah meningkat tajam, terutama setelah CME FedWatch Tool menunjukkan peningkatan probabilitas pemotongan suku bunga sebesar 0,50% menjadi 59% dibandingkan dengan hanya 15% pada minggu sebelumnya.
"Penurunan suku bunga ini akan mengurangi imbal hasil obligasi, yang membuat emas lebih menarik di mata investor," ujar Nugraha.
Secara teknis, harga emas diperdagangkan di kisaran USD 2.580-an pada hari Selasa (17/8/2024), tepat di bawah rekor tertinggi sepanjang masa di USD 2.589 yang dicapai pada hari sebelumnya.
Nugraha menyatakan bahwa indikator Moving Average saat ini menunjukkan tren bullish masih mendominasi, yang memberikan prospek positif bagi harga emas dalam jangka pendek.
Analisis Teknikal
Berdasarkan analisis teknikalnya, Nugraha memproyeksikan bahwa harga emas berpotensi naik hingga mencapai USD 2,600 dalam waktu dekat. Namun, ia juga memperingatkan adanya kemungkinan terjadinya pembalikan arah atau reversal jika emas gagal menembus level resistance tersebut.
Jika hal ini terjadi, harga emas dapat turun ke level USD 2.565 sebagai target penurunan terdekatnya.
"Level USD 2.600 merupakan titik penting, jika emas mampu melewati level ini, rally bisa berlanjut lebih tinggi. Sebaliknya, kegagalan untuk menembus akan membuka peluang terjadinya koreksi," tambah Nugraha.
Selain faktor The Fed, berbagai kondisi geopolitik dan ketidakpastian global turut memperkuat posisi emas sebagai aset aman. Perang yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina serta meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menjadi faktor pendukung yang signifikan bagi pergerakan harga emas.
Selain itu, laporan mengenai percobaan pembunuhan kedua terhadap kandidat presiden dari Partai Republik Donald Trump di Florida pada akhir pekan lalu juga meningkatkan permintaan emas sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian politik di Amerika Serikat.
"Ketidakstabilan politik di AS, ditambah dengan risiko eskalasi geopolitik di berbagai belahan dunia, menjadi faktor pendorong lain bagi emas untuk terus naik," kata Nugraha.
Advertisement
Memperkuat Momentum Bullish
Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun berada di dekat level terendah sejak Mei 2023. Sementara itu, Dolar AS juga masih berada di dekat level terendah tahunan (YTD), yang semakin memperkuat momentum bullish emas.
Selain pertemuan The Fed, jadwal pertemuan kebijakan bank sentral global lainnya seperti Bank of England (BoE), Bank of Japan (BoJ), serta bank sentral dari Brasil, Indonesia, Norwegia, Turki, dan Afrika Selatan pada minggu ini juga diprediksi akan memberikan dampak pada pergerakan harga emas.
Jika konsensus umum dari bank-bank sentral adalah bahwa inflasi global sedang melambat, dan kebijakan pemotongan suku bunga mulai diterapkan secara luas, ini akan memberikan bahan bakar lebih lanjut bagi rally harga emas.
Secara keseluruhan, menurut Nugraha, dengan adannya ekspektasi pasar yang semakin tinggi terhadap pemotongan suku bunga The Fed, ditambah dengan kondisi global yang mendukung, emas berpotensi untuk terus naik dalam beberapa hari mendatang.