Bos PLN: Masuk Era Baru, Energi Baru Terbarukan Tak Lagi Identik Mahal

Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menuturkan, inovasi membuat harga energi baru terbarukan semakin murah dan ini termasuk era baru.

oleh Tira Santia diperbarui 20 Nov 2024, 12:29 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2024, 12:29 WIB
Bos PLN: Masuk Era Baru, Energi Baru Terbarukan Tak Lagi Identik Mahal
Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo  saat acara Electricity Connect 2024, Rabu (20/11/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo, mengatakan saat ini dunia memasuki era baru dalam penyediaan energi, di mana energi bersih dan terbarukan tidak lagi identik dengan biaya tinggi.

"Dulu kalau kita berbicara energi murah ya kotor, berbicara energi bersih ya mahal. Ternyata ini sekarang sudah bergeser, kalau kita berbicara energi bersih ya murah. Maka tadinya ini multiple conflicting goals,” kata Darmawan dalam Electricity Connect 2024, di JCC, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

Menurut dia, dengan inovasi dan perkembangan teknologi telah membantu untuk menghasilkan energi yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga ekonomis. Artinya, perubahan telah terjadi yakni energi bersih tidak lagi harus mahal, dan biaya rendah tidak harus berarti kotor.

“Sekarang bukan begitu lagi. Kita dengan inovasi keperadaban manusia maka harga energi baru terbarukan semakin murah. Maka inilah era baru,” ujarnya.

Darmawan bercerita, pada masa lalu, solusi untuk menyediakan listrik terjangkau sering kali berfokus pada penggunaan bahan bakar fosil yang murah. Namun, energi berbasis fosil memiliki dampak negatif yang besar terhadap lingkungan. Sementara itu, energi baru terbarukan (renewable energy), meskipun lebih ramah lingkungan, dianggap mahal dan belum terjangkau. 

Pada 2015, misalnya, harga energi surya masih sekitar 25 sen per kilowatt-hour (kWh), yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan energi berbasis fosil. Alhasil ada dilema antara memilih energi murah yang kotor atau energi bersih yang mahal.

Namun, seiring berjalannya waktu, inovasi dalam teknologi energi terbarukan membawa perubahan besar. Harga panel surya, misalnya, telah mengalami penurunan yang sangat signifikan. 

Dalam beberapa tahun terakhir, harga energi surya turun secara dramatis, dari 25 sen menjadi hanya 5 sen per kWh. Proses lelang untuk energi terbarukan juga menunjukkan hasil yang baik, di mana harga dapat mencapai level yang sangat kompetitif dibandingkan dengan sumber energi konvensional.

 

Harga Energi Baru Terbarukan

PT PLN (Persero) siap hadirkan listrik dengan total kapasitas 42 megawatt peak (MWp) yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT)
PT PLN (Persero) siap hadirkan listrik dengan total kapasitas 42 megawatt peak (MWp) yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan industri di Batam, Kepuluan Riau. (Dok PLN)

“Harga energi baru terbarukan semakin murah. Dari 25 sen, kita lelang menjadi 10 sen, kita lelang menjadi 7 sen, kita lelang hanya menjadi 5 sen. Hari ini sudah bisa dibawah 5 sen,” jelasnya.

Selain itu, energi angin juga mengalami kemajuan yang serupa. Pada awalnya, harga energi angin mencapai 20 sen per kWh, namun kini telah turun menjadi hanya 12 sen per kWh, bahkan lebih rendah.

Pencapaian ini adalah bukti nyata bahwa kemajuan teknologi dan inovasi manusia telah mengubah lanskap energi global, menjadikan energi terbarukan tidak hanya lebih bersih tetapi juga lebih terjangkau.

“Demikian pula untuk energi angin. Dulu ada sekitar 20 sen, turun ke 13 sen, turun ke 12 sen. Saat ini jauh lebih murah lagi,” ujarnya.

Faktor Kunci

Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo  saat acara Electricity Connect 2024, Rabu (20/11/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo  saat acara Electricity Connect 2024, Rabu (20/11/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Adapun salah satu faktor kunci dalam penurunan harga energi terbarukan adalah perkembangan teknologi Battery Energy Storage System (BESS) atau sistem penyimpanan energi berbasis baterai. 

Ia menjelaskan, energi terbarukan, seperti energi surya dan angin, bergantung pada kondisi alam yang tidak selalu stabil. Matahari tidak selalu bersinar, angin tidak selalu bertiup, dan hujan tidak selalu turun sesuai kebutuhan.

Oleh karena itu, diperlukan teknologi penyimpanan energi yang dapat menyimpan surplus energi ketika kondisi cuaca mendukung, dan kemudian melepaskannya saat kebutuhan meningkat.

Pada awalnya, biaya sistem penyimpanan energi ini juga sangat tinggi, lebih dari 20 sen per kWh. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi dan peningkatan skala produksi, biaya BESS juga mengalami penurunan signifikan, dan kini sudah menjadi kompetitif, dengan harga yang jauh lebih murah. Hal ini membuat energi terbarukan semakin terjangkau dan mampu bersaing dengan energi konvensional yang berbasis fosil.

"Dulu harga battery energy storage system itu perkawihannya lebih dari 20 sen, turun menjadi 13 sen, turun menjadi 9 sen. Dan hari ini alhamdulillah lagi puji Tuhan battery energy storage system sudah menjadi jauh lebih murah lagi, menjadi kompetitif,” pungkasnya.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya