Harga Minyak Berpeluang Turun Usai Perang Rusia-Ukraina Berakhir

Ekonom sekaligus Direktur eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menanggapi dampak berakhirnya Perang Rusia-Ukraina terhadap harga minyak dunia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 12 Feb 2025, 18:15 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2025, 18:15 WIB
Harga Minyak Berpeluang Turun Usai Perang Rusia-Ukraina Berakhir
Akhir dari perang Rusia-Ukraina tampaknya sudah muncul ke permukaan, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan siap membahas langkah tersebut dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. (Foto: AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Akhir dari perang Rusia-Ukraina tampaknya sudah muncul ke permukaan, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan siap membahas langkah tersebut dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Putin mengungkapkan berminat untuk bertemu dengan Donald Trump membahas negosiasi Rusia-Ukraina.

"Kami percaya pada pernyataan presiden saat ini tentang kesediaannya untuk bekerja sama. Kami selalu terbuka untuk ini dan siap untuk negosiasi,” ungkap Putin, dikutip dari The Guardian, Rabu (12/2/2025).

"Lebih baik bagi kami untuk bertemu, berdasarkan realitas saat ini, untuk berbicara dengan tenang,” ia menambahkan.

Sejak pelantikannya, Donald Trump berulang kali menyerukan resolusi cepat terhadap perang Rusia-Ukraina yang kini sudah hampir memasuki tahun ketiga. Dia pun menyatakan kesiapannya untuk bertemu dengan Putin segera.

Ekonom sekaligus Direktur eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira memperkirakan berakhirnya perang Rusia-Ukraina dapat menurunkan harga minyak dunia. Perkembangan tersebut dapat menjadi kabar baik bagi Indonesia, karena subsidi energi masih bergantung dari impor.

"Manfaatnya harga minyak mentah mengalami penurunan dan ini berita baik bagi subsidi energi yang masih bergantung pada BBM dan LPG impor,” ungkap Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Jika subsidi impor membutuhkan lebih sedikit biaya, pengeluaran anggaran juga bisa lebih ditekan. "APBN bisa sedikit lega,” kata Bhima.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi global terutama dari sisi Eropa juga ada pemulihan jika perang Rusia-Ukraina mereda. 

"Eropa akan geser sebagian anggaran belanja militer ke sektor produktif ekonomi dan artinya ada permintaan produk Indonesia yang lebih baik,” bebernya.

Rantai Pasok Global Segera Pulih?

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)... Selengkapnya

Senada, Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda juga melihat penyelesaian konflik di Rusia dan Ukraina bisa berdampak pada kondisi global supply chain yang normal kembali. 

"Kondisi perdagangan gas dari Rusia ke negara Eropa bisa kembali membaik dan membuat harga gas kembali ke level sebelum perang,” ungkapnya. 

Adapun inflasi di Uni Eropa yang berpotensi menurun, sehingga perekonomian secara global bisa membaik. 

Impor Gandum Bisa Kembali Normal

"Ketidakpastian ekonomi global juga bisa berkurang karena selesainya konflik Rusia-Ukraina. Kondisi ini bisa menurunkan beberapa harga komoditas termasuk komoditas di dalam negeri,” katanya. 

Huda mengatakan, pasokan komoditas gandum yang masih menjadi produk impor dari Ukraina juga bisa berangsur normal kembali. 

"Ini sesuatu yang positif mengingat Indonesia bukan penghasil gandum,” ujar dia.

 

Harga Minyak Dunia Melesat Lagi, Ini Penyebabnya

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)... Selengkapnya

Sebelumnya, harga minyak melanjutkan kenaikan pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta). Harga minyak dunia naik di tengah kekhawatiran atas pasokan minyak Rusia dan Iran serta ancaman sanksi meskipun ada kekhawatiran bahwa meningkatnya tarif perdagangan dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi global.

Dikutip dari CNBC, Rabu (12/2/2025), harga minyak mentah Brent naik USD 1,11, atau 1,46%, pada USD 76,98 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 99 sen atau 1,37% menjadi USD 73,31.

Kedua patokan harga minyak dunia tersebut membukukan keuntungan hampir 2% pada sesi sebelumnya setelah tiga kerugian mingguan berturut-turut.

“Dengan tindakan keras AS terhadap ekspor Iran dan sanksi yang masih menggerogoti aliran minyak Rusia, mutu minyak mentah Asia tetap kuat dan mendukung reli dari kemarin,” kata Analis Minyak PVM, John Evans.

Pengiriman minyak Rusia ke China dan India, importir minyak mentah utama dunia, telah terganggu secara signifikan oleh sanksi AS bulan lalu yang menargetkan kapal tanker, produsen, dan perusahaan asuransi.

Kekhawatiran pasokan bertambah parah dengan adanya sanksi AS terhadap jaringan pengiriman minyak Iran ke Tiongkok setelah Presiden Donald Trump mengembalikan “tekanan maksimum” terhadap ekspor minyak Iran minggu lalu.

 

 

Kebijakan Donald Trump

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)... Selengkapnya

Namun, yang menghambat kenaikan harga minyak tersebut adalah tarif terbaru Donald Trump yang dapat menghambat pertumbuhan global dan permintaan energi.

Pada Senin, Trump secara substansial menaikkan tarif impor baja dan aluminium ke AS hingga 25% “tanpa pengecualian atau pembebasan” untuk membantu industri yang sedang berjuang yang dapat meningkatkan risiko perang dagang multi-front.

Tarif tersebut akan berdampak pada jutaan ton impor baja dan aluminium dari Kanada, Brasil, Meksiko, Korea Selatan, dan negara-negara lain.

“Tarif dan tarif balasan berpotensi membebani sektor ekonomi global yang bergantung pada minyak khususnya, sehingga menciptakan ketidakpastian atas permintaan,” kata Morgan Stanley dalam sebuah catatan pada Senin.

Kuota Produksi

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)... Selengkapnya

“Namun, kami pikir kondisi ini kemungkinan besar juga akan menyebabkan OPEC+ memperpanjang kuota produksi saat ini sekali lagi, yang akan menyelesaikan masalah keseimbangan pasar pada [paruh kedua tahun 2025”, imbuh bank tersebut.

Trump minggu lalu memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap China, dan Beijing membalasnya dengan mengenakan tarif tambahan terhadap impor AS, termasuk bea masuk sebesar 10% terhadap minyak mentah.

Yang juga membebani permintaan minyak mentah, Federal Reserve AS akan menunggu hingga kuartal berikutnya sebelum memangkas suku bunga lagi, menurut mayoritas ekonom dalam jajak pendapat Reuters yang sebelumnya memperkirakan pemangkasan pada Maret.

Kenaikan Inflasi

The Fed menghadapi ancaman kenaikan inflasi di bawah kebijakan Trump. Mempertahankan suku bunga pada tingkat yang lebih tinggi dapat membatasi pertumbuhan ekonomi, yang akan berdampak pada pertumbuhan permintaan minyak.

Persediaan minyak mentah dan bensin AS diperkirakan meningkat minggu lalu, sementara persediaan sulingan kemungkinan turun, jajak pendapat pendahuluan Reuters menunjukkan pada hari Senin.

Jajak pendapat tersebut dilakukan menjelang laporan mingguan dari kelompok industri, American Petroleum Institute, yang akan dirilis pada pukul 4.30 sore ET (2130 GMT) pada Selasa dan laporan Badan Informasi Energi yang akan dirilis pada Rabu. 

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya