Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, meminta perbankan menurunkan suku bunga kredit, seiring dengan penurunan suku bunga acuan BI atau BI-Rate pada September 2024 sebesar 25 bps menjadi 6 persen.
Kemudian Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75 persen.
Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi pada tahun 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah, dan perlunya upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Advertisement
“Jadi, selain insentif likuiditas, penurunan suku bunga ini kami harapkan disambut baik oleh perbankan,” kata Perry dalam konferensi pers RDG September 2024 di Kantor Pusat BI, dikutip Kamis (19/9/2024).
Bunga Kredit Turun
Oleh karena itu, Bank Indonesia mendorong perbankan agar terus meningkatkan penyaluran kredit ke masyarakat, baik penyaluran kredit yang mendapat insentif likuiditas makro dari Bank Indonesia ataupun kredit lainnya.
“Dengan begitu, diharapkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit juga turun. Sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Sejalan dengan hal tersebut, BI mencatat hingga minggu kedua September 2024 telah menyalurkan insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar Rp256,1 triliun. Untuk rinciannya yakni kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp118,6 triliun.
Selanjutnya, ke (BUSN) sebesar Rp110,5 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp24,4 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) sebesar Rp2,6 triliun.
"Insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu hilirisasi minerba dan pangan, UMKM, sektor otomotif, perdagangan dan Listrik, Gas dan Air (LGA), serta sektor pariwisata dan ekonomi kreatif," ujarnya.
Perry Warjiyo menjelaskan, bahwa pertumbuhan kredit juga didukung oleh sisi permintaan yang tetap baik dari korporasi, terutama korporasi di sektor padat modal, sedangkan permintaan kredit korporasi di sektor padat karya perlu terus ditingkatkan.
5 Alasan Bank Indonesia Pangkas Bunga Acuan di September 2024
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menyebut terdapat lima alasan pihaknya menurunkan suku bunga acuan atau BI rate pada September 2024 sebesar 25 bps menjadi 6 persen.
Alasan pertama, yaitu arah penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate/FFR) yang semakin jelas. Berdasarkan proyeksi Bank Indonesia FFR akan turun sebanyak tiga kali tahun ini, padahal sebelumnya hanya diprediksi 2 kali.
"Berdasarkan bacaan kami dari proyeksi-proyesi Fed dan analisis sejumlah pelaku pasar kami perkirakan bahwa Fed Fund Rate akan turun 3 kali tahun ini. dan atun depan turun 4 kali. Perkiraan kami dengan data terbaru, kemungkinnnya September, November, dan Desember tahun ini masing-masing 25 bais poin," kata Perry dalam konferensi pers RDG September 2024, Rabu (18/9/2024).
Kedua, BI melihat perkembangan rupiah yang kini cenderung menguat dan stabil. Penguatan terjadi dipengaruhi oleh kejelasan arah penurunan suku bunga FFR.
"Jadi kami sudah menakar probabilitas itu sehingga tidak perlu menunggu FFR (turun), bulan lalu belum ada kejelasan," ujarnya.
Selanjutnya, alasan ketiga, yakni inflasi berada dalam sasaran 2,5±1 persen. Perry mengatakan, dengan penurunan suku bunga maka pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk mengendalikan inflasi.
"Dengan penurunan suku bunga pun inflasi kami perkirakan tetap terkendali 2,5+-1 persen," ujarnya.
Advertisement
Alasan Selanjutnya
Keempat, Perry berharap dengan diturunkannya suku bunga ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2024 dikisaran 4,7 - 5,5 persen, atau setidaknya pada kisaran 5,1 persen.
"Selama ini kan kami turut mendukung pertumbuhan ekonomi melalui kredit pembiayaan, melalui insentif kebijakan likuiditas makroprudensial," ujarnya.
Alasan kelima, diturunkannya suku bunga tersebut bertujuan agar penyaluran kredit ke perbankan semakin meningkat. Menurut Perry, perbankan tentunya akan lebih gencar menyalurkan kredit kepada masyarakat.
"Tidak hanya perbankan, ini juga mendukung fiskal khususnya untuk pembiayaan fiskal karena yield SBN juga akan turun, akan rendah, sehingga pembiayaan fiskalnya itu juga terdukung," pungkas Perry.